1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Drama penyanderaan di Rusia ; Terorisme

3 September 2004
Dua petugas menyelamatkan para sandera di sekolah di Beslan, Rusia selatan.
Dua petugas menyelamatkan para sandera di sekolah di Beslan, Rusia selatan.Foto: dpa

AKSI penyanderaan ratusan murid dan guru sekolah dasar di Beslan, Rusia selatan, diakhiri Jumat kemarin. Pasukan Rusia menyerbu gedung sekolah tsb dan membebaskan para sandera.

Harian Swiss Basler Zeitung mengomentari drama penyanderaan di Rusia selatan, sebagai aksi yang kejam, namun tujuannya legitim:

Kebencian , yang melahirkan aksi kejam seperti drama penyanderaan di Beslan. Meski pun caranya kejam yang digunakan oleh para penyandera, namun tuntutan akan penarikan pasukan Rusia dari Chechnya adalah legitim. Paling tidak kini harus dilakukan pembicaraan guna mengakhiri perang. Setelah kehancuran yang dilakukan oleh pasukan Moskow di Chechnya, perundingan mengenai pemisahan Chechnya dari Federasi Rusia, hendaknya jangan dijadikan tema yang tabu.

Sementara harian Perancis Le Figaro menyimak aksi kekerasan susul menyusul selama satu pekan ini:

Di Irak, di Kaukasus , aksi kekerasan dan aksi penyanderaan susul menyusul. Orang berusaha mengkaitkan satu sama yang lain. Tidak dapat disangkal adanya fundamentalisme Islam dan terorisme. Kasusnya terjadi di dua kawasan berbeda, namun bentuk perangnya sama, yakni perang tanpa lawan yang nyata , dan tanpa struktur jelas. Siapa yang melatih para gerilyawan Irak? Sejauh mana gerakan separatis Chechnya dapat berkembang? Peran apa yang dimainkan oleh Al Qaeda? Karena kita tidak mengetahuinya, maka sikap kedua protagonis paling penting dalam konflik itu perlu diamati. George Bush dan Wladimir Putin memainkan lagu yang sama, namun dengan tujuan berbeda. Tujuan kuncinya adalah kekuasaan. Bagi AS tujuannya mendominasi dunia. Sementara Presiden Rusia hendak mempertahankan citra negaranya sebagai bangsa yang besar.

Sementara aksi penyanderaan di Beslan, Rusia selatan , telah berakhir, nasib kedua wartawan Perancis yang disandera di Irak masih tetap tidak pasti. Meski diduga mereka akan dibebaskan Jumat ini . Penyanderaan kedua reporter itu berkaitan dengan tuntutan penghapusan larangan berjilbab oleh pemertintah Perancis:

Harian Jerman TAZ di Berlin berkomentar:

Belum pernah begitu kuat dukungan dunia Muslim dan Arab menentang aksi penyanderaan di Irak. Paris dapat bangga atas dukungan itu. Inilah hasil dari lebih setengah abad diplomasi Perancis, ketika para presiden, baik dari kubu kiri maupun kanan , berjuang untuk tujuan yang sama. Sebaliknya yang menjadi masalah adalah alasan yang dikemukakan bagi dukungan untuk pembebasan kedua sandera. Banyak tokoh agama dan politik, mau pun Dewan Ulama sampai ke pemimpin Palestina Arafat, mengemukakan politik luar negeri Perancis, dukungan Paris bagi Palestina dan sikap Perancis yang menentang Perang Irak sebagai alasannya. Itu merupakan argumen buruk bagi masalah kemanusiaan. Tentu saja kedua reporter Chesnot dan Malbrunot harus dibebaskan. Tetapi bukan karena mereka warga Perancis, melainkan karena penyanderaan warga sipil pada prinsip tidak dapat ditolerir.

Sementara Harian Belgia De Standaard dengan sinis mengemukakan aksi penyanderaan terhadap dua wartawan Perancis tampaknya lebih penting daripada pembunuhan terhadap 12 sandera Nepal di Irak.

Rupanya pembunuhan terhadap 12 warga Nepal tidak sama bobotnya dengan penyanderaan dua warga Perancis. Nepal memang negara kecil . Perancis anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Di Nepal pembunuhan terhadap 12 warganya diprotes keras, sebuah masjid dihancurkan. Namun , dunia Arab hanya mengecam aksi penyanderaan terhadap kedua reporter Chesnot dan Malbrunot. Dikatakan, aksi penyanderaan seperti itu tidak sesuai dengan agama Islam. Argumen itu tidak pernah terdengar berkaitan dengan aksi penyanderaan dan pembunuhan di Irak sebelumnya.

Akhirnya komentar tentang larangan berjilbab di sekolah-sekolah publik di Perancis, yang menjadi alasan aksi penyanderaan dua reporter di Irak.

Harian Perancis Sud-Quest menyimak pemberlakuan UU pelarangan simbol-simbol agama yang mencolok di sekolah-sekolah publik.

UU mengenai larangan simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah publik, hari ini diuji. Berapa banyak jilbab yang akan terlihat? Mungkin lebih sedikit daripada yang diperkirakan, namun di sana sini pasti akan timbul masalah. Bagaimana reaksi para guru dan rektor? UU memberikan kepada mereka ruang gerak yang sama banyak seperti UU sebelumnya. Maka timbul pertanyaan, apakah UU itu perlu? Mengingat fanatisme di waktu belakangan ini, prinsip politik yang bebas dari kaitan agama, hendaknya diperkuat.