Pemerintahan negara-negara di dunia semakin banyak yang mengaktifkan penggunaan pasal penghinaan agama, dengan Pakistan sejauh ini tercatat sebagai negara yang paling banyak memenjarakan orang karena tuduhan ini.
Iklan
Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, sebuah badan penasihat pemerintah, menyuarakan kecemasan bahwa semakin banyaknya pemberlakuan blasphemy atau undang-undang yang melarang penghinaan agama telah mendorong dijatuhinya hukuman kepada orang-orang hanya karena mereka mengekspresikan pandangan agama yang berbeda atau yang telah difitnah.
Laporan itu menyebutkan bahwa Pakistan telah menggunakan hukum kontroversial itu pada tingkat yang “tak bisa dibandingkan“ dengan tempat-tempat lain di dunia, dengan 14 orang divonis hukuman mati dan 19 lainnya dipaksa menjalani hukuman seumur hidup atas tuduhan melakukan penghinaan atas Islam.
Pakistan tak pernah menjalankan hukuman mati bagi kasus penghinaan agama, namun laporan itu menyatakan bahwa blasphemy – dan lemahnya perlindungan kepada warga – telah berkontribusi atas terjadinya kekerasan yang dilakukan massa dan kelompok militan terhadap kaum minoritas, yang jumlahnya semakin mengkhawatirkan.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hossaini
#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kurniawan
#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Foto: Getty Images/AFP/F. Naeem
#144 Malaysia
Undang-undang Percetakan dan Penerbitan Malaysia memaksa media mengajukan perpanjangan izin terbit setiap tahun kepada pemerintah. Regulasi tersebut digunakan oleh pemerintahan Najib Razak untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah dan aktif melaporkan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya. Selain itu UU Anti Penghasutan juga dianggap ancaman karena sering disalahgunakan.
Foto: Getty Images/R. Roslan
#155 Turki
Perang melawan media independen yang dilancarkan Presiden Recep Tayyip Erdogan pasca kudeta yang gagal 2016 silam menempatkan 231 wartawan di balik jeruji besi. Sejak itu sebanyak 16 stasiun televisi, 23 stasiun radio, 45 koran, 15 majalah dan 29 penerbit dipaksa tutup.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten
#161 Mesir
Enam tahun setelah Revolusi Januari, situasi kebebasan pers di Mesir memasuki masa-masa paling gelap. Setidaknya sepuluh jurnalis terbunuh sejak 2011 tanpa penyelidikan profesional oleh kepolisian. Saat ini paling sedikit 26 wartawan dan awak media ditahan di penjara. Jendral Sisi terutama memburu wartawan yang dicurigai mendukung atau bersimpati terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin.
Foto: Reuters/A.A.Dalsh
#165 Iran
Adalah hal ironis bahwa kebebasan pers menjadi salah satu tuntutan revolusi yang menanggalkan kekuasaan Shah Iran pada 1979. Namun janji itu hingga kini tidak ditepati. Iran masih menjadi kuburan dan penjara terbesar bagi awak media, tulis Reporters Sans Frontières. Saat ini tercatat 29 wartawan dipenjara dan belasan media independen diberangus oleh pemerintah.
Foto: MEHR
#168 Arab Saudi
Berada di peringkat 168 dari 180 negara, Arab Saudi nyaris tidak mengenal pers bebas. Internet adalah satu-satunya ranah media yang masih menikmati sejumput kebebasan. Namun ancaman pidana tetap mengintai blogger yang nekat menyuarakan kritiknya, seperti kasus yang menimpa Raif Badawi. Ia dihukum 10 tahun penjara dan 10.000 pecutan lantaran dianggap melecehkan Islam. (rzn/yf - sumber: RSF)
Foto: imago/Mauersberger
9 foto1 | 9
Korban kelompok minoritas
Di Mesir, penggunaan pasal penghinaan agama naik sejak jatuhnya presiden Husni Mubarak, kata laporan tersebut. Mengutip aktivis lokal, laporan itu menemukan bahwa kasus-kasus tuduhan penghinaan agama menimpa 63 orang selama 2011-2012, dengan target kelompok minoritas Kristen.
Komisi Amerika itu menegaskan posisinya yang menentang penggunaan blasphemy, dan menekankan bahwa mereka mendukung “perlindungan atas keyakinan individu.“
“Kecenderungan membesarnya penggunaan hukum penghinaan agama, jelas akan membawa ke arah meningkatnya pelanggaran atas kebebasan beragama dan berekspresi,” kata Knox Thames, direktur komisi tersebut yang menangani masalah riset dan kebijakan.
“Pemerintah akan memenjarakan orang, dan para ekstrimis bisa membunuh orang lain dengan alasan sentimen agama…” kata dia, sambil menyebut hukum blasphemy “secara inheren (dalam dirinya) bermasalah”.
Umat yang Terbelah: Pandangan Mayoritas Muslim Tentang Syariah dan Negara
Apakah Al-Quran dan Syariah Islam harus menjadi konstitusi di negara muslim? Inilah hasil jajak pendapat yang digelar Pew Research Centre di delapan negara sekuler berpenduduk mayoritas muslim
Foto: Ahmad Gharabli/AFP/Getty Images
Malaysia
Hasil jajak pendapat Pew Research Centre tahun 2015 silam mengungkap lebih dari separuh (52%) penduduk muslim Malaysia mendukung pandangan bahwa konstitusi negara harus mengikuti Syariah Islam secara menyeluruh. Sementara 17% mewakili pandangan yang lebih moderat, yakni ajaran Al-Quran hanya sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Sisanya (17%) menolak pengaruh agama pada konstitusi.
Foto: Getty Images/M.Vatsyayana
Pakistan
Dari semua negara berpenduduk mayoritas muslim, Pakistan adalah yang paling gigih menyuarakan penerapan Syariah Islam sebagai konstitusi negara. Sebanyak 78% kaum muslim mendukung pandangan tersebut. Hanya 2% yang mendukung sekularisme dan menolak pengaruh agama dalam penyelenggaraan negara.
Foto: Reuters/P.Rossignol
Turki
Pengaruh Kemalisme pada masyarakat Turki masih kuat, kendati politik agama yang dilancarkan partai pemerintah AKP. Hanya sebanyak 13% kaum muslim yang mendukung Syariah Islam sebagai konstitusi, sementara mayoritas (38%) mewakili pandangan moderat, yakni Al-Quran sebagai acuan tak resmi. Uniknya 36% penduduk tetap setia pada pemisahan agama dan negara.
Foto: Getty Images/C. McGrath
Libanon
Mayoritas kaum muslim Libanon (42%) yang memiliki keragaman keyakinan paling kaya di dunia menolak pengaruh agama pada konstitusi. Adapun 37% penduduk mendukung Al-Quran sebagai acuan tak resmi penyelenggaraan negara. Hanya 15% yang menuntut penerapan Syariah Islam secara menyeluruh.
Foto: J.Eid/AFP/Getty Images
Indonesia
Hingga kini Indonesia masih berpedoman Pancasila. Tak heran jika 52% kaum muslim menolak penerapan menyeluruh Syariah Islam. Namun mereka mendukung pandangan bahwa prinsip Al-Quran harus tercerminkan dalam dasar negara. Sebanyak 22% penduduk menginginkan Syariah sebagai konstitusi dan 18% menolak pencampuran antara agama dan negara.
Foto: Getty Images/O. Siagian
Yordania
Penduduk muslim di Yordania tergolong yang paling konservatif di dunia. Sebanyak 54% menginginkan Syariah Islam sebagai landasan negara. Sementara 38% menolak Syariah, namun mendukung pandangan bahwa konstitusi tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran. Hanya 7% yang memihak Sekularisme sebagai prinsip dasar negara.
Foto: S. Samakie
Nigeria
Sebagian besar kaum muslim Nigeria (42%) lebih mendukung faham Sekularisme ketimbang Syariah Islam. Di negeri yang sering dilanda konflik agama itu hanya 22% yang mengingingkan Syariah Islam sebagai konstitusi. Sementara 17% mewakili pandangan moderat, dan puas pada konstitusi yang tidak melanggar hukum Islam.
Foto: DW/Stefanie Duckstein
Palestina
Tahun 2011 hanya 38% penduduk Palestina yang mendukung Syariah sebagai konstitusi, pada 2015 jumlahnya berlipatganda menjadi 65%. Sementara 23% mewakili pandangan yang lebih moderat terkait penerapan Syariah. Hanya 8% yang menolak agama mencampuri urusan negara. (rzn/hp - Pew Research Centre, Economist)
Foto: Reuters/I. A. Mustafa
8 foto1 | 8
Penghinaan agama adalah sebuah isu sensitif bagi banyak Muslim, yang melarang menampilkan gambar Nabi Muhamad. Protes kekerasan meletus di dunia Islam setelah munculnya kasus kartun Nabi Muhamad di Denmark, serta kasus film murahan yang dianggap menghina Nabi Muhamad.
Indonesia disorot
Pakistan di masa lalu telah mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar menjadikan pasal penghinaan agama diakui secara internasional, dengan alasan bahwa menghina Nabi Muhamad adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.
Laporan itu juga menyoroti penangkapan di Bangladesh atas tiga orang yang mengaku dirinya ateis tahun lalu. Komisi tersebut juga menyebut Indonesia telah menangkap lebih dari 120 orang sejak tahun 2003, atas tuduhan menghina agama, meski umumnya mereka tidak dihukum.
Meski sebagian besar kasus penghinaan agama terjadi di dunia Islam, tapi komisi itu mencatat bahwa Rusia, tahun lalu menggunakan hukum penghinaan agama, setelah pengadilan Negara itu menjatuhi hukuman atas band Pussy Riot yang mengkritik Putin sambil menggelar pertunjukan di dalam sebuah katedral.
Laporan itu menyebut Yunani, di mana seorang laki-laki ditangkap pada 2012 atas tuduhan menghina agama setelah mengejek seorang biarawan Ortodoks melalui Facebook.
Satu Rumah Tiga Agama
Sebuah proyek di Berlin ingin menyatukan tiga agama Samawi dalam satu atap. Nantinya umat Muslim, Kristen dan Yahudi saling berbagi ruang saat beribadah. The House of One bakal dibiayai murni lewat Crowdfunding.
Foto: Lia Darjes
Berkumpul di Bawah Satu Atap
Tidak lama lagi ibukota Jerman, Berlin, bakal menyambut sebuah rumah ibadah unik, yang menyatukan tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Rencananya The House of One akan memiliki ruang terpisah untuk ketiga agama, dan beberapa ruang umum untuk para pemeluk buat saling bersosialiasi.
Foto: KuehnMalvezzi
Tiga Penggagas
Ide membangun The House of One diusung oleh tiga pemuka agama, yakni Pendeta Gregor Hohberg, Rabi Tovia Ben-Chorin dan seorang imam Muslim, Kadir Sanci. "Ketiga agama ini mengambil rute yang berbeda dalam perjalanannya, tapi tujuannya tetap sama," ujar Kadir Sanci. Menurutnya The House of One merupakan kesempatan baik buat ketiga agama untuk menjalin hubungan dalam kerangka kemanusiaan
Foto: Lia Darjes
Berpondasi Sejarah
Di atas lahan yang digunakan The House of One dulunya berdiri gereja St. Petri yang dihancurkan pada era Perang Dingin. Arsitek Kuehn Malvezzi memutuskan menggunakan pondasi gereja St. Petri untuk membangun The House of One. Sang arsitek mengakomodir permintaan masing-masing rumah ibadah, seperti Masjid dan Sinagoga yang harus mengadap ke arah timur.
Foto: Michel Koczy
Cerca dan Curiga
Awalnya tidak ada komunitas Muslim yang ingin terlibat dalam proyek tersebut. Namun, FID, sebuah kelompok minoritas Islam moderat yang anggotanya kebanyakan berdarah Turki mengamini. Kelompok tersebut harus menghadapi cercaan dari saudara seimannya lantaran dianggap menkhianati aqidah Islam. Namun menurut Sanci, perdamaian adalah rahmat semua agama.
Foto: KuehnMalvezzi
Dikritik Seperti Makam Firaun
Tidak jarang proyek di Berlin ini mengundang kritik tajam. Salah seorang tokoh agama Katholik Jerman, Martin Mosebach, misalnya menilai desain arsitektur The House of One tidak mencerminkan sebuah bangunan suci. Bentuk di beberapa bagiannya malah tampak serupa seperti makan Firaun. Tapi ketiga pemuka agama yang terlibat memilih acuh dan melanjutkan dialog terbuka untuk menggalang dukungan publik
Foto: Lia Darjes
Sumbangan Massa
Penggagas proyek The House of One menyadari betul pentingnya peran publik dalam pembangunan. Sebab itu mereka sepenuhnya mengandalkan pendanaan massa alias crowdfunding. Setiap orang bisa menyumbang uang buat membeli satu batu bata. Sebanyak 4,350.000 batu bata dibutuhkan buat menyempurnakan bangunan. Sejauh ini dana yang terkumpul sebesar 1 juta Euro dari 43 juta yang dibutuhkan
Foto: KuehnMalvezzi
Merajut Damai
Manajamen proyek berharap rumah baru ini bakal menjadi pusat pertukaran budaya antara ketiga pemeluk agama untuk saling menengenal dan saling menghargai. "Adalah hal baik buat mengenal lebih dekat jiran kita," ujar Imam Kadir Sanci.