Dilema 'du/Sie' dalam Bahasa Jerman
8 Januari 2013Pemilihan 'du/Sie' dalam bahasa Jerman terkadang menjadi dilema bahkan untuk pengguna bahasa Jerman tingkat tinggi sekalipun.
"Dalam lingkaran pribadi, seorang tetua atau yang dituakan selalu menjadi orang yang menyarankan kepada seseorang yang lebih muda untuk menggunakan bentuk tidak formal 'du' ketimbang 'Sie' dalam sebuah percakapan," ujar Hans-Michael Klein, ketua German Knigge Society - institusi ternama di Jerman untuk urusan menyangkut etiket.
Namun dalam lingkaran profesional, usia tidak berperan - yang penting adalah jabatan seseorang. "Jadi seorang atasan harus selalu menjadi sosok yang menawarkan penggunaan 'du' kepada para pegawainya, baik yang lebih tua maupun yang lebih muda," jelas said Klein. "Kalau tingkat jabatannya sama - contohnya sama-sama kepala departemen - baru sosok yang lebih senior menganjurkan bentuk komunikasi informal."
Anda mungkin berpikir semua itu terdengar cukup jelas.
'Du' tidak selalu 'du'
Namun masalahnya terletak pada detail. Di Hamburg misalnya, seseorang dapat memanggil orang lain dengan menggunakan nama depan yang di Jerman secara umum dianggap tak formal, tapi sekaligus mengatakan 'Sie.'
Seorang atasan dapat berkata kepada pegawainya: "Markus, könnten Sie bitte…?" yang terjemahannya : "Markus, dapatkah anda [formal, orang kedua tunggal] tolong...") Ini disebut bentuk 'Hamburger du' dan kerap dijumpai dalam hubungan atau hierarki asimetris, seperti antara para atasan dengan bawahan mereka. Tapi sang pegawai baik dalam situasi apapun tidak boleh merespon dengan cara yang sama: Ia harus selalu menyapa atasannya dengan 'Sie,' dan 'Herr' atau 'Frau' dilanjutkan dengan nama belakang.
Di Bayern justru sebaliknya. Seseorang dapat disapa 'du,' tapi nama belakang digunakan secara bersamaan: "Schmitz, kommst du?"
Masih mengikuti gaya Bayern ini, ada juga yang disebut 'du versi kasir,' yang penggunaannya tergantung situasi. Seorang kasir yang tidak tahu harga suatu produk berteriak ke seorang kolega: "Frau Meier, weisst du, was die Birnen kosten?" ("Nyonya Meier, apakah anda [orang kedua, tunggal] tahu berapa harga buah pir?")
Lalu ada 'Genossen-Du' - yakni 'du versi kamerad atau teman,' yang digunakan antar suporter Partai Sosial Demokrat (SPD). Orang-orang menggunakannya untuk mengindikasikan bahwa mereka berada di antara orang-orang yang berpikiran sama.
Sebuah cerminan masyarakat
"Cara menyapa adalah dan selalu menjadi sebuah ungkapan mengenai perubahan dalam masyarakat dan dinamika sebuah grup," kata Holger Klatte, jurubicara Gesellschaft für deutsche Sprache (GfdS) atau Masyarakat Berbahasa Jerman. Dalam kata lain, konvensi linguistik semacam ini selalu berubah-ubah dan menjadi cerminan situasi masyarakat.
Pada Abad Pertengahan, misalnya, "seseorang yang kelas sosialnya tinggi dalam masyarakat disapa dengan 'Ihr' - bentuk orang kedua jamak," ungkap Klatte. Kemudian, hierarki sosial mendorong orang-orang dengan kelas sosial tinggi disapa dengan bentuk orang ketiga tunggal: "Hat der Herr wohl geruht?" ("Apakah tuan tidur dengan nyenyak?")
Kemudian, pada periode Modern Awal, menyusul akhir abad pertengahan, kalangan monarki menuntut cara menyapa dengan 'er' (lelaki) atau 'sie' (perempuan) dalam bentuk tunggal, dikombinasikan dengan kata kerja orang ketiga jamak. Sebagai contoh: "Haben Eure Majestät wohl geruht? Wünschen Er ein morgendliches Bad?" ("Apakah Yang Mulia tidur dengan nyenyak? Apakah Ia ingin [kata kerja jamak] mandi pagi?")
Dalam bahasa Inggris juga, "Your Majesty" sangat berbeda dengan "Hey, you."
Aliran tiada henti
Kini, penggunaan 'du' dalam bahasa Jerman jauh lebih fleksibel dari zaman dulu. Terutama dinamis di bidang marketing yang dalam sebuah kampanye untuk produk mahal seperti mobil Mercedes akan menggunakan 'Sie' - bentuk formal - sementara toko mebel yang menawarkan diskon menggunakan 'du.' Penggunaan yang kedua menunjukkan rasa komunitas yang nyaman.
Namun penggunaan 'du' dapat juga dianggap sebagai tanda sikap tak hormat, seperti dalam kasus presenter televisi ternama sekaligus musikus beken Jerman, Dieter Bohlen. Beberapa tahun lalu, setelah Bohlen menggunakan bentuk 'du' untuk menyapa seorang polisi, polisi tersebut menyeretnya ke pengadilan. Bohlen membela diri dengan mengatakan bahwa penggunaan 'du' adalah sesuatu yang normal dalam pekerjaannya. Sidang berpihak pada Bohlen; jika ia kalah, ia harus membayar denda 500 Euro.
Jebakan-jebakan sosial
Lalu ada situasi-situasi yang rumit, seperti pergeseran dari 'Sie' ke 'du.' Contohnya atasan anda, setelah beberapa gelas minuman anggur saat pesta Natal, menginginkan anda menggunakan bentuk informal 'du.' Tapi apa yang anda lakukan esok harinya, saat semua orang dalam keadaan sadar dan kembali di lingkungan kantor? Apakah atasan anda tetap menganjurkan hal yang sama, atau bahkan mengingatnya?
"Saran saya adalah menghindari menyapa atasan anda secara langsung," Hans-Michael Klein menganjurkan. "Anda bisa mengatakan sesuatu seperti: 'Bukankah kita ingin mendiskusikan topik ini atau topik itu?'" Langkah yang terbaik adalah membiarkan atasan anda memimpin. "Mengingatkan atasan anda mengenai perjanjian 'du' tidak pernah boleh dilakukan," Klein memperingatkan.
Namun baik situasinya seperti ini atau situasi linguistik rumit lainnya menyangkut sapaan 'du' atau 'Sie,' Hans-Michael Klein memiliki satu aturan wajib: Selalu sopan, dan jangan mengganggu orang atau menarik perhatian negatif. Bagaimanapun, ini adalah sebuah elemen etiket sosial yang universal, dan tidak hanya berlaku bagi pertanyaan 'du/Sie.'