1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

DPR Revisi UU KPK, Berbagai Pihak Tuai Komentar

6 September 2019

DPR tetap menjalankan pembahasan revisi UU KPK meski masa jabatannya akan segera berakhir pada bulan September ini. Langkah ini dilihat sebagai upaya melemahkan KPK dan menuai kritik dari berbagai pihak.

Indonesien 2015 | Protest KPK, Kommission für Korruptionsbekämpfung in Jakarta
Foto: Imago/Zuma Press

DPR dianggap diam-diam mengusulkan revisi UU KPK di penghujung masa jabatan. Langkah DPR ini pun menuai sederet kritik tajam.

Badan Legislasi (Baleg) DPR tiba-tiba mengusulkan revisi UU KPK dibahas di rapat paripurna untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR dan pada akhirnya disepakati. DPR kemudian akan membahas revisi UU ini dengan pemerintah. Seperti diketahui, masa jabatan DPR 2014-2019 tersisa kurang dari satu bulan. Meski demikian, DPR tetap berniat mengebut pembahasan revisi UU KPK agar bisa disahkan menjadi UU sebelum periode berakhir.

DPR berdalih usulan revisi UU KPK ini merupakan lanjutan dari pembahasan yang tertunda pada 2017. Revisi UU KPK ini pun diklaim tak akan melemahkan lembaga antikorupsi tersebut.

Namun sejumlah pihak berpendapat berbeda. Ini sederet kritik tajam soal revisi UU KPK:

DPR dianggap langgar aturan

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menyoroti soal latar belakang pengajuan revisi UU KPK tersebut. Menurut PSHK Indonesia, pengesahan revisi UU KPK sebagai usulan inisiatif DPR melanggar aturan. PSHK juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak revisi UU KPK dengan cara tidak mengirim Surat Presiden atau Surpres.

"Pengesahan itu melanggar hukum karena tidak termasuk dalam RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah. Berdasarkan Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas," kata Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi.

KPK diserang dari berbagai penjuru

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai revisi UU KPK sebagai serangan terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Serangan ke KPK terendus mulai dari proses seleksi KPK, upaya revisi undang-undang, hingga peninjauan kembali napi korupsi. Dia melihat upaya-upaya itu sebagai bentuk konsolidasi perlawanan balik koruptor ke KPK.

"Proses yang terjadi saat ini mulai dari seleksi KPK, upaya revisi UU, peninjauan kembali sejumlah napi korupsi bentuk konsolidasi corruptors fight back terhadap KPK," kata Koordinator Korupsi Politik ICW Donal Fariz.

Jangan seperti kejar setoran

Mahfud MD berpendapat sebaiknya revisi UU KPK ditunda sampai dilantiknya anggota DPR RI yang baru. Menurutnya, jika revisi UU KPK dibahas oleh anggota DPR RI periode 2019-2024, pembahasannya akan lebih jernih.

"Menurut saya agar tidak buru-buru ya sebaiknya (revisi UU KPK) menunggu DPR baru. Kan bulan depan sudah jadi, enggak sampai sebulan lagi ya, tinggal 3 minggu (ada) DPR baru. Dan tidak seperti mau kejar setoran begitu, yang mau diubah apa dulu kan harus dikomunikasikan ke masyarakat," kata Mahfud.

Diam-diam bohongi rakyat

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut pembahasan revisi UU itu dilakukan diam-diam. Cara diam-diam itu, disebut Syarif, menjadi bukti pemerintah dan parlemen membohongi rakyat. Sebab, Syarif menyebut selama ini program pemerintah dan parlemen menguatkan KPK, tetapi malah merevisi UU diam-diam.

"Pemerintah dan parlemen telah membohongi rakyat Indonesia karena dalam program mereka selalu menyuarakan penguatan KPK tapi pada kenyataannya mereka berkonspirasi melemahkan KPK secara diam-diam," ucap Syarif.

Parpol dinilai punya kepentingan diam-diam

Formappi menilai ada kepentingan tawar-menawar antar-partai politik dalam Revisi UU KPK tersebut. Langkah DPR tanpa pemberitahuan ke publik itu dicurigai.

"Pertama, sudah ada bargaining diam-diam antar parpol untuk kepentingan mereka. Salah satunya melalui revisi UU KPK ini, mereka dengan sangat mudah mengagendakan penyampaian sikap fraksi-fraksi di paripurna tanpa memberitahukan publik," kata peneliti Formappi Lucius Karus.

DPR dianggap serampangan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai poin-poin yang ada dalam revisi UU KPK masih secara serampangan diinisiasi oleh DPR. ICW pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan pembahasan revisi UU KPK.

"Keseluruhan poin itu (revisi UU KPK) menggambarkan bahwa DPR secara serampangan menginisiasi adanya Revisi UU KPK. Presiden untuk menghentikan pembahasan revisi UU KPK. DPR fokus pada penguatan KPK dengan cara merevisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

(Ed: vv/ts)

Baca selengkapnya artikel dari ( detikNews):

Revisi UU KPK Diam-diam Banjir Kritik Tajam