Kelompok hak asasi manusia independen mendapatkan dokumen resmi yang secara langsung memperlihatkan keterlibatan pemerintah Myanmar dalam kebijakan keras dan diskriminatif atas Muslim Rohingya.
Iklan
Matthew Smith, direktur eksekutif organisasi Fortify Rights, mengatakan, analisis atas puluhan bocoran dokumen dari para pejabat dan catatan masyarakat, mengungkapkan detail larangan untuk bepergian dengan bebas, mempraktekkan ajaran agama, memperbaiki rumah, kawin dan punya keluarga.
Meski berbagai kebijakan ini telah lama diketahui, namun dalam sejumlah kasus, dokumen ini memperlihatkan bahwa kebijakan itu telah dijalankan sejak beberapa dekade silam.
“Mewakili tingkat perencanaan dan pengetahuan diantara pejabat Myanmar yang menyebabkan meningkatnya pelanggaran (atas Rohingya) ke ambang batas kejahatan kemanusiaan,” kata Smith. ”Berbagai pelanggaran ini, telah dilakukan bertahun-tahun dengan impunitas penuh”.
Rohingya: Genosida di Pelupuk Mata
Minoritas muslim di Myanmar hidup di bawah kezaliman mayoritas. Mereka terusir dari rumah sendiri, tidak memiliki kewarganegaraan dan selamanya dinistakan. Inilah potret kelompok etnis paling tertindas di dunia saat ini.
Foto: AP
Pelarian Kaum Terbuang
Sering disebut sebagai minoritas paling teraniaya di dunia, eksistensi Rohingya di Myanmar ibarat bertepuk sebelah tangan. Mereka tidak diakui sebagai warga negara, tidak punya hak sipil dan terjajah di tanah sendiri. Hingga kini ratusan ribu kaum Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Warisan Kolonialisme
Konflik antara etnis di Myanmar adalah warisan era kolonialisme. Sejak Inggris menduduki kawasan Arakan alias Rakhine 1825, ratusan ribu kaum muslim Bangali diangkut ke Rakhine untuk bekerja. Inggris juga membangun sistem Zamindari yang mengizinkan tuan tanah asal Bangladesh menduduki lahan-lahan milik masyarakat pribumi.
Foto: Reuters
"Buruh Ilegal"
Membanjirnya buruh migran asal Chittagong mendorong pertumbuhan perekonomian kolonial di Rakhine. Namun masyarakat pribumi kian tersisih. Sejahrawan mencatat, saat itu mayoritas Buddha di Rakhine meyakini lahan dan lapangan kerja buat mereka dirampas oleh "kaum pendatang ilegal."
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Separatisme Kelompok Islam
Pada dekade 1940an, sebagian warga muslim Rohingya mendeklarasikan kesetiaan pada Pakistan yang dipimpin Muhammad Ali Jinnah. Mereka bahkan mengundang Islamabad untuk menduduki Rakhine. Ketika ditolak, kelompok tersebut melancarkan gerakan jihad yang bertujuan membentuk negara Islam di utara Rakhine.
Foto: Getty Images
Pembantaian di Arakan
Ketegangan etnis di Rakhine meruncing setelah Inggris mempersenjatai kelompok muslim Rohingya untuk melawan pasukan Jepang selama Perang Dunia II. Celakanya pasukan yang diberi nama Chittagonian V Force itu lebih banyak meneror warga pribumi beragama Buddha yang cendrung mendukung Jepang. Puncaknya terjadi pada 1942 ketika warga Buddha terlibat saling bantai dengan gerilayawan Rohingya.
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Tanpa Pengakuan
Setelah kemerdekaan, Myanmar tahun 1948 menetapkan Undang-Undang kewarganegaraan yang tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui negara. Buntutnya etnis minoritas itu tidak mendapat kewarganegaraan dan semakin rentan terhadap diskriminasi.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Petaka di Negeri Jiran
Situasi di negara bagian Rakhine kian runyam menyusul Perang Kemerdekaan Bangladesh 1971 yang mendorong eksodus pengungsi ke Myanmar. Tahun 1975 Duta Besar Bangaldesh di Myanmar, Khwaja Mohammed Kaiser, mengakui ada sekitar 500.000 pengungsi Bangladesh yang melarikan diri ke Rakhine.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Arus Balik
Negosiasi pemulangan pengungsi Bangladesh berlangsung alot antara dua pemerintah. Bangladesh ironisnya menolak mengakui sekitar 200.000 pengungsi yang telah dipulangkan oleh Myanmar. Setelah melewati perundingan panjang, Myanmar setuju menampung para pengungsi tersebut. Proses pemulangan pengungsi pada dekade 1990an yang berada di bawah pengawasan PBB itu berlangsung brutal.
Foto: DW/C. Kapoor
Genosida di Pelupuk Mata
Proses rekonsiliasi antara etnis Rohingya dan mayoritas Buddha di Rakhine berakhir pahit menyusul kerusuhan 2012. Dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan perempuan Rakhine oleh tiga pria muslim, mayoritas Buddha menyisir kawasan muslim dan membantai 200 penduduk Rohingya. Lebih dari 100.000 ribu terpaksa mengungsi dan kebencian terhadap etnis Rohingya semakin membara di Myanmar.
Foto: picture-alliance/dpa
Bedil Menyalak
Jurang antara mayoritas di Myanmar dengan minoritas muslim melebar seiring perang kemerdekaan yang dilancarkan kaum radikal Islam. Berbagai kelompok, antara lain Rohingya Solidarity Organisation (RSO), mengimpikan negara Islam tanpa kaum Buddha Myanmar. November 2016 silam sekitar 69 gerilayawan separatis Rohingya dan 17 aparat keamanan Myanmar tewas dalam aksi baku tembak di utara Rakhine
Foto: AP
10 foto1 | 10
Myanmar, yang baru saja lepas dari setengah abad kekuasaan brutal junta militer, dirudung kekerasan sektarian sejak mereka memulai transisi demokrasi pada 2011. Sebanyak 280 orang tewas, sebagian besar mereka adalah Rohingya, karena diserang kelompok Buddha, sementara 140.000 lainnya dipaksa meninggalkan rumah.
Tak ada tempat di mana Rohingya – yang digambarkan PBB sebagai salah satu kelompok minoritas paling tertindas di dunia – lebih banyak dikejar-kejar daripada di wilayah barat laut negara bagian Rakhine.
Pengungsi Rohingya - Ditindas dan Diperas
Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Pelayaran Maut
Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia. Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Foto: Asiapics
Lemah dan Kelelahan
Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman. Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perempuan dan Anak-Anak
Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi. Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.
Foto: Reuters/R. Bintang
Tertindas dan Tanpa Kewarganegaraan
Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu. Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perbudakan Modern
Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia. Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Yulinnas
Gelombang Pengungsi
Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat. Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Daerah itu adalah rumah bagi 80 persen dari 1,3 juta Rohingya. Beberapa adalah keturunan dari keluarga yang telah ada di sana selama beberapa generasi. Lainnya datang belakangan dari negara tetangga Bangladesh. Mereka tidak diakui sebagai warga Myanmar, membuat status mereka “stateless“ atau tanpa negara.
Kebijakan sistematis
Dokumen rahasia yang dipublikasikan setebal 79 halaman itu mengungkapkan, para pejabat Myanmar telah mengeluarkan perintah kepada otoritas negara bagian Rakhine sejak 1993 hingga 2008 agar secara konsisten menjalankan kebijakan negara yang membatasi Rohingya.
Beberapa “perintah regional” – tercatat pada 1993, 2005 dan 2008 – disalin ke berbagai departemen yang diturunkan oleh negara bagian dan pemerintahan pusat. Kelompok HAM yang memperoleh bocoran ini mengatakan sebagian besar kebijakan tersebut hingga kini masih berlaku.
Aksi Solidaritas Untuk Rohingya
Di Jakarta, kepedulian terhadap etnis Rohignya diwujudkan dalam aksi demontrasi. Berbagai kalangan berunjukrasa di Kedutaan Myanmar. Mereka mengecam aksi kekerasan yang dilakukan terhadap etnis Rohingya.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Mengusung poster Aung San Suu Kyi
Membawa poster penerima Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, pengunjuk rasa berdemonstrasi di Kedutaan Myanmar, di penghujung November 2016, mengecam kekerasan yang dilakukan militer setempat terhadap etnis Rohingya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara
Mengritik pemerintah dan militer Myanmar
Pengunjuk rasa mengritik tindakan brutal tentara Myanmar yang telah menganiaya dan merenggut nyawa warga Rohingya. Sementara pemerintah setempat dianggap melakukan pembiaran atas tindakan kekerasan tersebut.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/D. Pohan
Mengharapkan bantuan dari berbagai pihak
Mereka juga mengharapkan bantuan dari pemerintah Indonesia agar mendesak pemerintah Mnyamar menghentikan kekerasan tersebut. Masyarakat internasional dihimbau untuk ikut membantu meringankan penderitaan etnis minoritas itu.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Dijaga aparat
Aparat keamanan tampak berjaga-jaga, agar aksi solidaritas terhadap Rohingya berjalan lancar tanpa gangguan apapun.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Stop kekerasan
Sejauh ini pihak pemerintah Myanmar selalu membantah terjadinya kekerasan terhadap etnis minoritas di negara yang juga dikenal dengan sebutan Birma tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Melarikan diri ke Bangladesh
Banyak korban kekerasan di Myanmar itu yang akhirnya melarikan diri ke negara-negara terdekat, di antaranya Bangladesh. Mereka menuju Bangladesh dengan perahu menyusuri sungai Naf hingga melewati perbatasan.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Anak-anak menjadi korban
Anak-anak dan perempuan menjadi korban atas kekerasan yang menimpa etnis mereka. Mereka membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Juga di Indonesia
Banyak di antara pengungsi Rohingya yang juga terdapar di Aceh. Mereka akan dibawa ke medan untuk diproses pemindahannya ke negara-negara lain termasuk Amerika Serikat. Editor: ap/vlz
Foto: Amnesty International
8 foto1 | 8
Perintah-perintah tersebut menjadi dasar pelaksanaan pemberlakuan kebijakan dua anak di kota Maungdaw dan Buthidaung, yang mensyaratkan Rohingya ”yang mempunyai izin menikah“ agar “membatasi jumlah anak, untuk mengontrol tingkat kelahiran agar tetap ada cukup tempat tinggal dan makanan.“
Salah satu dokumen, berisi petunjuk rinci bagi para pejabat untuk mengkonfirmasi perempuan sebagai ibu kandung bayi, dan jika diduga berbohong, maka perempuan itu akan dipaksa menyusui di hadapan umum.
ab/hp (afp,ap,rtr)
Keseharian Pengungsi Rohingya di Aceh
Sebelum pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk menampung pengungsi, para nelayan Aceh sudah menyelamatkan ratusan yang terlantar di lautan. Bagaimana nasib pengungsi Rohingya setelah tiba di Indonesia?
Foto: Reuters/R: Bintang
Diangkut Truk
Pengungsi Rohingya yang diselamatkan dan berhasil tiba dengan kapal di pelabuhan desa Julok di provinsi Aceh diangkut dengan kendaraan truk terbuka ke tempat penampungan sementara pengungsi.
Foto: Reuters/Beawiharta
Menunggu
Sebelum memasuki tempat penampungan sementara, para pengungsi Rohingya dikumpulkan di lapangan terbuka terlebih dahulu. Identitas mereka didata oleh para relawan.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tenda Medis Darurat
Dalam perjalanan dengan kapal, banyak pengungsi yang jatuh sakit. Di Kuala Langsa, Aceh, didirikan tenda pengobatan darurat.
Foto: Reuters/Roni Bintang
Anak-anak Kelaparan
Ada banyak anak-anak yang tiba di Aceh dengan pengungsi Rohingya. Mereka datang dalam kondisi kelaparan. Beberapa relawan membagikan biskuit bagi anak-anak di pelabuhan desa Julok.
Foto: Reuters/Beawiharta
Mandi Bersama
Tempat membersihkan diri bagi para pengungsi, juga disediakan di desa Julok. Bak besar penuh air, lengkap dengan belasan gayung.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tidur di Lapangan Bulutangkis
Tidak ada kasur yang nyaman. Cukup beralaskan tikar di gedung olahraga (GOR) di Lhoksukon, para pengungsi Rohingya berusaha untuk beristirahat.