DPR akhirnya mengesahkan RKUHP menjadi UU. KUHP baru yang menggusur KUHP jaman penjajahan Belanda itu akan mengalami masa transisi 3 tahun dan berlaku efektif pada 2025 nanti.
Iklan
DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pengesahan itu diambil saat pembicaraan tingkat II di rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023 hari ini.
Rapat paripurna digelar di Nusantara II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (06/12). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hadir juga pimpinan lain, yakni Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani tidak terlihat di ruangan.
Mulanya Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menyampaikan laporan pembahasan RKUHP bersama pemerintah. Bambang Pacul juga mengungkit urgensi RKUHP.
Dasco kemudian memberikan kesempatan kepada Fraksi PKS untuk menyampaikan catatan terkait RKUHP. PKS mengambil kesempatan mereka. "Seluruh fraksi di Komisi III menyetujui di tingkat I. Namun ada catatan dari Fraksi PKS," kata Dasco.
Terjadi perdebatan panas antara perwakilan PKS dan Dasco. Debat terus berjalan hingga pengesahan diketok.
Selanjutnya, Dasco meminta persetujuan kepada seluruh fraksi yang hadir untuk mengesahkan RKUHP menjadi produk undang-undang.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI dan pemerintah mengambil keputusan tingkat I soal draf RKUHP. Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati RKUHP dibawa ke rapat paripurna DPR RI untuk disahkan.
Kesepakatan diambil saat rapat kerja Komisi III DPR RI dan Kemenkumham yang mewakili pemerintah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/11). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir dan dihadiri Wamenkumham Edward OS Hiariej atau Eddy.
10 Pasal Kontroversial di RKUHP
Mulai dari aturan tentang kumpul kebo yang bisa diancam penjara enam bulan hingga gelandangan yang dikenai denda Rp 1 juta. DW merangkum 10 pasal kontroversial RUU KUHP yang sedang menunggu pengesahan di DPR.
Foto: Fotolia/Sebastian Duda
Kriminalisasi seks di luar nikah
Dalam BAB XV Tindak Pidana Kesusilaan, Pasal 417 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II." Denda pada kategori ini berjumlah sekitar 50 juta Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Klose
Kumpul kebo
Sedangkan dalam Pasal 419 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II."
Foto: picture-alliance/Godong/P. Deloche
4,5 tahun penjara bagi penghina presiden dan wakilnya
Pasal 218 ayat (1) menyebutkan "Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. " Hukuman itu diperberat menjadi 4,5 tahun bagi yang menyiarkan hinaan tersebut. Pasal tersebut pernah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Penodaan agama
BAB VII Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama, Pasal 304 menyebutkan "Setiap Orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun" atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Banyak pihak menilai pasal tersebut bersifat multitafsir.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hayat
Kriminalisasi alat kontrasepsi
Dalam Pasal 414 menyebutkan "Setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I." Menurut banyak pihak, alat kontrasepsi menjadi penting untuk memastikan masyarakat terlindungi dari transmisi HIV/AIDS akibat perilaku beresiko.
Foto: Imago/Westend61
Gelandangan tak lagi dipenjara
Pasal 432 menyebutkan "Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I (denda maksimal Rp 1 juta)." KUHP sebelumnya memasukkan gelandangan sebagai delik pelanggaran, sehingga dapat dihukum kurungan tiga bulan.
Foto: picture-alliance/Winfried Rothermel
Hukuman mati
Pasal 98 menyebutkan Pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat. Hukuman ini dinilai bertentangan dengan prinsip ketentuan HAM internasional. Banyak negara juga sudah menghapuskan hukuman mati.
Foto: picture-alliance/W. Steinberg
Unggas rusak lahan
Dalam Pasal 278 menyebutkan "Setiap Orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II." Banyak pihak berpendapat pasal yang bisa berlakukan denda Rp 10 juta ini dihapuskan dan diganti dengan hukum perdata sebab menyangkut kerugian materil dari kebun yang dimasuki.
Foto: Skye Meaker
Kebebasan pers terancam
Koalisi Pemantau Peradilan menilai delik contempt of court dalam RKUHP seperti yang tertuang dalam Pasal 281 huruf a, b, dan khususnya huruf c yang berbunyi 'secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.' dinilai mengekang kebebasan pers.
Foto: DW
Tindak pidana pelanggaran HAM
Dalam Pasal 599 dan Pasal 600 RKUHP menyebutkan ancaman hukuman maksimal terhadap pelaku genosida dan kejahatan kemanusiaan hanya 20 tahun. Ini lebih ringan dibanding yang termaktub dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yakni 25 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/A. I. Bänsch
10 foto1 | 10
Tuai penolakan
Draf RKUHP yang disepakati Komisi III DPR dan Kemenkumham itu masih diwarnai penolakan. Terbaru, elemen masyarakat menggelar demo di depan DPR menuntut pasal bermasalah dalam draf RKUHP dicabut.
Pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum, mengancam akan menggelar demo lebih besar jika aspirasi tak diakomodasi.
"Di sini ada aksi simbolis seperti tabur bunga dan kami juga menyampaikan sikap kami dengan spanduk jumbo tolak RKUHP. Ini menyimbolkan bahwa negara kita betul-betul sudah mati secara demokrasi," kata Citra kepada wartawan di depan gedung DPR, Senin (5/12) kemarin.
Iklan
Citra meminta pemerintah dan DPR segera mencabut pasal bermasalah dalam draf RKUHP. Dia juga mengatakan menolak pengesahan RKUHP dalam waktu dekat.
"Pemerintah dan DPR seharusnya dengar dan mempertimbangkan secara bermakna pendapat dari masyarakat bahwa kami meminta supaya pasal-pasal yang bermasalah yang ada di dalam RKUHP seperti pasal antidemokratis itu dicabut," kata dia. (pkp/ha)