1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Dua Tahun Perang Berlangsung: Seberapa Kuat Hamas Sekarang?

Reporter DW
7 Oktober 2025

Kepemimpinan militer Hamas telah hancur, dan tidak jelas berapa banyak tentara yang masih dimiliki kelompok itu. Namun, mereka tetap mampu melakukan serangan gerilya.

Asap mengepul dari area yang menjadi sasaran serangan pasukan Israel di Kota Gaza, Gaza, pada 27 September 2025.
Israel menggambarkan Kota Gaza sebagai “benteng terakhir” kelompok Hamas dan mengklaim ada sekitar 3.000 pejuang di kota tersebutFoto: Khames Alrefi/Anadolu Agency/IMAGO

Dua tahun setelah Israel memulai kampanye militernya terhadap kelompok militan yang berbasis di Gaza, para pengamat mengatakan Hamas memang terpukul, tetapi belum sepenuhnya kalah jika pertempuran berlanjut. Namun, militer Israel masih memiliki kekuatan senjata dan persenjataan yang jauh lebih unggul.

"Hamas telah mengalami banyak kemunduran militer, tetapi masih memiliki kemampuan untuk bangkit kembali dan tetap mempertahankan komando dan kontrol,” kata Marina Miron, peneliti di Departemen Studi Perang di King's College London, kepada DW.

Sebelum perang di wilayah Palestina dimulai, setelah serangan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan hampir 1.200 orang, kelompok militan itu diperkirakan memiliki antara 25.000 hingga 30.000 anggota. Selama dua tahun terakhir, berbagai sumber keamanan Israel mengatakan mereka telah menewaskan antara 17.000 hingga 23.000 dari jumlah tersebut.

Militer Israel belum memberikan bukti yang kuat mengenai jumlah militan Hamas yang tewas, dan banyak pengamat berpendapat bahwa angka sebenarnya mungkin jauh lebih rendah.

Setahun setelah konflik dimulai, laporan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) yang lebih rinci tentang pembunuhan militan, mencakup waktu, lokasi, dan operasi, memperkirakan sekitar 8.500 korban tewas, menurut laporan Armed Conflict Location and Event Data (ACLED) yang berbasis di AS pada Oktober 2024.

"Angka ini juga mencakup militan dari kelompok bersenjata lain dan kemungkinan anggota non-kombatan Hamas,” tulis ACLED.

Sebuah basis data rahasia Israel yang dikutip oleh media Inggris dan Israel tampaknya mengonfirmasi hal ini. Data tersebut menunjukkan bahwa, hingga Mei 2025, hanya 8.900 militan Hamas atau sekutunya, Jihad Islam, yang tewas atau ‘kemungkinan tewas'.

Itu berarti lebih dari 80% dari lebih 66.000 orang yang tewas di Gaza adalah warga sipil, simpul publikasi tersebut.

Selama gencatan senjata pada Februari, Hamas menyerahkan sandera Israel kepada Palang MerahFoto: Mohammed Hajjar/AP/picture alliance

Hamas rekrut ribuan milisi baru

ACLED menyebut bahwa Hamas mungkin telah merekrut lebih banyak anggota selama dua tahun terakhir. Awal tahun ini, pejabat intelijen AS mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa mereka yakin Hamas dapat merekrut 10.000 hingga 15.000 militan baru.

"Ada indikasi, termasuk di media sosial, bahwa semakin banyak pemuda Palestina tanpa pelatihan sebelumnya bergabung dengan Brigade Qassam (sayap militer Hamas) dan melakukan aksi gerilya,” tulis Leila Seurat, peneliti di Arab Center for Research and Policy Studies di Paris, dalam majalah Foreign Affairs pada Agustus.

Para pengamat mengatakan kedua pihak memiliki kepentingan untuk melebih-lebihkan kekuatan kelompok militan tersebut.

"Bagi Hamas, ini adalah cara untuk menunjukkan kekuatan selama negosiasi gencatan senjata. Bagi Israel, menggambarkan Hamas sebagai musuh serius bisa menjadi ‘dalih untuk menghancurkan Gaza dan mengusir penduduknya,'” kata Mohammed al-Astal, analis yang berbasis di Gaza selatan, kepada New York Times bulan lalu.

Meskipun jumlah militan Hamas masih diperdebatkan, satu hal jelas: Israel telah menewaskan sebagian besar pimpinan senior Hamas, dan hanya tersisa satu komandan utama dari dewan militer pra–7 Oktober.

Sejak pertengahan Agustus 2025, tentara Israel melancarkan gelombang baru pemboman di Gaza dan mengeluarkan perintah evakuasi bagi hampir 1 juta penduduknya. Banyak warga yang melarikan diri dari Kota Gaza berakhir di kamp-kamp tenda seperti yang ada di Khan Younis iniFoto: Jehad Alshrafi/AP Photo/picture alliance

Taktik gerilya Hamas

Selama dua tahun terakhir, Hamas telah mengubah taktiknya. Menurut ACLED, kelompok itu kini beroperasi lebih terdesentralisasi dan semakin mengandalkan perang gerilya, taktik sergap, serta serangan cepat menggunakan bahan peledak, alih-alih pertempuran langsung dengan tentara Israel.

Jumlah serangan roket lintas batas ke Israel oleh Hamas juga menurun drastis. Pejabat Israel mengatakan sebagian besar persenjataan Hamas, terutama senjata berat seperti roket, telah dihancurkan.

Namun, Hamas masih berhasil meluncurkan dua roket pada September 2025 dan melakukan serangan kompleks terhadap tentara Israel, termasuk satu di Khan Younis pada Agustus 2025, di mana para militannya menggunakan senjata berat dan mencoba menculik tentara Israel.

Di wilayah yang oleh militer Israel diklaim telah "dibersihkan,” kelompok-kelompok kecil Hamas sering muncul kembali, menurut para pengamat. Kemungkinan sebagian jaringan terowongan Hamas yang memungkinkan serangan mendadak dan tempat penyembunyian sandera Israel masih ada.

Di luar Gaza, juga terdapat bukti bahwa Hamas telah meningkatkan aktivitasnya di Tepi Barat yang diduduki setelah hampir 15 tahun relatif tenang di sana, meskipun kelompok militan Palestina lainnya masih menjadi pelaku utama kekerasan di wilayah itu.

Bagaimana dengan pemerintahan sipil di Gaza?

Pertanyaan besar yang sering muncul adalah seberapa besar kendali Hamas masih tersisa atas Gaza.

Hamas memiliki sayap militer yang berperang melawan tentara Israel. Namun, sejak 2007, kelompok ini juga mengelola pemerintahan sipil Gaza: mulai dari rumah sakit, kepolisian, hingga petugas kebersihan.

Beberapa pengamat mengatakan sayap sipil Hamas telah beradaptasi, termasuk dengan membentuk pasukan polisi berpakaian sipil dan sistem pembayaran tunai tidak resmi untuk pegawai negeri.

Namun hal itu tampaknya mulai berubah. Para pegawai negeri dikabarkan dibayar dengan uang tunai yang disimpan Hamas untuk keadaan darurat, tetapi dana itu mungkin kini mulai habis. Menurut ACLED, militer Israel juga semakin menargetkan individu dan fasilitas yang terkait dengan pemerintahan Hamas, termasuk pemerintahan level kota dan kepolisian, untuk melemahkan kendali sipil kelompok tersebut di Gaza.

Pada akhir September, seorang pejabat lembaga bantuan mengatakan kepada surat kabar Inggris The Guardian bahwa mereka tidak lagi berkomunikasi dengan Hamas sejak Maret dan kini bekerja dengan kelompok masyarakat lain.

"Warga Palestina melaporkan bahwa sejak perang kembali berlanjut, pejabat Hamas semakin jarang menjalankan tugas publik, termasuk patroli keamanan, sebagian karena kekacauan akibat serangan, tetapi juga karena takut menjadi sasaran langsung Israel,” tulis analis International Crisis Group awal tahun ini.

Israel Tingkatkan Operasi Militer Gempur Kota Gaza

01:45

This browser does not support the video element.

Hamas "memprioritaskan kelangsungan hidup"

Seorang mantan perwira keamanan internal Gaza baru-baru ini mengatakan kepada BBC bahwa Hamas telah kehilangan kendali atas hampir seluruh Gaza. Ia mengatakan bahwa kelompok kriminal dan klan-klan lokal kini mengisi kekosongan keamanan, menggambarkan masyarakat Gaza sebagai "benar-benar runtuh.”

Hamas juga menghadapi persaingan internal yang meningkat, dengan laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa Israel secara sengaja meningkatkan dukungan terhadap kelompok anti-Hamas di Gaza. Salah satu organisasi yang menonjol adalah Popular Forces, yang anggotanya dikaitkan dengan penyelundupan narkoba dan penjarahan bantuan. Pemimpinnya disebut berupaya mengkoordinasikan kelompok bersenjata lain untuk melawan Hamas.

Banyak pengamat sepakat bahwa mustahil untuk sepenuhnya melenyapkan Hamas, dan bahwa melemahkan kelompok itu mungkin merupakan "kemenangan total” paling realistis yang dapat dicapai Israel.

"Hamas telah … memprioritaskan kelangsungan hidup daripada konfrontasi langsung,” tulis ACLED pada September. "Ini sejalan dengan pandangan kelompok tersebut bahwa bertahan hidup sendiri adalah bentuk kemenangan.”

"Hamas adalah sebuah ideologi,” kata Hans-Jakob Schindler, pakar di International Centre for Counter-Terrorism, kepada DW baru-baru ini. "Kamu tidak bisa menghancurkan ideologi. Kamu hanya bisa melemahkan kemampuan militer dan terorisnya.”

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Rahka Susanto

Editor: Yuniman Farid/ Prihardani Purba