1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PanoramaPalestina

Disabilitas Pesepeda di Gaza Sebarkan Bantuan dan Harapan

24 September 2024

Ketika bom berjatuhan di Jalur Gaza pada Oktober 2023, Gaza Sunbirds, kelompok yang terdiri dari 25 disabilitas pengendara sepeda, mulai mengayuh sepeda mereka untuk membantu masyarakat.

Pesepeda penyandang disabilitas Alaa al-Dali membawa kantong plastik penuh bahan makanan untuk disalurkan ke warga di Gaza.
Pesepeda penyandang disabilitas Alaa al-Dali membawa kantong plastik penuh bahan makanan untuk disalurkan ke warga di Gaza.Foto: Mohammed Soleimane

Alaa al-Dali masih ingat hari ketika dia ditembak oleh penembak jitu Israel pada bulan Maret 2018. Saat itu ia ikut berdemonstrasi di Gaza yang berlangsung setiap hari Jumat. "Saya mengenakan jersey untuk bersepeda dan membawa sepeda," katanya kepada DW.

Dia berdemonstrasi setelah permintaannya untuk meninggalkan Jalur Gaza yang panjangnya 41 kilometer dan lebarnya 12 kilometer, untuk mengikuti kompetisi bersepeda di Mesir, Aljazair, dan tempat lain, ditolak oleh otoritas Israel.

"Saya berada 300 meter dari pagar pembatas sambil memegang sepeda saya ketika kaki saya tertembak. Saya melihat ke bawah dan ada asap keluar." Dokter bertanya kepadanya apakah dia terkena peluru atau bom. "Di Jalur Gaya, tidak ada cukup banyak antibiotik atau peralatan bedah."

Berselang delapan atau sembilan hari, dokter memberi al-Dali pilihan sulit: amputasi kaki atau kehilangan nyawanya.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Ini adalah keputusan sulit bagi mantan anggota tim balap sepeda asal Palestina tersebut. Ia memilih menyelamatkan nyawanya. Beberapa saat kemudian, Alaa al-Dali kembali naik sadel dan menjadi salah satu pendiri Gaza Sunbirds.

"Ide ini datang dari bertemu dengan orang-orang yang kakinya juga diamputasi di Gaza. Lalu lahir ide untuk mewakili Palestina dan menjadi seperti burung yang bebas. Jika Anda tinggal di Gaza, Anda dikepung dari semua sisi, jadi bagi kami itu adalah simbol kebebasan."

Dari pesepeda profesional ke salurkan bantuan di Gaza

Anggota Gaza Sunbirds berjumlah 25 orang, dengan rentang usia antara 12 hingga 49 tahun. "Kami bertemu lima kali dalam seminggu, ini tentang menceritakan kisahmu sendiri dan kembali mendapatkan mobilitas dengan bersepeda."

Sejak 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan Hamas melancarkan serangan terhadap Israel yang menyebabkan 1.200 orang tewas, mereka tidak dapat lagi bersepeda di Gaza. Tanggapan militer Israel atas serangan Hamas, telah meluluhlantakkan Jalur Gaza, hingga kini lebih dari 40.000 orang tewas, banyak yang kehilangan tempat tinggal.

"Tim kami ingin menjaga ide ini tetap hidup, sehingga mereka mulai menggunakan sepeda untuk mendistribusikan paket bantuan kepada masyarakat Gaza,” lanjut al-Dali. "Ini dimulai dengan roti."

Awalnya, Sunbirds mendatangi reruntuhan supermarket dan gudang yang hancur akibat bom dan mencari makanan yang berisiko dibuang atau busuk. Kemudian mereka bernegosiasi langsung dengan para petani. "Ketika Israel menginvasi bagian selatan Jalur Gaza, para petani tidak bisa memanen sayuran mereka," kata salah satu pendiri dan manajer Sunbirds, Karim Ali. 

Mencoba untuk bisa terus beroperasi di Gaza sangatlah sulit. "Tim kami dibom, kawasan aman diserang. Setelah invasi Rafah, kami harus berpindah lokasi."

Selain itu, ada krisis listrik di Jalur Gaza yang berpengaruh pada kelancaran jaringan internet. "Sulit untuk berkomunikasi dan selalu ada gelombang represi baru. Hampir tidak ada logistik dan tidak ada kehidupan normal."

Terlepas dari tantangan yang ada, Sunbirds, dengan mengandalkan donasi dan bermitra dengan organisasi lain, terbukti bisa melakukan perbedaan. Menurut organisasi tersebut, sejauh ini mereka telah mendistribusikan barang bantuan senilai sekitar 270.000 euro. Bantuan ini termasuk 72.000 kilogram bahan makanan, 7.000 makanan hangat dan lebih dari 225 tempat penampungan darurat, meskipun beberapa tenda yang mereka pesan masih tertahan di Mesir.

"Banyak keluarga bergantung pada Sunbirds,” kata Ali. "Mereka terkagum saat melihat kami datang, para penyandang disabilitas bisa memberikan bantuan kepada mereka… Hal ini memberi banyak harapan bagi warga."

Semangat berkompetisi sepeda tetap menyala

Meski Sunbirds berkomitmen menyalurkan bantuan kepada sesama warga Palestina, al-Dali tetap ingin bisa kembali berkompetisi di ajang balap sepeda internasional.

Pada Februari lalu, dia dievakuasi ke Mesir. Konsentrasinya langsung tertuju ke Paralimpiade Paris, dengan Ali sebagai pelatihnya. Al-Dali telah berkompetisi dalam balapan di Belgia, Italia dan Kazakhstan.

"Kami memutuskan, dan punya satu kesempatan terakhir di Olimpiade dan itu melalui tawaran Wildcard," kata Ali. Meski tahu bahwa peluang berhasi sangat tipis, "kami pikir kami dapat mengatasi setiap hambatan."

Saat itu ia tidak berhasil, tetapi keinginan itu masih membara. "Paralimpiade ibarat bintang panduan bagi kami dan akan selalu begitu. Nantikan kami di tahun 2028 dan 2032," kata Ali.

Alaa al-Dali dan anggota Sunbirds masih terus ingin mengikuti perlombaan balap sepeda internasional.Foto: Privat

Punya kesempatan bertanding di Zürich

Kejuaraan dunia balap sepeda dan parasepeda saat ini sedang berlangsung di Zürich, dari 21 hingga 29 September 2024. Al-Dali akhirnya punya kesempatan untuk berkompetisi di sana. Baginya, bisa menduduki posisi di 15 atau 20 besar adalah kesuksesan besar.

"Kenyataannya adalah, Alaa al-Dali akan bersaing melawan yang terbaik dari yang terbaik, melawan orang-orang yang berlatih selama tiga atau empat tahun dan tidak melakukan apa pun selain berlatih," tegas Ali.

Al-Dali mengatakan tim mereka masih menghadapi tantangan yang tidak dihadapi banyak orang lain. "Kami menerima visa pada detik-detik terakhir. Kami selalu menunggu permohonan dan perpanjangan visa," kata Ali. "Kami tidak punya stabilitas, kami tidak punya markas dan tidak ada tempat yang dituju di antara musim dan kompetisi."

Al-Dali juga tidak bisa mengabaikan kurangnya stabilitas dan keamanan bagi keluarga dan teman-temannya di wilayah Palestina. Tapi itulah yang mendorong semangatnya. "Kami memang tidak akan mendapatkan medali, tapi kami akan menunjukkan dan membuktikan kekuatan dari apa yang kami lakukan," ujarnya.

"Dibutuhkan sebuah bangsa untuk mengembangkan seorang atlet. Namun bangsa kami terkoyak, diserang dan tidak punya dana. Namun kami punya cinta, dari Palestina dan dari seluruh dunia."

Diadaptasi dari artikel DW Jerman

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait