Dua Tahun, Korea Utara Curi Triliunan Rupiah Uang Kripto
14 Januari 2022
Korea Utara dilaporkan melakukan peretasan sebanyak tujuh kali pada platform cryptocurrency selama tahun 2020 dan 2021. Hasilnya, aset aset digital senilai hampir $400 juta atau setara Rp5,7 triliun diekstraksi.
Iklan
Perusahaan analisis blockchain, Chainalysis, dalam laporannya menyebut Korea Utara melakukan serangan peretasan sebanyak tujuh kali pada platform cryptocurrency dengan mengekstraksi aset digital senilai hampir $400 juta atau setara Rp5,7 triliun pada 2021.
"Dari 2020-2021, jumlah peretasan yang terkait dengan Korea Utara melonjak dari empat menjadi tujuh, dan nilai yang diekstraksi dari peretasan ini meningkat sebesar 40%,” kata laporan itu, yang dirilis pada hari Kamis (13/01).
"Begitu Korea Utara mendapatkan hak kepemilikan atas dana tersebut, mereka memulai proses pencucian secara hati-hati untuk menutupi dan menguangkannya,” tambah laporan itu.
Iklan
Korea Utara menyangkal tuduhan pencurian
Panel ahli PBB yang memantau sanksi terhadap Korea Utara menuduh Pyongyang menggunakan dana curian untuk mendukung program nuklir dan rudal balistiknya guna menghindari sanksi.
Korea Utara tidak menanggapi pertanyaan media, tetapi sebelumnya telah merilis pernyataan yang menyangkal tuduhan peretasan.
Tahun lalu, Amerika Serikat mendakwa tiga pemrogram komputer Korea Utara yang bekerja untuk dinas intelijen negara itu, melalui aksi peretasan besar-besaran dengan nilai lebih dari $1,3 miliar uang dan mata uang kripto, yang memengaruhi perusahaan bank hingga studio film Hollywood.
Chainalysis tidak mengidentifikasi semua target peretasan, tetapi kebanyakan perusahaan investasi dan pusat exchange termasuk Liquid.com, di mana pada Agustus 2021 mendeteksi penyusup mendapat akses ke beberapa dompet cryptocurrency yang dikelolanya.
Para penyerang menggunakan umpan phishing, eksplitasi kode, malware, dan rekayasa sosial tingkat lanjut untuk menyedot dana dari dompet ‘panas' organisasi-organisasi ini yang terhubung internet kemudian ke alamat-alamat yang dikendalikan Korea Utara, kata laporan itu.
Bagaimana Cara Kerja dan Transaksi dengan Bitcoin?
Bitcoin adalah cryptocurrency atau mata uang digital paling menonjol yang telah mengalami perubahan nilai secara drastis. Simak penjelasan DW mengenai cara kerja Bitcoin berikut ini.
Token samar
Bitcoin dianggap sebagai mata uang digital karena hanya eksis secara virtual, tanpa koin atau uang kertas fisik yang ada di perputaran mata uang publik. Bitcoin juga tidak dapat ditransaksinan secara mandiri dan berada di luar jaringan bank komersial maupun bank sentral. Identitas pemilik bitcoin dan transaksinya tersembunyi.
Pendiri Bitcoin misterius
Cryptocurrency pertama kali dideskripsikan secara publik pada tahun 2008 oleh orang atau seklompok orang yang tidak dikenal, yang menggunakan nama Satoshi Nakamoto. Penggunaan mata uang digital ini dimulai sejak Januari 2009, ketika dirilis sebagai piranti lunak open source.
Bagaimana cara mendapatkan Bitcoin?
Ada tiga cara berbeda untuk memperoleh Bitcoin. Pertama, Anda dapat membeli dengan alat pembayaran yang sah di bursa online virtual seperti Coinbase atau Bitfinance. Kedua, Anda dapat menerima Bitcoin sebagai "pembayaran" atas produk dan layanan Anda. Dan ketiga, Anda dapat membuat Bitcoin Anda sendiri melalui proses yang disebut "penambangan."
Tanpa dompet virtual? Tidak bisa punya Bitcoin
Sebelum membeli Bitcoin, Anda harus menginstal perangkat lunak dompet virtuall yang berisi alamat serta kunci pribadi yang hanya dimiliki sang pemilik untuk mengirim atau menerima mata uang digital. Tanpa dompet virtual, Anda tidak dapat memiliki Bitcoin.
Proses pembayaran dengan Bitcoin
Untuk melihat bagaimana proses pembayaran dengan Bitcoin, mari kita bayangkan Tuan X ingin membeli topi dari Nyonya Y. Hal pertama yang perlu dilakukan Nyonya Y adalah mengirimkan alamat dompet virtualnya kepada Tuan X.
Rangkaian rantai balok
Setelah Tuan X menerima alamat dompet virtual Nyonya Y, dia akan "menandatangani" transaksi dengan kunci pribadinya untuk memverifikasi bahwa dia pengirim Bitcoin. Transaksi sekarang disimpan di blockchain Bitcoin dengan ribuan transaksi lain yang dilakukan dengan Bitcoin setiap hari.
Penambang di era digital
Sekarang transaksi Tuan X disiarkan ke semua peserta lain di jaringan blockchain peer-to-peer, yang juga disebut node. Pada dasarnya, ini adalah komputer pribadi atau "penambang", yang memverifikasi validitas transaksi. Setelah itu, Bitcoin dikirim ke alamat virtual Nyonya Y, di mana dia sekarang dapat membuka kunci transfer dengan kunci pribadinya.
Ruang mesin Bitcoin
Secara teoritis, setiap orang bisa menjadi "penambang" di jaringan blockchain. Pemrosesan Bitcoin mengamankan transaksi dengan menambahkan transaksi baru (atau blok) ke rantai dan menyimpannya dalam antrian.
Rangkaian data yang tidak dapat diubah
Transaksi Bitcoin antara Tuan X dan Nyonya Y akhirnya dimasukkan dalam buku besar, di mana semua transaksi dikonfirmasi sebagai blok. Saat setiap blok memasuki sistem, semua pengguna diberi tahu tentang setiap transaksi. Siapa yang telah mengirim berapa banyak Bitcoin kepada siapa, identitas mereka tetap anonim. Setelah dikonfirmasi, transaksi tidak dapat dibatalkan oleh siapa pun.
Penambangan kontroversial Bitcoin
Penambang menghasilkan Bitcoin baru saat mereka memproses transaksi. Setelah diselesaikan, blok baru ditambahkan ke rantai dan penambang diberi hadiah Bitcoin. Cina adalah penambang terbesar di jaringan Bitcoin. Biaya listrik yang murah memberikannya keunggulan atas penambang saingan, terutama dari AS, Rusia, Iran, dan Malaysia.
Bitcoin yang haus energi
Jaringan Bitcoin mengonsumsi energi dalam jumlah besar, sekitar 120 terawatt jam daya per tahun. Indeks Konsumsi Listrik Bitcoin dari Universitas Cambridge, menghitung bahwa cryptocurrency membutuhkan lebih banyak energi dibanding masing-masing negara yang ditunjukkan dengan warna biru pada peta di atas. (Grafik: Per Sander
Teks: Gudrun Haupt/ha/ hp)
11 foto1 | 11
Lazarus Group
Banyak dari serangan di 2021 kemungkinan dilakukan oleh Lazarus Group, kelompok peretasan yang disetujui oleh Amerika Serikat, yang menyebut mereka dikendalikan oleh Biro Umum Pengintaian, biro intelijen utama Korea Utara. Kelompok tersebut telah dituduh terlibat dalam serangan ransomware "WannaCry”, peretasan bank internasional dan rekening pelanggan, dan serangan siberr 2014 di Sony Pictures Entertainment.
Korea Utara juga tampaknya meningkatkan upaya untuk mencuci mata uang kripto yang dicuri, secara signifikan meningkatkan penggunaan mixer atau alat perangkat lunak yang mengumpulkan dan mengacak cryptocurrency dari ribuan alamat, kata Chainalysis.
Laporan itu menyebut para peneliti telah mengindentifikasi $170 juta kepemilikan cryptocurrency lama yang tidak dicucui dari 49 peretasan terpisah mulai dari 2017 hingga 2021.
Laporan itu mengatakan tidak jelas mengapa para peretas masih menggunakan dana ini, tetapi mereka bisa berharap untuk mengecoh kepentingan penegakan hukum sebelum menguangkannya.
"Apa pun alasannya, lamanya waktu (Korea Utara) bersedia untuk menahan dana ini mencerahkan, karena ini menunjukkan rencana yang hati-hati, bukan yang putus asa dan tergesa-gesa,” Chainalysis menyimpulkan.