1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ditunda Lagi, Pemilihan Presiden di Libanon

25 Maret 2008

Untuk ke 17 kalinya, pemilihan presiden di Libanon ditunda. Bagaimana warga Libanon menanggapinya dan sejauh mana kepercayaan terhadap para politisi untuk dapat membawa negaranya keluar dari krisis yang berkepanjangan?

Perdana Menteri Libanon Fuad SinioraFoto: AP

Bukan lagi merupakan sesuatu yang mengejutkan, bila jadwal pemilihan presiden di LIbanon yang telah ditentukan sejak beberapa bulan, kembali ditunda. Setelah ditunda untuk ke 17 kalinya, sekarang dijawadkan pemilihannya akan diselenggarakan tanggal 22 April mendatang.

Dan dapat dikatakan, tak seorangpun yang menanggapi jadwal baru itu dengan sungguh-sungguh. Malah sebaliknya. Warga Libanon semakin terbiasa bahwa negaranya juga dapat eksis tanpa presiden.

Sesuatu yang setengah tahun lalu masih dinilai sebagai tidak mungkin. Secara perlahan dari krisis yang berkepanjangan ini, kemungkinan akan muncul sebuah peluang untuk memperbarui sistem politik Libanon. Sejak lama hal ini tidak lagi menyangkut pemilihan seorang presiden. Pemerintah dan kelompok oposisi sejak lama telah menunjukkan kesediaannya untuk memilih Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Michael Suleiman menjadi presiden baru. Yang masih dipertikaian adalah mengenai perubahan konstitusi.

Menurut konstitusi yang berlaku, seorang militer tidak dapat dipilih langsung untuk jabatan politik. Untuk mengubahnya, pemerintah dan oposisi harus menyepakatinya. Kedua belah pihak menginginkannya. Tapi tidak tercapai, karena kelompok oposisi yang bersimpati dengan Suriah, sejak lebih dari satu setengah tahun lalu menuntut pemerintah Perdana Menteri Fuad Siniora yang pro Barat untuk menambah wakil kelompok Hisbullah dan pengikut mantan Jenderal Michel Aoun dipemerintahan.

Perdana Menteri Fuad Siniora menolak tuntutan tersebut, karena tidak sesuai dengan konstelasi kekuatan dari hasil pemilihan parlemen tahun 2005. Sebagai jawabannya, kelompok oposisi membokiot pemilihan presiden. Pertikaian dan krisis dalam negeri Libanon memberikan dampak di dunia Arab. Pihak oposisi didukung Suriah dan Iran. Sementara pemerintah secara terbuka didukung Arab Saudi, Mesir dan sejumlah negara Arab lainnya.

Liga Arab kembali berusaha menengahi konflik ini. Semakin meningkatnya dampak krisis dalam negeri Libanon di kalangan Liga Arab, semakin mendesak dicarinya sebuah penyelesaian yang langgeng. Semakin lantang terdengar suara untuk mendukung dilakukannya pembaruan sistem di Libanon secara menyeluruh, karena sistem tersebut berdasarkan kompromi, dari apa yang disebut "Pakta Nasional" dari jaman ketika berada di bawah mandat Prancis.

Untuk mengubahnya harus diputuskan sebuah undang-undang pemilihan yang baru, juga mungkin harus menyingkirkan sistem pemilihan proporsional yang diberlakukan sejak berdasawarsa dan peranan presiden harus didefinisikan kembali. Tahun 2009 akan diselenggarakan pemilihan parlemen. Dan bila semua pesertanya benar-benar menginginkan solusi, maka dengan melihat jadwalnya, sudah dapat dimulai diajukan pembaruan yang diperlukan.

Pertikaikan saat ini, menyangkut pemilihan presiden, menipiskan harapan tersebut. Sebagian besar warga sejak lama sampai pada kesimpulan, bahwa para politisi hanya mendahulukan kepentingannya, bukan Libanon. (ar)