1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Dimensi Baru Terorisme Ekstrem Kanan di Jerman

21 Februari 2020

Serangan teror di Hanau yang menewaskan 9 warga migran berlatar belakang rasisme ekstrem kanan. Pemerintah Jerman bertekad memerangi ekstremisme kanan lebih tegas lagi.

Demonstrasi kelompok radikal kanan Jerman
Foto: picture-alliance/J. Tack

Tobias R. Rabu malam (19/2)menembak mati sembilan orang dan melukai sedikitnya empat orang lain di kota Hanau di dua lokasi tempat warga migran berkumpul. Setelah itu dia pulang ke rumahnya, membunuh ibunya dan diri sendiri. Di internet dia mengunggah video dan surat pernyataan penuh kebencian terhadap warga asing.

Terorisme ekstrem kanan sedang meningkat di Jerman. Menurut Badan Perlindungan Konstitusi Verfassungsschutz ada sekitar 12.700 ekstrimis kanan di Jerman yang "berorientasi pada kekerasan." Dinas Kriminal Jerman BKA saat ini mencatat sekitar 60 pelaku ekstrem kanan yang berpotensi melakukan aksi kekerasan sampai serangan teror. Jumlah ini berarti lima kali lebih banyak dibanding tahun 2012, kata seorang juru bicara BKA.

Jaksa Penuntut Christoph Hebbecker dari divisi Cybercrime BKA mengatakan kepada DW, sejak Februari 2018 ada sekitar 1.000 pengaduan pidana yang diduga dilakukan oleh ekstremis kanan.

Sel teroris ekstrem kanan dibongkar

Baru saja minggu lalu, polisi melakukan penggerebekan di 13 apartemen di seluruh Jerman dan membongkar sel teror yang diduga berencana menyulut kekacauan. Mereka berencana melakukan provokasi untuk menjerumuskan Jerman ke dalam "situasi perang saudara" lalu membuat situasi tidak terkendali dengan melakukan serangan gelap terhadap pada para politisi, pencari suaka dan warga muslim. Polisi menangkap 12 orang yang terlibat dalam sel teror itu.

Tetapi para penyelidik kejahatan ekstrem kanan sering menghadapi tantangan untuk mengumpulkan bukti yang cukup bagi pengadilan. Kesulitan itu digambarkan dengan baik dalam kasus Franco A., seorang letnan angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr. Franco A. ditangkap tahun 2017 dengan tuduhan "mempersiapan tindakan subversi kekerasan yang serius." Dia menyamar sebagai pengungsi asal Suriah dan sempat dimasukkan ke tempat penampungan pengungsi. Dia berencana melakukan serangan teror dalam penyamaran, agar pengungsi Suriah dituduh sebagai pembawa teror. Namun dia tetangkap sebelum berhasil menjalankan rencananya.

Franco A. menghabiskan tujuh bulan dalam tahanan untuk pemeriksaan. Dia juga dituduh bermaksud melakukan serangan gelap terhadap Menteri Luar Negeri Heiko Maas dan wakil ketua parlemen Jerman, Claudia Roth. Meskipun ada bukti bahwa Franco A. telah menimbun senjata dan bahan peledak, Pengadilan Tinggi Frankfurt menolak gugatan bahwa dia merencanakan serangan teroris. Alasannya: tidak ada bukti yang cukup.

Pengadilan Frankfurt mengatakan bahwa Franco A. memang memiliki "sikap etno-nasionalis dan anti-Semit yang rasis" tetapi "sangat mungkin" dia belum membuat "keputusan tegas" untuk melakukan serangan teror. Setelah kejaksaan mengajukan banding, Pengadilan Federal kini memerintahkan kepada pengadilan Frankfurt untuk membuka proses pidana terhadap Franco A, namun hingga kini belum ada tanggal persidangan yang ditetapkan.

Melawan kebencian rasis secara online dan offline

Pemerintah Jerman baru saja mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kebencian di platform online. Bulan Januari lalu, Menteri Dalam Negeri Horst Seehofer mengumumkan larangan terhadap organisasi neo-Nazi "Combat 18”, yang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris. Hari Rabu lalu (19/2), pemerintah mengajukan rancangan undang-undang yang bertujuan menindak ujaran kebencian. Menurut RUU itu, ujaran kebencian di platform online yang memuat ancaman pembunuhan dan pemerkosaan dapat dikenakan sanksi hukum hingga tiga tahun penjara. Dalam kasus ancaman kebencian yang menargetkan politisi lokal, sanksi hukuman bahkan lebih berat lagi, sampai lima tahun penjara.

Rancangan undang-undang ini diajukan setelah meningkatnya ancaman online terhadap politisi di Jerman. Bulan Juni lalu, politisi lokal Walter Lübcke ditembak mati di rumahnya, setelah beberapa kali menerima ancaman pembunuhan. Dia dikenal sebagai anggota partai Kanselir Angela Merkel, CDU, dan pendukung kebijakan Merkel yang membuka Jerman bagi pengungsi dan pencari suaka asal Suriah. Polisi mengatakan, kasus pembunuhan itu dilakukan oleh seorang ekstremis kanan, yang sekarang sudah ditahan.

Divisi Cybercrime BKA yang berpusat di kota Köln mengatakan, mereka sudah mengidentifikasi 130 orang yang diduga melakukan "kejahatan rasial online” dari Jerman dan luar negeri selama dua tahun terakhir. (hp/yf)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait