Dua Pertiga Warga Nilai Ada Masalah Rasisme Di Jerman
3 Agustus 2018
64 persen warga Jerman melihat rasisme sebagai masalah "besar" sampai "sangat besar". Lebih 50 persen menganggap rasisme sebagai penyakit sosial utama, tapi bukan isu terpenting.
Iklan
Lebih separuh warga Jerman yang disurvei dalam jajak pendapat bulanan lembaga jajak pendapat Infratest Dimap mengklasifikasikan rasisme sebagai penyakit sosial utama. Pada saat yang sama, mereka mengatakan masalah-masalah sosial lain lebih penting daripada isu pecari suaka dan pengungsi.
Infratest-Dimap setiap awal bulan mengeluarkan hasil jajak pendapat Deutschland-Trend. Edisi Agustus dirilis pada Kamis malam (2/8).
Ketika ditanya pendapat mereka tentang masalah rasisme, 17 persen responden mengatakan bahwa rasisme adalah "masalah sangat besar" dan 47 persen mengatakan itu "masalah besar" (47 persen). Sekitar 35 persen responden menyatakan rasisme adalah masalah kecil atau bukan masalah sama sekali.
Menariknya, orang dengan latar belakang imigran memiliki penilaian yang tidak jauh berbeda. 68 persen responden yang punya latar belakang migran mengatakan, rasisme masalah besar hingga sangat besar.
Lebih banyak warga di Jerman bagian timur yang menilai rasisme sebagah masalah serius (71 persen) ketimbang warga di Jerman bagian barat (62 persen).
Mesut Özil: Selayang Pandang Karirnya
Özil mengundurkan diri dari permainan internasional setelah menuduh dapat perlakuan rasis dari Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB). Gelandang tengah yang tenang dan berbakat itu telah menarik banyak penggemar setia.
Özil bergabung dengan tim muda Bundesliga Schalke 04 di kampung halamannya Gelsenkirchen pada 2005. Keberhasilannya di panggung internasional datang lebih cepat, ia memenangkan kejuaraan Eropa U21 dengan tim Jerman tahun 2009.
Foto: Imago/Team 2
Berawal dari Bremen
Karir klub Özil juga tidak mengecewakan. Mereka menggambarkannya sebagai "hal besar berikutnya." Keluar dari Schalke karena alasan gaji, Özil lalu pindah ke Werder Bremen pada 2008. Penampilannya yang luar biasa untuk tim Jerman di Piala Dunia 2010 menarik perhatian klub-klub terbaik Eropa. Ia dijual ke Real Madrid pada 2010 kemudian pindah ke tim Inggris Arsenal dengan rekor klub 50 juta Euro.
Foto: Imago/Sven Simon
Simbol keberhasilan integrasi
Tahun 2010 Özil memenangkan Bambi - penghargaan media bergengsi di Jerman - sebagai contoh cemerlang integrasi di Jerman. Lahir sebagai seorang Jerman generasi ketiga, ia selalu menyatakan bangga akan asal-usulnya di Turki, sambil menekankan bahwa hidupnya dikhususkan untuk Jerman. Sebagai seorang Muslim yang taat, ia pernah memposting foto dirinya berhaji ke Mekah pada 2016.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Pedersen
Raja di hati para penggemarnya
Özil bertemu Kanselir Angela Merkel setelah mengalahkan Turki tahun 2012. Ia menarik banyak penggemar setia karena kepribadiannya yang tenang dan sederhana serta gemar melakukan kegiatan filantropi. Tahun 2014 ia dipuji karena menyumbangkan kemenangan Piala Dunia 2014 bagi anak-anak Brasil yang membutuhkan operasi penyelamatan jiwa dan bertemu dengan anak-anak pengungsi Suriah di Yordania.
Özil mengikuti semua tujuh pertandingan sukses Piala Dunia Jerman di Brasil pada 2014. Dikenal sebagai "playmaker Joachim Löw," gelandang tengah ini memiliki hubungan dekat dengan pelatih nasional Jerman tersebut. Secara total sepanjang karir untuk timnas Jerman, ia telah memainkan 92 pertandingan, mencetak 23 gol, dan mencatatkan 40 umpan matang.
Foto: picture-alliance/GES/M. Gillar
Kontroversi Erdogan
Özil pernah bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan beberapa kali, yang terakhir yaitu Mei 2018. Pertemuan ini menghasilkan foto bersama yang akhirnya banyak dikritik di Jerman. Mulai dari politisi kiri yang menganggapnya mendukung pemimpin otoriter, dan politisi kanan yang menuduhnya kurang loyal terhadap Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/Presidential Press Service
Berakhirnya sebuah masa
Jerman tersingkir di babak penyisihan grup Piala Dunia 2018 di Rusia - ini adalah kinerja terburuk dalam beberapa dekade. Presiden Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), Reinhard Grindel, berusaha menyangkal kritik terhadap dirinya dengan menyalahkan pertemuan Özil dengan Erodgan untuk mengalihkan perhatian tim. Reaksi Grindel ini menuai kritik keras dari politisi dan penggemar sepak bola Jerman.
Foto: picture-alliance/Photoshot
'Kalau menang saya orang Jerman, tapi sewaktu kalah saya imigran'
Özil mengeluarkan unek-unek lewat Twitter sambil menyatakan mengundurkan diri dari permainan internasional pada Juli 2018, saat ia masih berusia 29 tahun. "Saya tidak mau lagi menjadi kambing hitam karena ketidakbecusannya," kata Özil merujuk kepada Grindel. Ia menuduh presiden DFB itu rasis, tapi mengucapkan terima kasih kepada Löw dan rekan di tim Jerman atas dukungan mereka.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Charisius
8 foto1 | 8
Integrasi perlu waktu
Secara keseluruhan, 62 persen responden menilai, integrasi warga migran di Jerman dalam jangka panjang "sangat sukses" atau "berhasil." Tetapi ada penilaian berbeda terhadap pendatang yang tiba baru-baru ini di Jerman.
Hanya 28 persen responden mengatakan bahwa integrasi warga migran yang tiba dalam beberapa tahun terakhir berhasil. 68 persen mengatakan bahwa integrasi untuk para pendatang di kelompok ini "tidak berhasil" atau "sangat tidak berhasil."
Namun ada perbedaan di kalangan pendukung partai politik. Sekitar 40 persen pendukung CDU/CSU merasa bahwa warga migran yang baru datang terintegrasi dengan baik, sedangkan hanya 33 persen dari Partai Kiri dan 30 persen dari pendukung Sosial Demokrat SPD menyatakan hal itu.
Dengan 200 Foto Telanjang Melawan Rasisme dan Intoleransi
Fotografer Rumania Tiberiu Capudean membuat potret telanjang hitam-putih, menunjukkan kisah hidup dari lebih 200 pria gay dari berbagai bangsa.
Foto: Javier Santiago
J. - Penjaga toko,, Spanyol
"Saya dibesarkan di sebuah desa di Spanyol. Saya sering diganggu di sekolah. Ketika berusia sekitar 13 tahun, seorang anak lelaki yang lebih tua mendekati saya waktu saya sedang duduk di bangku dan membaca. Dia mengatakan 'Kamu kotor!' Dan dia menuangkan sebotol susu cokelat pada saya. Saya kaget, sementara orang-orang di sekitar saya tertawa dan menatap saya seolah-olah saya adalah monster. "
Foto: Tiberiu Capudean
A. - Perancang mode, Spanyol
"Saya bekerja di lingkungan yang sangat 'machista'. Meskipun tidak ada yang menindas saya secara pribadi, saya melihat apa yang terjadi pada orang gay yang lebih muda yang bekerja dengan saya. Apa arti 'maskulin'? "Apakah kita semua harus muda dan kuat? Apakah kita semua harus berotot? Apakah kita hanya objek seksual?"
Foto: Tiberiu Capudean
D. - Manajer IT, Belgia
"Waktu saya masih tinggal dengan orang tua, saya bekerja shift malam di toko roti lokal. Tiga hari setelah saya mengakui homoseksualitas saya kepada orang tua, di pagi hari Ibu masuk ke kamar saya. Dia kelihatan panik dan bertanya, "Kamu harus bilang siapa yang melakukan, ya?" Ternyata seseorang telah menulis kata 'homo' di kap mobil saya... Tapi saya anggap saja itu sebagai suatu kehormatan."
Foto: Tiberiu Capudean
D. - Manajer pemasaran, Italia
"Saya dari dulu sudah 'gendut.' Anak-anak di sekolah sering mengejek saya. Saya tumbuh di kota kecil di Italia dan tidak pernah menyatakan orientasi seksual saya. Pada usia 30, saya meninggalkan Italia dan pindah ke Perancis karena perspektif kehidupan gay lebih baik. "Saya pernah mengalami krisis dan merasa sangat kacau. Sekarang, saya mencoba menerima diri saya dan bahagia dengan badan saya."
Foto: Tiberiu Capudean
S. - Aktor, Perancis
"Di Eropa Timur, saya tinggal di apartemen seorang perempuan tua, di sebuah menara yang sudah kusam. Dia mengundang cucunya bertemu saya. Kami minum vodka, langsung dari botol. Dia mulai berbicara tentang apa arti keluarga dan bertanya, apa yang saya pikir tentang itu? 'Saya tidak tahu,' kata saya (berbohong). 'Saya tidak pernah benar-benar memikirkan mereka'.
Foto: Tiberiu Capudean
Tiberiu Capudean, fotografer Rumania dan aktivis LGBT
"Pria telanjang di foto-foto ini adalah aspek yang paling tidak penting. Tujuan saya adalah untuk menunjukkan bahwa keragaman adalah sesuatu yang normal, baik itu menyangkut orientasi seksual, bentuk tubuh, usia atau ras." (Teks: Lavinia Pitu/hp/ )
Foto: Javier Santiago
6 foto1 | 6
Selain itu, pendukung SPD tampaknya jauh lebih nyaman dengan imigran yang sudah lama berada di Jerman. 77 pendukung SPD menyatakan integrasi telah berhasil baik untuk kelompok itu - dibandingkan dengan pendatang baru. Imigran "lama" kebanyakan berasal dari Turki atau Yunani, sementara imigran "baru" lebih banyak merupakan pengungsi dari negara-negara yang dilanda konflik seperti Suriah, Irak atau Afghanistan.
Masalah sosial isu terpenting
Survei Infratest-Dimap juga mengkonfirmasi temuan lain, yaitu bahwa warga Jerman tidak menganggap topik suaka dan pengungsi sebagai isu terpenting, sekalipun media dan politisi sangat sering menyoroti hal itu.
Ketika ditanya masalah mana yang penting bagi mereka, 97 persen responden menyebut kebijakan politik dalam bidang kesehatan, yang mempengaruhi pelayanan kesehatan dan perawatan bagi lansia. Diikuti oleh soal pensiun dan tunjangan sosial (95 persen) dan perlindungan dari kejahatan (90 persen.)
Hanya 39 persen responden menganggap kebijakan suaka dan pengungsi sebagai "sangat penting."
Berkarier Sebagai Perawat di Jerman
Merasa terpanggil untuk jadi perawat, Fransisca Wara Antini akhirnya menempuh pendidikan keperawatan di Jerman, walaupun sebenarnya ia tidak datang ke Jerman untuk menjadi perawat. Simak ceritanya di rubrik #NegeriOrang.
Foto: DW
Berkarier Sebagai Perawat
Inilah Fransisca Wara Antini. Perempuan kelahiran Yogyakarta ini sudah tinggal di Jerman selama 29 tahun. Ia berkarya sebagai perawat di St. Franziskus-Hospital, di kawasan Ehrenfeld di kota Köln.
Foto: DW
Bekerja di Rumah Sakit
Rumah sakit St. Franziskus-Hospital adalah tempat Fransisca Wara Antini menimba pendidikan sebagai perawat, dan kemudian berkarier.
Foto: DW/M. Linardy
Bekerja di Kawasan Ramai di Köln
Ehrenfeld adalah nama kawasan di kota Köln, di mana Fransisca bekerja. Di sekitarnya terdapat apartemen tempat tinggal, toko, restoran kecil, dan restoran kebap. Ehrenfeld tidak jauh dari pusat kota Köln, dan penduduknya padat.
Foto: DW/M. Linardy
Bangunan Baru Rumah Sakit
Fransisca menceritakan, bagian ini baru didirikan beberapa tahun lalu. Sebelumnya, rumah sakit yang terletak di tengah kawasan yang ramai ini, berukuran jauh lebih kecil.
Foto: DW/M. Linardy
Suasana Tenang di Tengah Kota
Walaupun terletak di tengah kawasan ramai, jika memasuki gedung dari depan, orang bisa segera merasakan suasana tenang.
Foto: DW/M. Linardy
Menangani Perawatan Pasien
Untuk memudahkan pekerjaan, pasien dibagi dalam tiga kelompok, sesuai nomor ruangan tempat pasien tidur. Fransisca bekerja di stasiun C2 di St. Franziskus-Hospital.
Foto: DW
Memberikan Obat Sesuai
Membagikan obat sesuai yang ditetapkan dokter yang memeriksa pasien, adalah bagian tugas para perawat yang bekerja di tiap stasiun. Selain itu, jika masuk tugas pagi, perawat seperti Fransisca juga harus memandikan pasien. Pasien yang tidak mampu bergerak sendiri, harus dipindah posisinya, agar kulitnya tidak luka akibat tergeletak terlalu lama.
Foto: DW
Juga Mencakup Urusan Administrasi
Bekerja sebagai perawat bukan hanya mengurus pasien, tetapi juga mengurus data tentang pasien. Setiap perawat harus mengecek apa yang telah tercatat tentang pasien ketika mulai bertugas, kemudian melengkapi data pasien sesuai apa yang terjadi saat ia bertugas.
Foto: DW
Kapel Di Bangunan Rumah Sakit
Di dalam bangunan rumah sakit St. Franziskus, juga terdapat sebuah kapel atau gereja kecil, yang kira-kira bisa memuat 150 orang.
Foto: DW/M. Linardy
Menyampaikan Syukur
Setelah bekerja seharian, Fransisca biasanya singgah di kapel di bangunan rumah sakit untuk berdoa singkat. Setelah itu pulang dan melakukan aktivitas lain. Berintegrasi dengan masyarakat Jerman sangat penting, katanya. Ia juga memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada rekan-rekannya, misalnya lewat acara makan bersama. Penulis: Marjory Linardy (ap)