Dolfina Mansnembra adalah mahasiswi asal Biak yang kini sedang menempuh studi Teknik Laser di FH Münster, Jerman. Ia berbagi cerita pada DW mengenai pengalamannya kuliah di Jerman dan rencana untuk masa depan.
Iklan
Jurusan Teknik Laser di kampus Fachhochschule (FH) Münster masih menjadi jurusan yang didominasi oleh pria. Di bidang studi yang belum ada di Indonesia ini, Dolfina adalah satu-satunya mahasiswi asing di antara teman seangkatan yang mayoritas orang Jerman. Simak pengalamannya yang ia ceritakan pada DW.
Deutsche Welle: Apa yang membuat kamu tertarik untuk kuliah di Fakultas Teknik, khususnya jurusan Teknik Laser?
Dolfina Mansnembra: Saya tertarik dengan teknik laser karena teknik laser adalah jurusan yang baru berkembang dan belum banyak peminatnya. Selain itu juga saya merasa tertarik dengan mata kuliah yang disajikan teknik laser karena mahasiswa diberikan kesempatan untuk mempelajari dasar dari teknik elektro dan teknik informatik. Dan juga untuk kedepannya teknik laser mempunyai peluang kerja yang cukup menjanjikan untuk para lulusannya.
Kegunaan laser dalam kehidupan sehari-hari yang paling sederhana adalah pointer laser untuk presentasi. Apa lagi sebenarnya kegunaan laser lain yang dekat dengan kehidupan manusia?
Kegunaan lain dari laser yang saat ini paling terkenal adalah dalambidang kesehatan. Laser dapat digunakan untuk mengoreksi atau memperbaiki retina mata pada cacat mata. Ini yang biasanya kita kenal dengan nama operasi lasik (laser-assisted in-situ keratomileusis). Contoh lain dalam bidang industri, teknologi laser dapat digunakan untuk proses pengelasan dan pemotongan lempengan baja.
Yang Harus Diketahui Sebelum Studi di Jerman
Jerman menarik minat mahasiswa asing karena kualitas universitasnya dan biaya yang murah. Tapi sebelum memutuskan berkuliah di Jerman, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Foto: picture alliance / dpa
"Bebas Bayaran" Sifatnya Relatif
Universitas Jerman hanya bebas bayaran jika calon mahasiswa yang mendaftar ke universitas negeri juga diterima oleh universitas itu. Selain itu, calon mahasiswa juga bermaksud untuk berkuliah dalam kondisi seperti warga Jerman biasa. Itu berarti: menghadapi tantangan yang sama. Program studi yang lain dari itu, atau di universitas swasta, kualitasnya juga bagus, tetapi tidak bebas biaya dan mahal.
Foto: dapd
Mahasiswa dan Kerja Sampingan
Visa mahasiswa membatasi jumlah waktu yang boleh digunakan untuk bekerja. Bagi mahasiswa tanpa paspor Uni Eropa, batasnya 120 hari per tahun. Dalam semester kuliah hanya boleh bekerja 20 jam per minggu. Tetapi biaya hidup di Jerman lebih murah daripada di banyak kota AS dan Inggris. Sebaiknya tidak mencoba kerja gelap. Ada risiko eksploitasi, dan jika tertangkap bisa dideportasi.
Foto: Fotolia/MNStudio
Melamar Beasiswa
Di Jerman banyak ditawarkan beasiswa bagi mahasiswa asing di berbagai bidang. Jika berprestasi baik dan ulet mencari beasiswa, kesempatan bisa diperoleh. DAAD adalah lembaga negara Jerman yang memberikan beasiswa paling banyak bagi mahasiswa asing. Yayasan yang memberi beasiswa dengan spesifikasi tertentu juga banyak.
Foto: picture-alliance/dpa
Masalah Visa
Mahasiswa dari negara bukan anggota Uni Eropa kerap hadapi masalah visa. Tiap orang bertanggungjawab sendiri untuk mengurus asuransi kesehatan, buktik emampuan menunjang hidup secara finansial, temukan tempat tinggal, daftarkan diri pada kantor wilayah, buat janji soal perpanjangan visa, dan dokumen lainnya. Bagi banyak negara, masalah ini sudah dimulai saat meminta visa di kedutaan besar Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Menanggulangi Banyak Formulir
Orang harus bersedia mengisi formulir. Sebaiknya biasakan diri dengan kata-kata birokratis Jerman. Juga organisir semua surat, lengkap dengan fotokopinya, mulai dari urusan visa sampai bayar sewa kamar. Triknya: jika dapat surat resmi, kirim kembali surat resmi yang lebih banyak lagi. Begitu saran Leah Scott-Zechlin, yang pernah kuliah di Berlin, dan veteran "Papierkrieg" (perang kertas).
Foto: picture alliance/dpa/Patrick Pleul
Bisa Bahasa Jerman Sangat Membantu
Tentu di kota besar orang asing bisa tinggal tanpa bisa bahasa Jerman. Sebagian program studi juga ditawarkan dalam bahasa Inggris. Tetapi setiap aspek hidup lebih mudah jika bisa bahasa Jerman, baik untuk bicara dengan petugas negara, maupun untuk bersosialisasi dengan orang Jerman. Kalau ingin bekerja, kemampuan berbahasa Jerman jadi aset sangat besar di pasaran tenaga kerja.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Kalaene
Universitas Tidak Menuntun Mahasiswa
Di Jerman mahasiswa tidak dibimbing seperti di sekolah. Sepenuhnya tergantung tiap mahasiswa asing untuk bisa jalani hidup di negara asing, datang ke kuliah dan belajar. Mata kuliah ada yang berkesan sangat bebas. Terserah mahasiswa, apakah serahkan pekerjaan rumah, berpartisipasi dalam kuliah atau tidak. Sebagian mata kuliah tergantung sepenuhnya pada ujian akhir atau makalah di akhir semester.
Foto: imago/Westend61
Masalah Tempat Tinggal
Asrama mahasiswa ada di banyak kota. Tetapi untuk dapat tempat kadang sulit. Di samping asrama, mahasiswa Jerman juga sering tinggal di Wohngemeinschaft (WG). Dalam sistem ini, beberapa mahasiswa bersama-sama menyewa sebuah apartemen. Tiap orang dapat satu kamar. Dapur dan kamar mandi biasanya digunakan bersama. Ini cara baik untuk bersosialisasi dengan orang Jerman dan memperbaiki bahasa Jerman.
Foto: Fotolia
Mencari Saran
Tinggal dan belajar di luar negeri kerap butuh tanggung jawab tinggi. Dan kadang orang merasa harus berjuang sendirian menghadapi banyak tantangan. Tapi tidak usah khawatir. Anda bukan mahasiswa asing pertama di Jerman. Sumber informasi dan saran kerap bisa ditemukan di internet. Untuk yang berbahasa Inggris ada forum "Toytown Germany".
Foto: Fotolia/Creativa
Mungkin Ingin Tinggal Selamanya
Mungkin Anda individu yang tahu cara peroleh kesempatan terbaik dalam hidup: kuliah beberapa tahun di Jerman, raih gelar, mungkin kerja sedikit, lalu kembali ke tanah air dan dapat penghasilan tinggi. Bisa jadi juga, Anda jatuh cinta dengan Jerman, sehingga hadapi dilema ucapkan "Tschüß" (selamat tinggal) selamanya kepada tanah air, atau rindu Jerman seumur hidup. Penulis: Caitlin Hardee (ml/vlz)
Foto: DW
10 foto1 | 10
Apa saja tantangan yang kamu hadapi sebagai satu-satunya mahasiswi asing di jurusan Teknik Laser?
Tantangan sebagai satu-satunya mahasiswi di jurusanteknik laser adalah saya harus membiasakan diri untuk berbaur dengan teman-teman pria. Selain itu juga saya harus aktif mencari tahu informasi terbaru dan mengutak-atik alat-alat penelitian serta harus selalu mengikuti perkembangan teknologi atau hal lain yang biasa dilakukan mahasiswa laki-laki agar saya mampu mengimbangi mereka pada saat kerja berkelompok di laboratorium.
Adakah pengalaman tidak terlupakan selama proses kuliah di Jerman bersama teman-teman yang semuanya orang Jerman?
Pengalaman yang tidak terlupakan adalah ketika saya harus praktik di laboratorium sendirian selama satu semester. Ini adalah pengalaman pertama buat saya karena selama ini saya selalu praktik dalam kelompok kecil, 2-3 orang. Tapi saya bersyukur karena saat saya praktik sendirian saya jadi jauh lebih paham apa yang saya kerjakan. Selain itu juga saya didampingi oleh pembimbing lab yang sangat baik dan teman-teman saya juga selalu bersedia membantu saya dalam proses pengerjaan laporan.
Mahasiswi asal Papua, Calon Pakar Laser
Dolfina Mansnembra adalah mahasiswi Indonesia yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 di Jerman. Di jurusan ini, ia menjadi satu-satunya mahasiswi asing. Seperti apa kesehariannya? DW menyajikannya untuk Anda.
Foto: DW/N. Ahmad
Dari Biak ke Münster
Berasal dari Biak, Papua, Dolfina telah berada lima tahun di Jerman untuk menuntut ilmu. Ia terdaftar sebagai mahasiswi di jurusan Teknik Laser, Fachhochschule (FH) Münster.
Foto: DW/N. Ahmad
Satu-satunya mahasiswi asing
Jurusan Teknik Laser FH Münster didominasi oleh mahasiswa pria. Di antara teman-teman satu angkatannya yang berjumlah sekitar 30 orang, Dolfina adalah satu dari tiga mahasiswa perempuan dan satu-satunya mahasiswi non-Jerman.
Foto: DW/N. Ahmad
Dari benci menjadi cinta
Kecintaan awal Dolfina terhadap teknik berawal dari kebenciannya terhadap fisika. Namun rasa bencinya justru berubah menjadi rasa penasaran untuk mendalami bidang ini sampai akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di jurusan teknik.
Foto: DW/N. Ahmad
Demi masa depan
Kuliah teknik di Jerman tentu tidak mudah. Namun prospek kerja setelah lulus cukup menjanjikan. Oleh karena itu, meskipun kuliahnya sangat sulit, Dolfina tetap bertahan di jurusan ini dan berjuang untuk bisa segera menyelesaikan skripsinya.
Foto: DW/N. Ahmad
Dari ruang kelas ke "Selbstlernbereich"
Kuliah yang tidak mudah tentu harus diimbangi dengan belajar dengan giat. Setelah selesai kuliah, biasanya Dolfina mengulang pelajaran di area Selbstlernbereich (ruangan dimana mahasiswa bisa belajar sendiri atau berkelompok). Di foto, Dolfina sedang menjelaskan suatu topik ke Muhamad Yunus, mahasiswa asal Subang, yang juga kuliah di jurusan Teknik Laser, FH Münster.
Foto: DW/N. Ahmad
Tulisan di lempeng besi
Gambar di foto adalah salah satu contoh penerapan teknik laser. Dolfina mencetak tulisan dan pola di atas lempengan besi. Ini adalah hasil dari kegiatan praktik di kampus.
Foto: DW/N. Ahmad
Penerapan teknik laser
Selain di lempengan besi, tulisan juga bisa dicetak di pulpen dengan teknologi laser. Masih banyak lagi bidang dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan teknologi laser, seperti misalnya penggunaan pointer presentasi, operasi mata (lasik) atau perawatan kecantikan.
Foto: DW/N. Ahmad
Aktif di PPI
Dolfina aktif di organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Münster. Bersama dengan pengurus PPI Münster (ki-ka: Redo, Wira, Ayas) ia seringkali bertemu usai jam kuliah untuk membahas kegiatan yang diselenggarakan organisasi pelajar ini.
Foto: DW/N. Ahmad
8 foto1 | 8
Selama lima tahun tinggal dan studi di Jerman, menurut kamu, apa hal yang kamu bisa dapat di Jerman tapi tidak bisa kamu dapatkan di Indonesia?
1) Belajar dan mempraktikkan bahasa Jerman secara langsung dengan orang Jerman. 2) Saya mendapat kesempatan untuk membentuk karakter saya menjadi lebih mandiri dan tidak mudah putus asa. 3) Diberikan kesempatan untuk bertemu dengan salah satu orang yang menginspirasi saya yaitu Pak Habibie. 4) Mendapat kesempatan untuk belajar di jurusan yang belum ada di Indonesia dan dapat mempraktikkan langsung apa yang saya pelajari di laboratorium dengan fasilitas terbaru dan lengkap.
Apa rencana kamu untuk lima tahun ke depan?
Rencana saya lima tahun kedepan adalah saya ingin menyelesaikan kuliah S1 saya, setelah itu saya ingin pulang ke Papua untuk membagikan ilmu serta motivasi yang sudah saya dapat di Jerman kepada adik-adik di Papua. Setelah itu, jika diberikan kesempatan saya ingin melanjutkan studi S2 saya sembari bekerja di salah satu perusahaan laser. (na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.