Ditekan Pemerintah, Kaum Feminis Cina Teruskan Perlawanan
Jinhan Li
11 September 2025
Sepuluh tahun setelah Cina menangkap lima aktivis feminis yang jadi tonggak penting pergerakan hak-hak perempuan di sana, kesadaran akan hak-hak perempuan terus meningkat meski ruang untuk bersuara kian menyusut.
Gerakan feminis di Cina telah berkembang selama satu dekade terakhirFoto: Peter Parks/AFP/Getty Images
Iklan
Menjelang Hari Perempuan Internasional di tahun 2015, lima aktivis muda yang memperjuangkan hak-hak perempuan Cina - Wang Man, Zheng Churan, Li Maizi, Wei Tingting, dan Wu Rongrong - ditahan polisi di Beijing dan Guangzhou.
Kampanye yang mereka rencanakan sebenarnya sederhana yakni meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual di transportasi umum.
Mereka pun didakwa dengan tuduhan "pertengkaran dan provokasi", sebuah 'pasal karet' yang kerap dituduhkan kepada para aktivis. Kasus "Feminist Five" dengan cepat menjadi peristiwa penting, baik di dalam negeri maupun di skala internasional, menandai titik balik gerakan feminis di negara tersebut.
Salah satu dari Feminist Five, Li Maizi (alias Li Tingting), mengaku kepada DW bahwa penahanan itu meninggalkan trauma mendalam: "Untuk waktu yang lama, setiap kali saya mendengar ketukan di pintu, saya merasakan ketakutan yang luar biasa," ujarnya. Namun, ia percaya penangkapannya memberi efek paradoks yang justru memperkuat kesadaran feminis di Cina.
Kasus ini menarik perhatian global dan membantu membangkitkan kesadaran publik tentang pelecehan seksual. Sepuluh tahun kemudian, kesadaran terhadap kesetaraan gender meningkat, dengan lebih banyak perempuan dan komunitas LGBTQ+ menyuarakan kekerasan dan diskriminasi.
Namun, ruang bagi gerakan feminis untuk bersuara kian menyempit. Konten feminis kerap disensor dan pihak berwenang kian memperluas pembungkaman.
Emei Kung Fu Bikin Para Nona Tergiur Jadi Jawara
Emei Kung Fu Girls adalah kelompok seni bela diri yang beranggotakan perempuan. Di media sosial, video-video mereka yang memukau telah menginspirasi generasi baru gadis muda untuk belajar teknik bertarung kuno ini.
Foto: ADEK BERRY/AFP
Presisi dan fokus
Di Cina, di antara kuil-kuil bersejarah dan gedung-gedung pencakar langit modern, generasi baru seniman bela diri perempuan bermunculan. Di pegunungan Provinsi Sichuan, para perempuan muda ini mendedikasikan diri mereka pada kung fu. Gadis-gadis Emei Kung Fu memberikan kehidupan baru pada seni bella diri kuno ini, dan memelopori tren keterampilannya lewat media sosial.
Foto: ADEK BERRY/AFP
Rajin latihan agar sempurna
Ren Nianjie mengunjungi akademi kung fu Emei di Sichuan. Ia kemudian ingin mempelajarinya di universitas. Rutinitas latihan hariannya berat dan dapat berlangsung hingga tujuh jam, hanya diselingi oleh waktu istirahat makan siang. Para siswa sering menggunakan waktu istirahat makan siang untuk tidur siang guna mengisi ulang tenaga mereka di paruh kedua hari itu.
Foto: ADEK BERRY/AFP
Kekuatan dan martabat
Kung fu bukan hanya teknik bertarung, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang menekankan konsentrasi dan disiplin diri. Menguasai teknik-tekniknya membutuhkan kesabaran dan ketekunan selama bertahun-tahun. Selain Shaolin dan Wudang, Emei adalah bentuk kung fu yang kurang dikenal. Emei Kung Fu Girls kembali mengangkatnya ke permukaan dengan penampilan mereka di media sosial yang memukau.
Foto: ADEK BERRY/AFP
Tersembunyi di pegunungan
Beberapa tahun terakhir, Akademi Emei, yang terletak di Gunung Emei berjuang dengan jumlah anggota yang makin sedikit. Namun, sebuah video viral di internet oleh Emei Kung Fu Girls, membangkitkan minat baru terhadap seni tersebut, dan terhadap sekolah kung fu itu. "Kami tidak menyangka akan mendapatkan begitu banyak perhatian tepat setelah debut kami," kata pendekar Ma-Zhao Lingyun.
Foto: ADEK BERRY/AFP
Super gaya
Duan Ruru (kanan) adalah anggota pendiri Emei Kung Fu Girls. Kelompok yang semuanya perempuan ini terdiri dari sembilan petarung dan menginspirasi gadis-gadis muda untuk bergabung dalam bidang tradisional yang didominasi oleh laki-laki. "Sejak kecil, saya sudah mencintai seni bela diri," kata Duan kepada Taipei Times. "Saya pikir gadis-gadis yang belajar seni bela diri itu sangat gaya."
Foto: ADEK BERRY/AFP
Mulai dari dini
Akademi Emei kini menerima lebih banyak anak perempuan di kelas mereka. Bahkan anak perempuan kecil pun dapat bergabung. Seni bela diri Emei memiliki sejarah yang kaya selama lebih dari 3.000 tahun. Pada tahun 2008, seni ini dinyatakan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional. Kota Emeishan secara rutin menyelenggarakan acara internasional untuk mempromosikan seni bela diri ini di seluruh dunia.
Foto: ADEK BERRY/AFP
6 foto1 | 6
Pembungkaman "Feminist Voices"
Pada 2018, Feminist Voices, media feminis terkemuka, dilarang dari WeChat dan Weibo. Tencent, pemilik WeChat menuduh mereka "mengganggu ketertiban sosial, keamanan publik, dan keamanan nasional," setelah kampanye antipelecehan seksual di Hari Perempuan Internasional berjudul "Panduan Perjuangan di Hari Perempuan", diunggah pada platform tersebut. Setelah akun Feminist Voice dihapus, akun pengguna yang menyuarakan dukungan akan postingan tersebut turut dihentikan, bahkan nama serta logo Feminist Voices diblokir dari pencarian.
Insiden 'Xiao Meili' dan gelombang pemblokiran yang kian meluas
Pada Maret 2021, aktivis feminis Xiao Meili dilecehkan di sebuah restoran di Chengdu setelah meminta pria di meja sebelahnya untuk tidak merokok. Ia menjadi sasaran hinaan seksis, bahkan disiram air panas. Video kejadian ini viral, banyak perempuan membagikan pengalaman serupa tentang agresivitas laki-laki di ruang publik.
Namun, solidaritas berubah menjadi ancaman ketika influencer nasionalis mengumbar riwayat Xiao Meili, menudingnya sebagai musuh negara dengan mengangkat foto lama yang menampilkan dukungannya terhadap Hong Kong, melabelinya sebagai "separatis Hong Kong."
Akun Weibo milik Meili diblokir permanen sehingga ia tak lagi bisa membela diri. Setelah itu, banyak akun feminis pendukungnya di Weibo dilarang atau dihentikan, termasuk yang memiliki ratusan ribu pengikut.
Penyensoran meluas ke akun-akun feminis di WeChat yang dituduh "menghasut konfrontasi gender." Produk yang mengandung kata "feminisme" di toko daring Taobao dihapus dengan alasan mengandung "informasi terlarang," sementara Taobao mengklaim sebagai "platform netral."
Selanjutnya lebih dari selusin kelompok feminis di jejaring sosial Douban dibubarkan, nama kelompok-kelompok tersebut dilabeli sebagai konten sensitif, postingan mereka otomatis dihapus. Douban membenarkan penghapusan ini, menuduhnya sebagai "konten politik dan ideologis yang ekstrem, radikal."
Makin Banyak Perempuan Memimpin Gerakan Sosial di Asia
Aksi protes menentang kebijakan pemerintah melanda banyak negara Asia, termasuk Afghanistan, India, Iran dan Pakistan. Perempuan sering ada di garis depan aksi unjuk rasa, berhadapan langsung dengan aparat keamanan.
Foto: picture alliance/abaca
Perempuan menentang undang-undang "diskriminatif"
Banyak warga sipil India marah atas undang-undang kewarganegaraan baru yang disebut mendiskriminasi umat Islam. Aksi protes meluas di seluruh negeri. Mereka menuntut Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa membatalkan kembali undang-undang tersebut. Perempuan India menjadi ujung tombak aksi protes di beberapa negara bagian.
Foto: DW/M. Javed
Perjuangan menentang "rasisme"
Mahasiswa perempuan turun ke jalan-jalan di India, menyerukan slogan-slogan menentang langkah-langkah pemerintah yang mereka sebut "tidak konstitusional" dan bersifat rasis. Meskipun demonstrasi adalah hak warganegara, para perempuan menghadapi kecenderungan sikap fasis, kebencian terhadap perempuan, ekstremisme agama, dan kebrutalan polisi.
Foto: DW/M. Krishnan
Menolak "ideologisasi" hijab di Iran
Aktivis perempuan di Iran melepas jilbab sebagai tanda protes terhadap politik para Mullah. Meskipun ada sanksi keras terhadap perempuan-perempuan Iran yang dituduh "kebarat-baratan", mereka terus menggelar unjuk rasa di berbagai kota.
Foto: picture-alliance/abaca/SalamPix
Melawan penindasan rezim penguasa
Perempuan Iran telah mengalami penindasan patriarki sejak revolusi Islam 1979. Sekarang mereka menuntut persamaan hak, kebebasan berbicara dan berkumpul. Sekalipun sering dihina dan disepelekan pejabat pemerintahan, hal itu tidak membuat mereka mundur. Perempuan di Iran secara aktif berpartisipasi dalam semua demonstrasi politik dan sipil.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Roberson
Perempuan Pakistan menyerukan "cukup adalah cukup" !
Para perempuan Pakistan yang menuntut persamaan hak sering dipandang rendah perempuan dan dijuluki "agen-agen Barat" atau "mafia LSM". Aktivis feminis umumnya ditolak oleh sebagian besar masyarakat. Namun itu memotivasi para aktivis untuk bersuara lebih lantang lagi menuntut hak-hak mereka.
Foto: Reuters/M. Raza
Jadi gerakan sosial
Gerakan perempuan di Pakistan kebanyakan memang masih bersifat eksklusif, terutama fokus pada isu-isu kekerasan berbasis gender, pernikahan dini dan "pembunuhan demi kehormatan". Namun sekarang makin banyak perempuan berpartisipasi aktif dalam unjuk rasa pro-demokrasi.
Foto: DW/T. Shahzad
Jumlah kecil dengan kekuatan besar
Hak-hak perempuan bukan prioritas bagi pemerintah Afghanistan. Demi stabilitas, pemerintah Afghanistan maupun Amerika Serikat melakukan perundingan damai dengan milisi Taliban. Bagi para perempuan, kembalinya Taliban adalah ancaman besar, seperti yang pernah mereka alami selama masa-masa gelap di bawah Taliban. Hanya sedikit perempuan Afghnaistan yang turun ke jalan, tapi suara mereka lantang.
Foto: DW/H.Sirat
Lebih baik daripada di era Taliban
Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan kehilangan hak dan kebebasan mereka. Anak-anak perempuan bahkan dilarang ikut pendidikan sekolah. Perempuan juga tidak boleh bekerja atau meninggalkan rumah tanpa pendamping. Sekarang, anak-anak perempuan bisa bersekolah dan bercita-cita tinggi. (hp/ )
Foto: DW/H. Sirat
8 foto1 | 8
Gerakan #MeToo di Cina: Inspirasi dan penindasan
Gerakan #MeToo di Cina dimulai pada awal 2018 ketika Luo Qianqian, lulusan Universitas Beihang, secara terbuka menuduh mantan profesornya Chen Xiaowu melakukan pelecehan seksual. Keberaniannya menginspirasi banyak orang untuk berbagi pengalaman serupa, mendorong percakapan luas tentang ketidaksetaraan di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga, dan hak-hak reproduksi.
Kasus-kasus besar pun mencuat, termasuk tuduhan terhadap pembawa acara TV Zhu Jun oleh Zhou Xiaoxuan (atau "Xuanzi"), serta tuduhan penyerangan seksual oleh petenis Peng Shuai terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli. Setiap kasus memicu perhatian publik yang besar, tapi juga diikuti oleh 'sensor kilat'. Kata kunci seperti "#MeToo" dan homofon "mi tu" (米兔 "kelinci beras") yang digunakan aktivis menghindari filter turut diblokir di Weibo, unggahan yang mendukungnya dihapus, dan banyak akun yang dihentikan.
Unggahan Peng Shuai bahkan lenyap dalam hitungan menit, sementara pencarian dengan kata-kata seperti "tenis", "wakil perdana menteri", atau "perdana menteri dan saya" turut diblokir. Represi ini juga merambah ke dunia nyata - pada 2021, jurnalis Huang Xueqin yang menjadi tokoh penting #MeToo ditahan, dan pada 2024 dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena "menghasut subversi terhadap kekuasaan negara."
Iklan
Ketika korban dituding sebagai pelaku
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi tren yang mengkhawatirkan di mana korban justru distigmatisasi sebagai pelaku. Li Maizi menyoroti bahwa perempuan yang membawa kasus pelecehan ke pengadilan sering menghadapi gugatan balik: "Biaya untuk menuntut keadilan sangat tinggi."
Contohnya terjadi pada Juli 2024, ketika Universitas Politeknik Dalian berencana mengeluarkan seorang mahasiswi karena memiliki "hubungan yang tidak pantas dengan orang asing," dengan dalih merusak "reputasi negara dan universitas." Kritikus menyebut keputusan ini diskriminatif dan mencerminkan norma patriarki yang menilai perempuan lewat kesucian dan kehormatan nasional.
Sains Berutang Budi pada Perempuan-perempuan ini
Meski seksisme yang merajalela, sejumlah perempuan mampu membuktikan betapa gender tidak menentukan bakat seseorang. Hasil kerja mereka menjadi landasan kemajuan sains di era modern.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Thissen
Ada Lovelace, Matematika
Terlahir tahun 1815, Ada Lovelace adalah pakar matematika berbakat yang menulis instruksi program komputer pertama pada pertengahan abad 18. Ada termasuk ilmuwan paling pertama yang meyakini kalkulator memiliki kemampuan melebihi fungsinya sebagai alat menghitung. Namanya melambung setelah membantu pionir komputer, Charles Babbage, mengembangkan mesin komputasi pertama, Analytical Engine
Foto: public domain
Marie Curie, Fisika Nuklir
Marie Curie adalah perempuan pertama yang memenangkan hadiah Nobel, yang pertama mendapat dua penghargaan bergengsi itu dan satu-satunya manusia yang memenangkan hadiah Nobel di dua bidang yang berbeda. Dilahirkan pada 1867, Curie termasuk ilmuwan paling dikenal dalam sejarah berkat risetnya di bidang radiasi nuklir dan penemuan dua elemen baru, yakni radium dan polonium.
Foto: picture alliance/United Archiv
Rosalind Franklin, Kimia
Rosalind Franklin tidak pernah mendapatkan hadiah Nobel, meski karyanya bernilai penting buat ilmu pengetahuan. Pasalnya perempuan Yahudi asal Inggris ini berhasil mengungkap rahasia struktur molekuler DNA dan RNA. Berbekal hasil penelitian Franklin, dua ilmuwan lain, James Watson dan Francis Crick, berhasil menemukan DNA Heliks Ganda dan mendapat hadiah Nobel di bidang Kedokteran.
Foto: picture-alliance/HIP
Dorothy Hodgkin, Kimia
Pionir Biokimia Inggris, Dorothy Hodgkin, berteman dekat dan sering bekerjasama dengan Franklin. Ia mengembangkan teknik Kristalografi protein yang mampu mengungkap struktur biomolekul dan menjadi perempuan ketiga yang memenangkan Nobel Kimia pada 1964. Lima tahun setelah kemenangannya itu, Hodgkin kembali mencatat sejarah sains setelah berhasil mengurai struktur Insulin.
Foto: picture-alliance/dpa/Leemage
Elizabeth Blackburn, Biologi
Perempuan Amerika berdarah Australia ini memenangkan hadiah Nobel di bidang Medis pada 2009 silam. Bersama dua ilmuwan lain, Carol Greider dan Jack Szostak, Elizabeth Blackburn mengungkap bagaimana enzim telomer melindungi dan mengurangi kerusakan DNA, serta berperan pada proses penuaan. Hasil risetnya itu mendasari penelitian Kanker hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa/S.Merrell
Jane Goodall, Primatologi
Goodall bisa jadi merupakan pakar simpanse paling berbakat dalam sejarah. Ia menghabiskan puluhan tahun mempelajari perilaku sosial dan interaksi intim primata cerdas ini di Tanzania. Goodall yang juga menemukan bahwa satwa memiliki kepribadian unik sering dituduh melakukan Antropomorfisme alias mendefinisikan hewan berdasarkan atribut manusia.
Foto: picture alliance/Photoshot
Rita Levi-Montalcini, Neurobiologi
Dilahirkan di Italia 1909, karir Montalcini sempat mandek lantaran diskriminasi anti Yahudi yang marak di era Benito Mussolini. Karena dilarang bekerja, dia lalu membangun laboratorium di kamar tidurnya sendiri. Pada 1986 ia mendapat hadiah Nobel setelah berhasil mengosolasi Faktor Pertumbuhan Syaraf (NGF) dari jaringan kanker. Montalcini berusia 100 tahun ketika memenangkan Nobel.
Foto: picture-alliance/maxppp/Leemage
Jocelyne Bell-Burnell, Fisika
Pada 1967 Jocelyne Bell-Burnell menemukan sinyal yang berotasi secara berkala. Sinyal yang awalnya diduga pesan dari mahluk luar angkasa itu ternyata adalah bintang neutron. Penemuan tersebut dirayakan sebagai salah satu pencapaian terbesar Astronomi di abad ke-20. Hingga kini, keputusan panitia Nobel tidak menghargai hasil kerja Jocelyne masih menjadi kontroversi. (rzn/yf)
Foto: Getty Images/AFP/M. Cizek
8 foto1 | 8
Feminisme yang mengancam politik
Pemerintah Cina memandang feminisme sebagai ideologi asing yang mengancam stabilitas. Para feminis dicap sebagai agen "pengaruh asing." Lü Pin, pendiri Feminist Voice, mengatakan: "tidak ada lagi platform media sosial di Cina yang ramah terhadap perempuan atau topik-topik feminis."
Li Maizi mencatat bahwa feminisme di Cina kini sangat politis, dengan Federasi Perempuan Cina membedakan antara feminisme barat dan "perspektif Marxis tentang perempuan." Menurut Lü: "Ketika orang-orang 'dipecah' secara daring, hal itu melemahkan kekuatan kolektif gerakan."
Pembingkaian feminisme sebagai ideologi barat dimanfaatkan oleh blogger yang nasionalis untuk menyerang gerakan ini sambil melanggengkan kekerasan berbasis gender.
Bagaimana masa depan gerakan feminis di Cina?
Di tengah penurunan angka kelahiran, pemerintah mendorong perempuan kembali ke peran tradisional. Presiden Xi Jinping bahkan meminta agar kaum muda "dibimbing menuju pandangan yang benar tentang pernikahan dan keluarga."
Xi Jinping mendesak federasi perempuan seluruh Cina di tahun 2023 untuk membimbing kaum muda "menuju pandangan yang benar tentang pernikahan dan keluarga"Foto: JADE GAO/AFP/Getty Images
Feminisme pun dianggap 'meruntuhkan kekuasaan negara' karena menekankan otonomi dan hak reproduksi. Meski menghadapi tekanan besar, Li Maizi tetap optimis: "Gerakan feminis Cina maju secara bergelombang, dengan berbagai kemunduran dan perlawanan di sepanjang jalan. Namun, di mana pun ada penindasan, pasti ada perlawanan. Feminisme di Cina tidak akan berhenti."
Saat ini, gerakan feminis lebih terdesentralisasi dan bertumpu pada individu yang berani bersuara. Sepuluh tahun setelah Feminist Five, feminisme di Cina semakin hidup dalam kesadaran masyarakat, meskipun terus dibungkam secara sistematis. Kelangsungannya kini bergantung pada ketahanan, kreativitas, dan keberanian individu - bahkan ketika suara mereka dibungkam.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris