Dingin Tak Halangi Demo Pro- dan Anti-Putin
4 Februari 2012Puluhan ribu pengunjuk rasa yang menentang Perdana Menteri Vladimir Putin berkumpul di Moskow hari Sabtu (4/2). Sementara pengunjuk rasa tandingan yang pro-Kremlin berkumpul tak jauh dari mereka.
Unjuk rasa menuntut pemilihan umum yang adil ini menjadi unjuk rasa anti-Putin massal ketiga dalam 2 bulan terakhir. Demonstrasi tersebut dipandang sebagai tes penting bagi momentum gerakan unjuk rasa, sebulan sebelum pemilihan presiden digelar.
Polisi menyatakan 36 ribu orang mengikuti unjuk rasa anti-Putin. Namun pemimpin oposisi menyebut jumlah peserta mencapai 120 ribu orang. Reporter di lapangan melaporkan unjuk rasa setidaknya sebesar unjuk rasa oposisi terakhir di bulan Desember. Saat itu 120 ribu orang ikut serta.
Hingga 138 ribu orang ambil bagian dalam unjuk rasa pro-Putin hanya berjarak beberapa kilometer. Kremlin memiliki reputasi gemar memperbanyak jumlah pengunjuk rasa dengan menarik simpati warga sekitar. Kalangan guru juga menyatakan didesak serikat dagang untuk mendukung Putin.
"Saya memiliki sesuatu yang saya yakini," ujar Sergei Bedchuk, seorang guru berusia 54 tahun yang mengikuti unjuk rasa oposisi. "Saya tidak bisa ikut dengan yang lain mendukung Putin."
Udara dingin
Kedua pihak tampak tak gentar di tengah cuaca ekstrem yang melanda berbagai penjuru Eropa. Suhu di Moskow turun hingga minus 17 derajat Celsius.
Para pengunjuk rasa mendesak diulangnya pemilu parlemen yang digelar Desember lalu. Juga pembebasan sejumlah tahanan politik termasuk raja minyak Mikhail Khodorkovsky.
Pimpinan oposisi Ilya Yashin menyebut pemilu presiden yang akan digelar 4 Maret mendatang sebagai palsu dan tidak sah. Grigory Yavlinsky yang dilarang mencalonkan diri melalui partai oposisi Yabloko, mengatakan bahwa gerakan anti-Putin hanya akan terus berkembang.
"Kami membela masa depan negara," ujarnya. "Lawan-lawan kami tak lama lagi akan menyadari bahwa ini baru permulaan."
Putin yang secara luas diperkirakan akan memenangkan pemilu presiden, telah mencemooh para pengunjuk rasa yang dinilai kurang kepemimpinan.
Carissa Paramita/dw
Editor: Christa Saloh-Foerster