Mereka yang mengalami diskriminasi rasial, punya risiko lebih tinggi terserang penyakit psikiatris. Rasisme bisa menyebabkan tekanan darah tinggi, obesitas dan masalah kesehatan mental.
Iklan
Banyak orang dengan latar belakang migran, berbeda warna kulit, agama atau warna rambut, mengalami diskriminasi ras hampir setiap hari. Mulai dari pandangan melecehkan, lelucon rasis hingga ejekan, dikriminasis rasial semacam itu bisa terakumulasi, dan membuat orang yang mengalaminya sakit secara klinis.
"Hal itu bisa memicu sindroma stres pasca-trauma PTSD atau penyakit psikiatris lainnya" ujar Prof. Dr. Meryam Schouler-Ocak, dokter spesialis psikiatri, psikoterapi dan neurologi di Rumah Sakit Universitas Charité dan St. Hedwig Hospital di Berlin.
Alegra Wolter: Dokter Transpuan Pertama di Indonesia
01:00
Rasisme memicu depresi dan kecemasan
Diskriminasi, apapun bentuknya, apakah seksisme, antisemitisme atau rasisme, menyakiti perasaan orang lain. Orang yang menjadi obyeknya mengalami demoralisasi atau pelecehan terkait budaya atau latar belakang geografi mereka, warna kulit dan juga hal-hal lain menyangkut kepribadian mereka.
Iklan
Masalahnya juga lebih dalam dari sekedar komentar menyakitkan baik secara langsung ataupun secara online. Terdapat struktur dan bentuk institusi rasisme, yang merugikan orang yang mencari pekerjaan atau mencari tempat tinggal.
"Jika kita memiliki warna kulit gelap, nama asing atau mengenakan jilbab, kita akan mendapat perlakuan buruk, di dalam sebuah kebudayaan dimana hal itu bukan mayoritas", ujar Schouler-Ocak menambahkan.
Jika pelecehan semacam itu berlangsung terus menerus, akan menimbulkan efek merugikan yang menetap.
"Diskriminasi rasial dapat memicu impak yang signifikan terhadap kesehatan seseorang”, ujar dokter ahli psikiatri keturunan Turki itu. Mereka yang mengalami diskriminasi, peluangnya dua kali lipat untuk menderita penyakit psikiatris, dibanding orang yang tidak mengalaminya.
"Risiko menderita depresi, kecemasan tidak beralasan, PTSD, kecanduan atau psikosis juga meningkat, karena diskriminasi mempengaruhi aktivitas otak. Wilayah tertentu di otak mengalami disregulasi, serupa dengan bentuk lain penyakit psikiatri", ujar Schouler-Ocak lebih lanjut.
Melawan Rasisme Lewat Kartun
Dari Turki, Iran hingga Belgia, kartunis dari seluruh dunia menjadikan karyanya sebagai sikap menentang diskriminasi ras.
Foto: -
Dunia penuh warna bagi semua
Dalam dunia penuh warna, beberapa orang selalu kalah. Ini yang digambarkan oleh kartunis Korea Selatan Young Sik Oh. Manusia belum berhasil memberantas rasisme yang merajalela. Diskriminasi tak hanya bagi orang berkulit gelap saja, namun kaum homoseksual, wanita atau pemeluk agama lain mengalaminya, tergantung lingkungan Anda di dunia.
Kamu bisa menggunakan lebih banyak warna
Kartun karya German Peer Wedderwille menampilkan dua burung hitam bertengger di dahan pohon, di atas lanskap hitam-putih yang suram. Sambil mengamati burung warna-warni di dahan seberangnya, burung hitam mengatakan pada burung pendatang dari visualnya saja sudah tidak sesuai.
Foto: -
Komponis rasis
“Ebony dan Ivory hidup bersama dalam harmoni yang sempurna, berdampingan di tuts pianoku, Ya Tuhan, kenapa kita tidak?” menirukan mantan personel The Beatle Paul McCartney dalam lagu terkenal “Ebony dan Ivory.” Kim Duchateau asal Belgia tentunya menanyakan hal yang sama pada dirinya saat menggambar kartun ini. Seorang pianis harus tahu, tanpa harmoni tuts hitam dan putih, hanya ada hiruk pikuk.
Ironi lagu kebangsaan Eropa
Lagu “Ode to Joy” dikenal di seluruh dunia: ditulis oleh penyair Friedrich Shciller, 1785, lalu Ludwig van Beethoven membuatnya jadi musik simfoni ke-9-nya. Telah jadi lagu resmi Uni Eropa sejak 1985. Kartun buronan yang terjebak dalam bar lagu menyerupai kawat berduri, kontras dengan kalimat “semua orang akan menjadi saudara,” menggambarkan perlakuan pengungsi di perbatasan Eropa.
Penyambutan bersyarat
Banyak alasan orang meninggalkan negaranya: perang, penindasan dan kemiskinan. Namun, pengungsi ini jarang diterima di negara lain. Mereka berusaha menuju “tanah yang menjanjikan” secara ilegal, berjalan kaki atau menggunakan perahu karet. Kartun Jan Tomaschoff menggambarkan negara yang katanya terbuka menerima pengungsi tetapi memilih-milih siapa yang layak datang.
Fasad sipil
Masyarakat demokratis dilarang bertindak rasis atau diskriminatif dalam konstitusi. Namun, beberapa orang yang terlihat “terhormat” menyembunyikan ide-ide sayap kanan di balik fasad manusia biasa, tergambar dalam kartun Bern Phlenz. Terlihat dalam kepala seorang peria berjas, ada pria lebih kecil dengan gaya skinhead, memegang tongkat bisbol, mengintip, seolah-olah matanya adalah lubang intip.
Foto: -
Kelompok rahasia yang rasis
Kartun karya Saaed Sadeghi, Iran, tampikan jejeran pensil, namun ada satu yang bertudung putih runcing lengkap dengan mata: merupakan pakaian Ku Klux Klan. Kelompok rahasia ini tidak terima kenyataan bahwa sistem perbudakan dihapuskan di AS setelah Perang Saudara Amerika (1861-1865). Anggotanya secara terencana memburu orang kulit hitam, yahudi, komunis dan homoseksual.
Penghormatan untuk Rosa Parks
Seniman AS Loren Fishman hormati ikon kulit hitam Amerika, Rosa Parks, dalam melawan segregasi ras. Dia ditangkap karena menolak menyerahkan kursinya di bus untuk penumpang kulit putih. Hampir 70 tahun, rasisme jadi isu utama di AS. Kartun ini, seorang perempuan kulit hitam berdiri di depan mesin cuci dengan pilihan mencuci warna dan putih, serta berpikir: “Persetan dengan ini…”
Hidup ini penuh warna
Keberagaman membuat hidup penuh warna. Kartunis Guido Kühn mengilustrasikan ini dalam “Gadis dengan Anting Mutiara” dari lukisan terkenal Johannes Vermeer. Di gambar ini, kecantikan “Mona Lisa dari Utara” terlihat dengan tiga perempuan lainnya tersenyum dengan warna kulit yang berbeda. Tulisan di bawahnya menjelaskan semuanya.
Foto: -
Pelukan yang utopis
Kartunis Turki, Burak Eergin, serukan toleransi yang lebih besar di masyarakat. Sementara rekaman polisi memukuli demonstran sering jadi berita utama. Dalam kartun ini, petugas polisi dan demonstran membawa bunga dan saling berpelukan. Namun, kenyataannya berbeda, kartun ini hanya keinginan utopis untuk keharmonisan.
Warna di dunia
Di Brasil, negara asal kartunis Freelah, ada istilah “warna etno”, begitu sebutnya. Orang dari berbagai negara telah menikah dengan penduduk asli di sini, dan orang Brasil dengan berbagai warna kulit merupakan kekayaan budaya negara itu. Namun rasisme terhadap orang kulit hitam atau gelap menjadi kebiasaan di sini.
Yin dan Yang
Rasisme mungkin tidak akan jadi masalah jika masyarakat menghayati prinsip Cina, yin dan yang: dua kekuatan berlawanan yang saling tarik menarik, namun tak ada yang lebih unggul satu sama lain. Mereka seimbang dan tidak terpisahkan sebagai dua bagian dari satu kesatuan, bersatu dalam harmoni. Kartunis Kuba, Miguel Moraloes dengan jelas menyerukan “katakan tidak pada rasisme.” (mh/hp)
12 foto1 | 12
Prevalensi kematian lebih tinggi akibat diskriminasi
Semua hal itu bisa memicu angka kematian lebih tinggi di kalangan orang yang menjadi subyek diskriminasi rasial. Demikian hasil riset yang dirilis di jurnal ilmiah Lancet Psychiatry. Para peneliti melakukan riset efek kesehatan mental dari rasisme di kalangan warga kulit hitam di Amerika Serikat.
Dalam penelitian juga ditemukan indikasi lain, yang menunjukkan diskriminsi rasial juga berdampak pada kesehatan anak atau cucu orang bersangkutan. Memang belum ada data yang meyakinkan terkait poin ini, para ahli epigenetis meneliti bagaimana pengalaman rasisme mempengaruhi genetik seseorang.
"Rasisme dan struktur rasis tumbuh sepanjang sejarah dan karena itu sangat terkait erat dengan masyarakat", papar ahli psikiatri Schouler-Ocak.
Organisasi hak asasi Amnesty International menyebutkan, entah itu disengaja atau tidak, kebanyakan warga berkulit putih berperilaku rasis. Jadi amat penting untuk menyadari bahwa segala bentuk rasisme punya kemampuan untuk mengubah perilaku dan tutur bahasa seseorang.