1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dilema UU Cipta Kerja, Kepentingan Siapa?

16 Oktober 2020

Undang-Undang Cipta Kerja diyakini mampu menyelamatkan Indonesia dari jebakan middle income trap. Peraturan dinilai membuka lapangan pekerjaan dan membantu pelaku usaha kecil, tapi di disi lain hak-hak buruh dipangkas.

Demo omnibus law
Foto: Fauzan/Antara Foto/Reuters

Meski sudah lebih dari sepekan disahkan oleh DPR melalui sidang Paripurna pada 5 Oktober silam, polemik pro dan kontra Undang-Undang Cipta Kerja tetap hangat diperbincangkan. Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin meyakini UU Cipta Kerja mampu menjadi penyelamat Indonesia untuk lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

Musababnya, peraturan yang dijuluki undang-undang sapu jagad ini mampu memangkas birokrasi dan memberikan kemudahan izin berusaha serta regulasi yang sederhana dan efisien untuk menarik minat para investor. Terlebih lagi dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia, jadi momentum tepat untuk lolos dari jebakan tersebut. Karenanya banyak lapangan pekerjaan diyakini mampu tercipta.

Di sisi lain UU Cipta kerja dinilai banyak kalangan merugikan pihak pekerja seperti buruh, nelayan, dan petani. Undang-undang cipta kerja dianggap hanya akan memberikan keuntungan kepada pemilik modal.

Bantu pelaku usaha kecil

Wakil Ketua Komisi Tetap Pembiayaan Infrastruktur Bidang Konstruksi & Infrastruktur KADIN, Irvan Rahardjo, mengatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dapat membuka lebar lapangan pekerjaan khususnya untuk para pelaku UMKM sebagaimana diatur dalam Pasal 97.

“Pemerintah membuka peluang bagi para pelaku usaha mikro dan kecil dengan memberikan porsi paling sedikit 40 persen dari hasil produk dalam negeri untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat,“ ujar Irvan dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (16/10) sore.

Irvan menyampaikan, dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 102  mengatur bahwa para pelaku UMKM akan mendapat pendampingan dari pemerintah melalui akses-akses pembiayaan. “Pembiayaan alternatif UMKM untuk pemula, pembiayaan dari dana kemitraan, bantuan hibah dari pemerintah, dana bergulir, tanggung jawab perusahaan.“

Irvan meyakini bahwa para pengusaha kecil akan sangat terbantu dengan adanya peraturan ini. “Maka sekarang ini oleh Undang-Undang Cipta Kerja ini, UMKM itu bukan saja mendapatkan pancingnya, mendapatkan ikannya, tapi juga mendapatkan perahunya, mendapatkan jalanya sekaligus untuk bisa mendapatkan bisnis atau peluang usaha,“ jelasnya.

Namun, ia menegaskan bahwa implementasi UU Cipta Kerja masih mempunyai banyak kendala sehingga memerlukan banyak aturan turunan.

“Dia masih banyak membutuhkan lagi peraturan pemerintah, peraturan menteri, turunan-turunan dari undang-undang ini masih sangat banyak yang menjadi PR kita. Inilah yang menjadi kendala,“ ujarnya.

Demo menolak UU Cipta Kerja berujung ricuh di Jakarta (08/10)Foto: Antara Foto/Galih Pradipta/Reuters

PKWT kontrak seumur hidup

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, mengatakan ada poin-poin dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai pihaknya merugikan kaum buruh.

“Soal PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), ada soal (tenaga) alih daya outsourcing, soal upah minimum sektoral yang hilang, dan satu lagi soal pesangon. Kami akan perjuangkan,“ tutur Elly.

Ia mengatakan bahwa pada draf awal RUU Cipta Kerja yang diberikan pemerintah ke DPR pada awal tahun tidak terdapat pasal yang mengatur soal PKWT sebagaimana tertulis di Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan - yang telah dihapus MK. Kemudian pihaknya memberikan masukan dalam proses serap aspirasi kepada DPR, namun tidak terakomodasi.

Kini, dalam UU Cipta Kerja mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak memiliki batas waktu. “Waktu kami masuk di tim (perumus) lalu kami perjuangkan itu dikembalikan, tapi (sekarang) bukan ini yang kami inginkan,“ jelas Elly.

Pesangon dipangkas

Elly juga menyoroti dipangkasnya pesangon yang diterima pekerja menjadi 25 bulan upah dari yang sebelumnya 32 bulan upah. Pesangon terdiri dari 19 bulan upah yang dibayarkan oleh perusahaan dan 6 bulan melalui BPJS Ketenagakerjaan lewat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

“Orang yang mendapatkan pesangon yang sudah disahkan ini adalah orang yang bekerja selama 24 tahun,“ tutur Elly.

Lebih lanjut ia mempertanyakan adanya revisi yang dilakukan terhadap draf final UU Cipta Kerja. DPR lewat Sekjen Indra Iskandar telah mengantarkan draf final UU Cipta Kerja kepada Presiden Joko Widodo, pada Rabu (14/10). Draf tersebut terdiri dari 812 halaman dan memuat 15 bab, 11 klaster, dan 186 pasal.

“Ada apa sih? Kemarin disahkan tanggal 5 (Oktober) tapi masih dilanjut untuk diedit-edit. Siapa yang tahu? Sebenarnya itu harus selesai di paripurna, tidak ada seorang pun yang bisa membuang satu angka atau satu huruf,“ tegasnya.

Antara hak buruh dan solusi pengangguran

Elly pun berpendapat bahwa semestinya alasan pemerintah untuk menggaet investasi sebagai solusi masalah pengangguran tidak dibarengi dengan pengurangan hak-hak pekerja.

“Seperti meminta ke kita harus prihatin kepada yang menganggur...Tugasnya pemerintah adalah buka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya tanpa mengganggu lagi hak-hak buruh yang sudah diterima. Kalau tidak bisa diperbaiki (hak-hak buruh), lebih bagus minimal stay tetap di situ,“ pungkasnya.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa dengan lahirnya UU Cipta Kerja akan membuka lapangan pekerjaan terutama bagi lulusan perguruan tinggi.

"Undang-undang ini menjamin adik-adik setelah lulus kuliah menjadi pengusaha, dengan kemudahan yang ada pada undang-undang ini. UMK (Usaha Mikro dan Kecil) hanya perlu NIB (Nomor Induk Berusaha). Semuanya elektronik lewat OSS (Online Single Submission), 3 jam beres," papar Bahlil dalam keterangan tertulisnya yang diterima DW Indonesia, Jumat (16/10).

rap/yp (dari berbagai sumber)