Semakin banyak dokter di Timur Tengah yang alami tindak kekerasan dalam pekerjaannya. Sejak pandemi berkecamuk pada 2020, jumlah kasus serangan meningkat dramatis. Akibatnya tidak sedikit yang pindah ke luar negeri.
Iklan
Pada pertengahan tahun lalu, seorang pria bersenjatakan pisau dilaporkan menusuk seorang dokter dan sejumlah staf rumah sakit. Insiden di sebuah rumah sakit dekat Terusan Suez di Mesir itu dipicu kemarahan seorang suami terhadap dokter ahlu kandungan, lantaran tidak bisa memastikan tanggal kelahiran bagi anaknya yang sedang dikandung.
Di selatan Tunisia, seorang pasien melempar kursi ke arah seorang dokter muda, dan memaksa dokter perempuan itu mengunci diri di kantornya sampai polisi datang. Dokter perempuan itu sebelumnya memerintahkan sang pasien mendaftarkan diri di departemen rawat jalan, bukan ke bagian darurat.
Laporan serupa juga muncul di Irak, di mana anggota keluarga terbiasa menemani pasien ke rumah sakit. Di sana, dokter acap melaporkan munculnya tindak kekerasan dari keluarga, terutama jika kondisi pasien tidak membaik.
Sebuah survei terhadap dokter di hampir semua rumah sakit di Baghdad pada 2021 mencatat sebanyak 87 persen mengaku pernah mengalami kekerasan verbal atau fisik selama enam bulan terakhir. Pada 94 persen kasus, pelaku merupakan pasien atau keluarganya.
Vaksinasi COVID-19 Hingga ke Daerah Terpencil di Dunia
Tim medis menempuh perjalanan panjang dan sulit untuk memvaksinasi orang-orang di seluruh dunia. Pekerjaan itu membawa mereka melintasi pegunungan dan sungai, menaiki pesawat, perahu, bahkan juga berjalan kaki.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Mendaki gunung
Dibutuhkan fisik yang bugar bagi tenaga medis untuk memvaksinasi penduduk di daerah pegunungan di tenggara Turki. "Orang sering tinggal berdekatan dan infeksi bisa menyebar dengan cepat," kata Dr. Zeynep Eralp. Orang-orang di pegunungan tidak suka pergi ke rumah sakit, jadi "kita harus pergi ke mereka," tambahnya.
Foto: Bulent Kilic/AFP
Melintasi daerah bersalju
Banyak orang lanjut usia tidak dapat melakukan perjalanan ke pusat vaksinasi. Di Lembah Maira di Alpen Italia barat, dekat perbatasan dengan Prancis, dokter mendatangi rumah ke rumah untuk memberi suntikan COVID-19 kepada penduduk yang berusia lebih dari 80 tahun.
Foto: Marco Bertorello/AFP
Penerbangan ke daerah terpencil
Dengan membawa botol berisi beberapa dosis vaksin, perawat ini sedang dalam perjalanan ke Eagle, sebuah kota di Sungai Yukon di negara bagian Alaska, AS, daerah dengan penduduk kurang dari 100 orang. Masyarakat adat diprioritaskan dalam banyak program imunisasi.
Foto: Nathan Howard/REUTERS
Beberapa warga perlu diyakinkan
Setiap hari, Anselmo Tunubala keluar masuk pemukiman di pegunungan Kolombia barat daya untuk meyakinkan warga tentang pentingnya vaksinasi. Banyak warga meragukan vaksin dan cenderung mengandalkan pengobatan tradisional, serta bimbingan para pemuka agama.
Foto: Luis Robayo/AFP
Jalan kaki selama berjam-jam
Pria dan wanita dalam foto di atas berjalan hingga empat jam untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 di desa terpencil Nueva Colonia di Meksiko tengah. Mereka adalah penduduk asli Wixarika, atau lebih dikenal dengan nama Huichol.
Foto: Ulises Ruiz/AFP/Getty Images
Vaksinasi di sungai
Komunitas Nossa Senhora do Livramento di Rio Negro di Brasil hanya dapat dijangkau melalui sungai. "Cantik! Hampir tidak sakit," kata Olga Pimentel setelah disuntik vaksin. Dia tertawa dan berteriak "Viva o SUS!" - "panjang umur pelayanan kesehatan masyarakat Brasil!"
Foto: Michael Dantas/AFP
Hanya diterangi cahaya lilin
Presiden Brasil Jair Bolsonaro menentang vaksinasi COVID-19. Namun, di sisi lain kampanye itu telah berjalan. Penduduk asli keturunan budak Afrika, termasuk di antara yang kelompok pertama yang divaksinasi. Raimunda Nonata yang tinggal di daerah tanpa listrik, disuntik vaksin dibantu penerangan cahaya lilin.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Rela mendayung jauh
Setelah vaksinasi, seorang wanita tua dan putrinya mendayung menjauhi Bwama, pulau terbesar di Danau Bunyonyi di Uganda. Pemerintah negara Afrika tengah sedang mencoba untuk memasok daerah terpencil dengan vaksin COVID-19.
Foto: Patrick Onen/AP Photo/picture alliance
Medan yang berat
Perjalanan lain melintasi perairan tanpa perahu. Dalam perjalanan menuju desa Jari di Zimbabwe, tim medis harus melewati jalan yang tergenang air. Menurut badan kesehatan Uni Afrika, CDC Afrika, kurang dari 1% populasi di Zimbabwe telah divaksinasi penuh.
Foto: Tafadzwa Ufumeli/Getty Images
Dari rumah ke rumah
Banyak orang di Jepang tinggal di desa terpencil, seperti di Kitaaiki. Warga yang tidak bisa ke kota, dengan senang hati menyambut dokter dan tim medis di rumah mereka untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.
Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
Barang yang sangat berharga
Indonesia meluncurkan kampanye vaksinasi pada Januari 2021. Di Banda Aceh, tim medis melakukan perjalanan menggunakan perahu ke pulau-pulau terpencil. Vaksin di dalam kotak pendingin merupakan barang yang sangat berharga sehingga perjalanan tim medis didampingi petugas keamanan.
Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Tanpa masker dan tidak menjaga jarak
India menjadi negara terdampak parah pandemi COVID-19. Pada pertengahan Maret 2021, petugas medis mendatangi desa Bahakajari di Sungai Brahmaputra. Sekelompok wanita mendaftar untuk mendapatkan vaksin. Tidak ada yang memakai masker atau menjaga jarak aman. (ha/hp)
Foto: Anupam Nath/AP Photo/picture alliance
12 foto1 | 12
Kekerasan di sarana kesehatan merebak
Jajak pendapat lain di Timur Tengah menemukan, antara 67 hingga 80 persen tenaga kerja kesehatan mengaku pernah menjadi korban tindak kekerasan dalam pekerjaannya. Survei juga membenarkan, bahwa dokter muda yang berusia di bawah 40 tahun paling rentan mengalami serangan kekerasan.
Iklan
Fenomena ini kian meluas selama tiga tahun sejak pandemi corona merebak. Hal ini disimpulkan sebuah survei oleh Dewan Keperawatan Internasional pada 2022 silam. Mereka menemukan adanya "peningkatan frekuensi insiden kekerasan sejak pandemi corona.”
Otoritas kesehatan di Timur Tengah menyepakati, bahwa pandemi menempatkan sistem kesehatan di banyak negara di ambang kebangkrutan dan kolaps. Dampaknya antara lain bisa dilihat pada menguatnya arus emigrasi dokter ke luar negeri.
Sindikat Medis Mesir (EMS), sebuah serikat buruh yang mewakili ribuan dokter, belum lama ini menyimpulkan jumlah dokter yang mengundurkan diri di Mesir pada 2022 silam merupakan yang tertinggi sejak tujuh tahun terakhir.
Tahun lalu, sebanyak 4.261 dokter mengundurkan diri dan mengambil sertifikat internasional yang memungkinkan mereka bekerja di luar negeri.
Halodoc Sederhanakan Akses ke Layanan Kesehatan
05:24
Ambruknya sistem kesehatan
Asosiasi Medis Turki (TMA) melaporkan pada 2021 sebanyak 1.405 dokter melamar ke luar negeri. Adapun di Tunisia, angkanya mencapai 2.700 dokter pada 2022.
Situasi di Lebanon lebih parah. Pada 2021 lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 40 persen dokter telah beremigrasi ke luar negeri. Kisah serupa bermunculan dari Irak, Maroko, Yordania, Iran dan Kuwait.
"Jika menyangkut kekerasan terhadap dokter muda, saya kira penyebab utamanya adalah faktor yang sama seperti yang menggerakkan para dokter ini untuk pergi ke luar negeri,” kata Dr. Omaima al-Hassani, dari asosiasi dokter muda Tunisia.
"Masalahnya adalah minimnya sumber daya, perlengkapan dan staf. Pasien dan keluarganya seringkali mendapati diri dalam situasi yang menyedihkan, terutama di unit layanan darurat.” Semua itu ikut berkontribusi pada eskalasi kekerasan, imbuhnya.
Semakin buruk fasilitas kesehatan di sebuah daerah, semakin tinggi pula angka kekerasan terhadap tenaga kesehatan. "Masalahnya mewabah di sistem kesehatan. Kekerasan ini mendorong dokter untuk pergi, tapi ada alasan lain juga. Jika saya mendapat kesempatan, saya pun akan pergi,” ujar dokter Al Hassani kepada DW.