Pelarangan penggunaan hijab di lembaga peradilan Bosnia menyulut aksi protes. Terutama dikritik ketiadk adilan, diskiriminasi dan marjinalisasi kaum wanita berjilbab.
Iklan
Lebih dari 2000 orang, berdemonstrasi di Sarajevo, Bosnia, menentang kebijakan pelarangan pemakaian hijab di lembaga-lembaga hukum.
“Kami berhimpun memprotes ketidakadilan, diskriminasi dan marjinalisasi,“ ujar salah seorang koordinator aksi protes Samira Zunic Velagic. “Larangan memakai hijab di lembaga peradilan adalah serangan serius terhadap kehormatan kepribadian dan identitas Muslimah. Ini merupakan pelanggaran ... yang bertujuan merampas hak warga untuk bekerja," tambahnya.
Aksi protes itu dipicu oleh keputusan terbaru dari Dewan Kehakiman Tinggi Bosnia, yang bertugas mengawasi fungsi peradilan. Dewan melarang "simbol-simbol agama" dipakai di lembaga peradilan. Keputusan yang menyangkut kepentingan para pekerja di sektor ini, secara eksplisit menyebut pelarangan hijab. Para pemimpin politik dan agama Muslim Bosnia serta berbagai asosiasi Muslim lokal mengecam keras kebijakan tersebut.
Para demonstran berbaris sekitar satu jam melalui pusat kota sambil membawa spanduk bertuliskan "Hijab adalah pilihan saya," serta: "Hijab adalah hak saya" atau "Hijab adalah Hidup saya."
"Kami datang ke sini untuk mengatakan bahwa kami bukan korban penutup kepala dan leher ini. Kami datang untuk membela hak-hak kami. Ini adalah mahkota kami, kebebasan kami, kehormatan kami," papar Elisa Hamovac, perempuan berusia 33 tahun, seorang ibu rumah tangga yang mengenakan jilbab biru muda.
Sekitar 40 persen dari penduduk Bosnia ynag berjumlah 3,8 juta beragama Muslim, dan sebagian besarnya beraliran Islam moderat. Penduduk lainnya, sebagian besar menganut Kristen Ortodoks dan Kristen Katholik.
Pemakaian hijab dilarang oleh penguasa komunis ketika Bosnia masih menjadi bagian dari bekas Yugoslavia. Tahun 1992 wilayah itu memproklamasikan kemerdekaannya. Saat ini banyak perempuan Muslim di Bosnia mengenakan hijab, namun, sebagian besar tidak berjilbab.
5 Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Perempuan Arab Saudi
Catatan HAM Arab Saudi tidak bagus. Terutama yang berkaitan dengan perlindungan bagi perempuan dan hak-haknya. Walaupun ada kemajuan, ruang gerak perempuan tetap sangat dibatasi.
Foto: Getty Images/AFP
Menyetir Mobil
Tidak ada UU resmi yang larang perempuan menyetir mobil. Tetapi kepercayaan keagamaan yang mendalam melarangnya. Menurut ulama Arab Saudi, perempuan yang menyetir "tidak mengindahkan nilai-nilai sosial". 2011 sekelompok perempuan mengorganisir kampanye "Women2Drive" dengan menempatkan foto-foto mereka ketika menyetir mobil untuk membangkitkan kesadaran perempuan. Kampanye tidak sukses.
Foto: Jürgen Fälchle/Fotolia
Keluar Rumah Tanpa Didampingi Pria
Perempuan Arab Saudi harus didampingi "pengawal" pria jika meninggalkan rumah. Yang jadi pengawal biasanya pria anggota keluarga. Mereka didampingi ke mana saja, termasuk berbelanja dan ke dokter. Praktek ini didasari tradisi konservatif dan pandangan religius, jika perempuan diberi kebebasan, maka akan mudah berbuat dosa.
Foto: imago/CTK/CandyBox
Mengenakan Baju atau Kosmetik Yang Tonjolkan Kecantikan
"Dress code" diatur berdasarkan hukum Islam dan diterapkan di seluruh negeri, tapi tidak sama ketat di semua tempat. Sebagian besar perempuan diharuskan pakai jubah hitam yang tutupi seluruh tubuh dan penutup kepala. Wajah tidak sepenuhnya harus ditutupi, tapi ada juga yang menuntut. Itu semua tidak hentikan polisi agama tegur perempuan karena katanya pakai baju salah atau gunakan banyak kosmetik.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Berinteraksi dengan Pria
Perempuan ditutut batasi waktu yang dilewatkan bersama pria yang tidak punya hubungan darah. Sebagiana besar bangunan umum punya jalan masuk berbeda untuk pria dan perempuan, lapor Daily Telegraph. Di kendaraan umum, taman, pantai juga ada pemisahan antara pria dan perempuan. Jika "bercampur" tanpa ijin bisa sebabkan kedua pihak dituntut, tetapi perempuan biasanya hadapi hukuman lebih berat.
Foto: Fotolia/Minerva Studio
Berkompetisi Bebas dalam Dunia Olah Raga
Awal 2015 Arab Saudi mengajukan diri menjadi tuan rumah Olimpiade khusus untuk kaum pria. Pangeran Fahad bin Jalawi al-Saud, yang jadi konsultan bagi komite Olimpiade Arab Saudi mengatakan, masyarakat sulit menerima bahwa perempuan bisa berkompetisi dalam olah raga. Ketika Arab Saudi mengirim atlet perempuan ke London untuk pertama kali, ulama garis keras menyebut mereka sebagai "pelacur".