1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dua Tahun Penjara Bagi Thaksin

22 Oktober 2008

Mahkamah Agung Thailand memutuskan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra telah melanggar hukum dengan menyalahgunakan jabatan demi kepentingan pribadi.

Reli para demonstran di Bangkok
Thaksin ShinawatraFoto: AP

Para pendukung gerakan anti pemerintah Thailand menyambut gembira keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra bersalah, dalam kasus korupsi. Namun para pemrotes pemerintah tetap bertahan di kantor pemerintahan, yang telah mereka duduki sejak akhir Agustus lalu.

Aliansi Rakyat untuk Demokrasi PAD mengklaim kemenangan mereka atas pemerintah, setelah Thaksin terbukti menyalahgunakan kekuasaan membantu istrinya agar mendapat harga murah dalam lelang pembelian tanah, saat menjabat sebagai perdana menteri. Keputusan sidang diambil tanpa kehadiran Thaksin yang saat ini bersama istrinya bermukim di Inggris. Dari sembilan anggota hakim, lima hakim menyatakan Thaksin melanggar konstitusi.

Mahkamah Agung memutus perkara Thaksin saat meningkatnya tensi ketegangan di Thailand antara pendukung mantan pemimpin Thailand tersebut dengan pihak lawan. Keputusan ini merupakan salah satu dari beberapa dakwaan yang dituduhkan pada mantan pemilik dan kini ketua kehormatan klub bola Manchester City, sejak ia dilengserkan oleh kudeta militer tahun 2006 silam. Para pemimpin kudeta menuduh banyak kasus korupsi dan penyalahgunaan terjadi saat Thaksin berkuasa. Mereka juga menyiapkan unit khusus untuk menyelidiki bisnis-bisnis yang dilakukan oleh mantan perdana menteri Thailand itu beserta kroninya.

Istri Thaksin Pojaman yang terkena kasus penggelapan pajak, sebelumnya Juni lalu telah divonis tiga tahun penjara, namun dibebaskan oleh Mahkamah Agung.

Kasus pembelian lahan tanah ini bermula ketika istri Thaksin, Pojaman, membeli tanah sebesar 5 hektar di pusat kota Bangkok. Tanah itu dibeli dari badan pemerintah untuk urusan keuangan, Financial Institutions Development Fund, yang memperoleh tanah itu dengan mengakuisisi perusahaan Erawan Trust yang telah bangkrut. Di Thailand terdapat ketentuan bahwa pejabat pemerintah tidak boleh berbisnis dengan badan pemerintah.

Segera setelah putusan ini dijatuhkan, pihak jaksa penuntut meminta pemerintah Inggris untuk mengekstradisi Thaksin. Thaksin dan istrinya, yang sejak Agustus lalu berada di Inggris, berkilah bahwa mereka tidak mendapatkan putusan yang adil.

Dalam pemilu tahun 2001, Thaksin menduduki kursi perdana menteri pertama yang berasal dari kalangan pengusaha. Ia memimpin Thai Rak Thai, yang didirikannya tahun 1998 dan memenangkan pemilu dengan suara terbanyak tahun 2005. Meski berbagai tudingan korupsi deras mengalir, sebagian masyarakat pedesaan merasa diuntungkan dengan program desa sejahtera dan peluang kerja, yang dikenal pendukungnya sebagai strategi Thaksinomik.(ap)




Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait