Ditelantarkan Bank, Petani Berpaling Ke Crowdfunding
11 Oktober 2018
Kerap kesulitan mengakses kredit bank, petani dan peternak Indonesia kini berpaling ke penggalangan dana online alias crowdfunding untuk membiayai usaha. Mereka tidak mendapat uang, melainkan perlengkapan dan pupuk.
Iklan
Empat tahun silam peternak unggas Yohannes Sugihtononugroho terpaksa membantai 100.000 ekor ayam dan menutup bisnisnya ketika harga ayam potong terjun bebas. Saat itu dia menyalahkan peternakan besar yang melakukan pemotongan massal menyusul adanya dugaan penyakit dan membanjiri pasar sehinga ikut menumbangkan harga ayam.
"Kami pemain kecil berjuang setiap hari," ujarnya. "Ketika bisnis saya hancur, saya sangat sedih dan tidak tahu apa yang akan saya lakukan dengan hidup saya."
Namun pria berusia 26 tahun itu tidak menyerah. Ia mendirikan penggalangan dana Crowdfunding bernama Crowde yang membuka kesempatan bagi investasi mungil bernilai belasan hingga ratusan ribu Rupiah untuk peternakan atau pertanian di seluruh Indonesia.
Gagasan urun dana untuk membiayai musim tanam atau budidaya hewan dinilai cocok di Indonesia, di mana sebanyak 422 juta perkebunan dan peternakan dikelola oleh petani kecil dengan lahan kurang dari dua hektar per orang.
Perkebunan Masa Depan di Dasar Laut
Rumah Kaca dan perkebunan konvensional sering dikeluhkan karena menghasilkan jejak karbon yang tinggi. Berbeda halnya dengan Taman Nemo. Karena konsep asal Italia tersebut memanfaatkan rumah kaca di dasar laut.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
Rumah Kaca Bawah Laut
Jika produksi satu kilogram selada di lahan perkebunan menghasilkan 140 gramm emisi Karbondioksida, maka di rumah kaca emisinya mencapai 4450 gramm, alias 30 kali lipat lebih banyak. Namun perkebunan konvensional di atas tanah juga tidak serta merta ramah lingkungan, karena maraknya penggunaan pestisida yang bisa mencemari air tanah.
Foto: Getty Images/AFP/O. Morin
Tanpa Emisi, Tanpa Pestisida
Sebab itu Sergio Gamberini mengembangkan konsep unik yang dapat mengurangi emisi tanpa menggunakan pestisida. Solusinya bernama Taman Nemo, sebuah perkebunan sayur di dasar laut. Untuk itu ia menggunakan balon transparan bervolume 2.000 liter yang ditambat sampai sepuluh meter dari dasar laut. Di dalam balon tersebut Gamberini membangun platform yang bisa digunakan buat menanam sayur-sayuran.
Foto: Getty Images/AFP/O. Morin
Hujan di Dasar Laut
Berbeda dengan perkebunan konvensional, Taman Nemo tidak membutuhkan air segar. Air didapat melalui proses alami desalinasi air laut. Melalui perbedaan temperatur, air laut menguap di dalam balon dan mengendap sebagai air tawar di atap balon. Air tersebut kemudian akan menetes dan membasahi tanaman layaknya air hujan.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
Solusi Perubahan Iklim
Absennnya sistem irigasi membuat konsep Taman Nemo cocok diterapkan di kawasan pesisir yang meranggas akibat dampak perubahan iklim. "Agrikultur tradisional menggunakan 70% air tawar di seluruh dunia dan kelangkaan air meningkat pesat. Jadi pertanian adalah sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim," ujarnya.
Foto: Getty Images/AFP/O. Morin
Hemat Energi, Hemat Biaya
Sistem yang dikembangkan Gamberini ini tidak membutuhkan aliran listrik, sistem pengatur suhu ruangan atau pencahayaan buatan seperti yang biasa digunakan di rumah kaca atau perkebunan konvensional. Taman Nemo bahkan juga bisa dibangun di dalam rumah dengan menggunakan akuarium.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
"Berkelanjutan dan Mandiri"
"Taman kami adalah sistem yang berkelanjutan dan mandiri," ujarnya. "Artinya setelah sistemnya diaktifkan, taman ini tidak membutuhkan bantuan dari luar. Kami memanen tomat, kacang-kacangan dan selada tanpa menggunakan air tanah sama sekali." Ia mengklaim tanamannya hanya membutuhkan sinar matahari.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
Eksperimen Tanpa Akhir
Sayangnya konsep Taman Nemo belum bisa diterapkan secara komersil. Untuk itu Gamberini harus menyederhanakan desain agar penyelam tidak selalu harus datang untuk menanam, memanen atau merawat balon yang menambah beban biaya dan waktu. Saat ini ia masih bereksperimen dengan menggunakan ukuran, bentuk dan kedalaman balon yang berbeda-beda.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
Efektif, Meski Rapuh
Terlebih konsepnya itu masih harus berhadapan dengan bencana alam. Tahun lalu salah satu Taman Nemo yang dibangunnya hancur oleh badai. Sejak itu Gamberini mendesain ulang pondasi yang digunakan buat menambat balon di dasar laut. Meski begitu konsepnya tersebut tetap dianggap lebih efektif ketimbang perkebunan konvensional.
Foto: Ocean Reef Group/Nemo's Garden
8 foto1 | 8
Mereka selama ini tidak hanya menjadi bulan-bulanan permainan harga, tetapi juga kerap kesulitan mengakses kredit bank. Akibatnya petani Indonesia tidak mampu memodernisasi perlengkapan, melakukan diversifikasi tanaman atau bertahan hidup ketika cuaca ekstrim melenyapkan hasil panen.
Crowde ingin membuka jalur investasi bagi khalayak ramai di sektor pertanian, entah itu peternak atau petani, dan berbagi keuntungan.
Melalui investasi massal ini, para petani tidak mendapatkan uang secara langsung, tetapi mendapat perlengkapan bertani, bibit, pupuk dan pestisida. Ketika musim panen tiba, Crowde menghubungkan petani secara langsung dengan pembeli, semisal sebuah jaringan supermarket yang diklaim telah menjalin kerjasama dengan pengembang app.
"Saya tahu petani yang saya bantu," kata Sugihtononugroho. Aplikasi buatannya itu hidup dari uang perantara sebesar 3% dari setiap dana yang diinvestasikan. "Saya pergi ke setiap desa, dari barat ke timur jawa, untuk meyakinkan para petani."
Hasilnya bukan tak bisa dilihat, saat ini Crowde sudah menampung 14.000 petani dan 22.000 investor kecil yang sejauh ini telah mengucurkan dana investasi senilai hingga 5 juta Dolar AS, klaim Sugihtononugroho. Dia berambisi menambah jumlah petani hingga 100.000 orang. "Kami ingin memberdayakan semua petani," imbuhnya.
rzn/ap (Reuters)
Memberi Makan Dunia Masa Depan. Apakah Hidroponik Jawabannya?
Jumlah populasi dunia tambah tinggi, itu berarti makanan yang dibutuhkan juga bertambah. Di lain pihak perubahan iklim menyebabkan pertanian di banyak kawasan tambah sulit. Mungkin bertani tanpa tanah jadi solusinya.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Mengatasi kekurangan pangan dengan hidroponik
Tantangan menyediakan makanan bagi planet yang tahun 2050 penduduknya akan bertambah 3 milyar orang, artinya tekanan besar untuk mencari jalan cara memberi makan planet. Jadi pertanian harus lebih produktif dan areal lebih luas harus ditemukan, terlebih di daerah beriklim kering. Salah satu solusi: hidroponik.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Menanam di air
Menanam di lahan sempit tapi hasilnya banyak. Itu bisa dipenuhi hidroponik. Walaupun kedengarannya seperti ide dari masa depan. Sebenarnya bangsa Aztec di Meksiko sudah membuat pertanian mengambang di sekitar kota Tenochtitlan. Hidroponick artinya membesarkan tanaman tanpa tanah, dan hanya menggunakan campuran kaya nutrisi, mineral dan air.
Foto: Getty Images/AFP/P. De Melo Moreira
Memberikan dorongan tumbuh
Dengan hidroponik, tanaman tidak ditanam di tanah, melainkan ditempatkan pada penopang. Nutrisi diberikan ke akar-akar yang menggantung, dengan menggunakan sejumlah metode, termasuk menyemprot. Ditambah cahaya artifisial, pemanas dan peralatan lain, campuran nutrisi membantu tanaman tumbuh lebih cepat, memberi hasil yang lebih banyak, sepanjang tahun.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Hirodroponic efisien
Hidroponik bisa mengolah kembali air. Artinya, air yang digunakan hanya 10% dari air yang digunakan pertanian konvensional. Itu membuatnya jadi opsi ideal untuk kawasan yang kering. Karena sistemnya tertutup, nutrisi tidak menyebar ke tempat lain, melainkan diserap tanaman. Oleh sebab itu pupuk yang dibutuhkan hanya seperempat dari pertanian konvensional.
Foto: Getty Images/AFP/T. Schwarz
Menanam vertikal
Jika menanam secara datar bukan opsi karena lahan sempit, menanam ke atas juga bisa. Baki pembiakan hidroponik bisa ditumpuk satu di atas lainnya. Oleh sebab itu lebih efisien dari segi lahan, daripada ditanam di tanah. Dengan demikian, pertanian hidroponik bisa diadakan di pencakar langit.
Foto: picture-alliance/dpa/ Photoshot
Sisi negatif hidroponik
Pertanian hidropohik bisa rumit, butuh tenaga intensif dan mahal. Tanaman butuh nutrisi esensial dalam jumlah besar, dan pertanian perlu peralatan dalam jumlah besar. Panas dan cahaya diberikan secara bebas dari matahari pada pertanian konvensional. Untuk hidroponik bentuknya artifisial dan mahal. Jika aliran energi terputus, tanaman mungkin rusak sepenuhnya jika terlalu lama tanpa air dan cahaya.
Foto: Imago/View Stock
Hidroponik sedang naik daun
Hidroponik secara teoretis bisa digunakan untuk semua tanaman, walaupun dari segi teknik paling baik untuk tanaman mentimun, selada hijau, tomat, lada dan berbagai rempah-rempah. Sejauh ini hidroponik belum banyak digunakan. Tapi tren mulai berubah. Pertanian hidroponik global diperkirakan bernilai $21.2 milyar 2016. Diperkirakan akan bertambah 7% setiap tahunnya. Penulis: Melanie Hall (ml/ap)