Dua Pria Diadili di Aceh Karena Hubungan Sesama Jenis
10 April 2017
Dua pria akan diajukan ke Pengadilan Syariah di Aceh karena kedapatan melakukan hubungan sesama jenis. Keduanya terancam hukuman 100 cambukan.
Iklan
Kedua pria itu dipergoki warga akhir Maret lalu ketika berada berduaan di dalam sebuah kamar. Mereka kemudian diserahkan kepada polisi Syariah. Organisasi hak asasi Human Rights Watch mengecam perlakuan terhadap kedua pria homoseksual itu.
"Kasus ini telah dikirim ke pengadilan syariah Aceh," kata Tarmizi, kepala investigasi Polisi Syariah. Jika terbukti bersalah, mereka diancam dengan sanksi hukuman cambuk.
Kasi Penindakan dan Penyidikan Satpol PP dan WH Aceh, Marzuki mengatakan keduanya akan menjalani prosedur penyidikan sesuai aturan.
"Mereka melanggar Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, tentang Liwath dengan ancaman hukuman cambuk 100 kali," jelasnya beberapa waktu lalu.
Aceh merupakan satu-satunya provinsi Indonesia yang menggunakan hukum syariah dan mengkriminalisasi hubungan sesama jenis.
Organisasi hak asasi Human Rights Watch (HRW) meminta agar kedua pria itu dibebaskan.
"Orang-orang ini memiliki hak privasi.. dan sekarang menghadapi penyiksaan publik untuk dugaan 'kejahatan' orientasi seksual mereka," kata Phelim Kine dari HRW dalam sebuah pernyataan.
"Pemerintah Indonesia harus segera dan tanpa syarat membebaskan dua orang," tambahnya.
Menurut catatan HRW, Tahun 2016 aparat di Aceh melakukan 339 hukum cambuk atas berbagai bentuk pelanggaran hukum.
Polisi Syariah juga sering menargetkan perempuan Muslim yang tidak mengenakan jilbab atau mengenakan pakaian ketat.
Dua wanita ditahan Oktober tahun lalu karena dicurigai menjalin hubungan lesbian setelah mereka terlihat "berpelukan" di depan umum.
Hubungan sesama jenis tidak dilarang menurut hukum Indonesia. Namun belakangan, tekanan terhadap kelompok-kelompok homoseksual meningkat, setelah pejabat tinggi pemerintahan Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan menentang keberadaan mereka.
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS