Museum Jerman Kembalikan Karya Seni kepada Ahli Waris
6 Agustus 2019
Ahli Waris keluarga Yahudi menerima kembali sembilan karya seni yang dirampas Nazi tahun 1938 dari pemiliknya. Museum Nasional Bayern sejak 1998 mencari ahli waris karya-karya rampasan Nazi.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Schuldt
Iklan
Setelah lebih 80 tahun, karya-karya seni yang dirampas Nazi akhirnya kembali ke tangan yang berhak. Menteri Kebudayaan negara bagian Bayern, Bernd Sibler, hari Senin (05/08) menyerahkan sembilan karya seni yang dirampas dari suami istri Julis dan Semaya Davidsohn ke tangan ahli warisnya.
"Ini adalah hari yang sangat berarti bagi kami," kata Hardy Langer yang mewakili pihak ahli waris. Dia menyampaikan ungkapan terima kasih atas "tindakan memenuhi keadilan" ini.
Karya-karya seni itu, di antaranya lima lukisan, dirampas Nazi tahun 1938 dari tangan pemiliknya, keluarga Davidsohn.
Suami istri Julius dan Semaya Davidsohn tinggal di München sejak 1917. Setelah Nazi dan Hitler berkuasa, mereka dideportasi ke kamp penampungan Theresienstadt. Julius Davidsohn meninggal di sana bulan Agustus 1942. Istrinya Semaya meninggal beberapa bulan kemudian, April 1943.
Foto: Bayerische Staatsgemäldesammlungen
Penelitian dan pelacakan ahli waris
Setelah Perang Dunia II berakhir, tahun 1955 karya-karya seni rampasan ini menjadi milik Museum Nasional Bayern. Sejak 1998, museum memulai proyek restitusi untuk meneliti para ahli waris dengan tujuan mengembalikan karya-karya seni rampasan, yang ahli warisnya bisa dilacak dan ditemui.
Pihak Museum Nasional Bayern mengatakan, ini adalah restitusi yang ke-15. Asal-usul sembilan karya seni yang dikembalikan telah berhasil diklarifikasi, termasuk proses perampasan dan keberadaannya setelah 1945. Kemudian para ahli warinya berhasil dilacak dan ditemukan, yaitu di London, Simbabwe dan Tel Aviv.
Menteri Kebudayaan Bayern Bernd Silbler menerangkan, upaya pelacakan ahli waris tidak mudah. "Karena peristiwa Holocaust, (seringkali) tidak ada anak-anak (kandung), jadi harus diklarifikasi siapakah yang berhak sebagai ahli waris. Ini masalah rumit, juga dari segi hukum," katanya.
hp/ts (dpa, rpd)
Nasib Seni di Era Hitler
Sebelum ia berkuasa, Adolf Hitler adalah seorang pelukis. Saat ia memimpin Nazi, ia pun mengelompokkan karya seni sesuai seleranya. Karya yang dibencinya dilabeli sebagai "seni yang tak bermoral" dan disita dari museum.
Foto: picture-alliance/akg-images
Seni yang Bobrok
Karya seni modern yang gaya, subjek, dan senímannya tidak disetujui
Adolf Hitler dan kaum Sosialis Nasionalis dicap sebagai 'seni yang bobrok'. Dari tahun 1937, Nazi menyita karya seni semacam itu dari museum-museum di Jerman. Pameran keliling untuk "seni yang bobrok" digelar sebagai bahan olokan di publik. Menteri propaganda Joseph Goebbels dan Hitler menghadiri pameran di München (foto).
Foto: picture-alliance/dpa
Karya Seni Hilter
Hitler sangat menyukai karya seni era Romantisme dan karya abad ke-19. Ia paling suka pemandangan bernuansa damai khas pedesaan. Koleksi pribadinya adalah karya seni milik Cranach, Tintoretto dan Bordone. Mengikuti jejak tokoh idolanya Raja Bavaria Ludwig I. dan Frederick the Great, Hitler juga ingin menggelar pameran seni sesudah pensiun, di "Museum Führer" yang terletak di kota Linz, Austria.
Foto: picture-alliance/Everett Collection/Actual Films
Membuang karya seni
Nazi bukanlah pihak pertama yang menekan para seniman, namun mereka mengambil langkah yang lebih jauh dengan melarang karya mereka ditampilkan di museum. Pada tahun 1937, pihak berwenang memiliki lebih dari 20.000 karya seni yang dikeluarkan dari 101 museum milik negara Jerman. Apa pun yang menurut Nazi tidak 'memperbaiki moral' warga Jerman akan diasingkan.
Foto: Victoria & Alber Museum
Koleksi Nasional Hitler
Karya seni abstrak tidak mendapat tempat pada "koleksi nasional" Hitler. Pada saat "Pameran Seni Jerman Besar" digelar di München, 18 Juli 1937, karya yang dipajang hanya lukisan bergaya tradisional, bernuansa sejarah, dan gambar telanjang. Ketika karya mampu menggambarkan suasana persis seperti kondisi sebenarnya, maka karya tersebut semakin indah di mata Führer.
Foto: Bundesarchiv, Bild 183-C10110/CC-BY-SA
Karya seni apa yang dianggap bobrok?
Bahkan orang-orang di lingkaran terdekat Hitler tidak yakin seniman mana yang disetujui Sang 'Führer'. "Pameran Seni Terhebat Jerman" 1937 dan pameran "Seni Bobrok" yang digelar di München, setidaknya membawa sedikit kejelasan. Yang menarik perhatian Hitler adalah seniman pada periode modern seperti Max Beckmann, Otto Dix, Wassily Kandinsky, Paul Klee, Ernst Ludwig Kirchner dan Max Pechstein.
Foto: picture-alliance/akg-images
Menebar kebencian lewat pameran
Untuk pameran "Seni yang Bobrok", ada sekitar 650 karya seni yang disita dari 32 museum di Jerman. Pameran tersebut disandingkan dengan sketsa karya orang-orang cacat mental dan diperlihatkan bersamaan dengan foto orang lumpuh. Tujuannya: untuk memprovokasi kebencian dan keengganan di antara pengunjung. Lebih dari dua juta pengunjung melihat pameran tersebut dalam tur keliling di berbagai kota.
Foto: cc-by-sa/Bundesarchiv
Dasar hukum
"Undang-Undang Penyitaan Karya Seni yang Bobrok" yang diterbitkan tanggal 31 Mei 1938 menjadi dasar hukum bagi negara untuk menyita karya seni tanpa perlu ganti rugi. Karya seni tersebut dianggap sebagai sumbangan untuk mengisi pundi negara. Saat ini, seni yang dulunya dilabeli sebagai "karya bobrok" oleh Nazi dapat diperdagangkan secara bebas.
Foto: CC by Österreichische Nationalbibliothek
Memperjualbelikan "karya seni yang bobrok"
Seni yang telah disita akan dibawa ke fasilitas penyimpanan di Berlin dan Istana Schönhausen. Banyak karya yang dijual oleh empat pedagang seni era Hitler: Bernhard A. Böhmer, Karl Buchholz, Hildebrand Gurlitt, dan Ferdinand Möller. Pada tanggal 20 Maret 1939, terjadi kebarakan di Berlin. Sekitar 5.000 artefak yang tidak terjual hangus terbakar. Peristiwa itu disebut sebagai "latihan".
Lebih dari 21.000 karya seni yang dicap "seni yang bobrok" disita selama Hilter berkuasa. Namun angka karya seni yang terjual di pasaran berbeda-beda, berkisar
6.000 hingga 10,000. Sebagin lainnya dihancurkan atau hilang. Ratusan karya seni belakangan ditemukan di apartemen milik Cornelius Gurlitt, putra dari ahli sejarah seni ternama di Jerman.