Dua pemuda Palestina tewas dalam serangan pemukim Israel di Tepi Barat, keluarga korban menyebut ambulans sempat dihalangi, salah satu korban berkewarganegaraan AS.
Orang-orang berdoa pada hari pemakaman Sayfollah Kamel Musallet, seorang warga Palestina-Amerika, dan Mohammed al-Shalabi, yang diduga dibunuh oleh pemukim IsrealFoto: Ammar Awad/REUTERS
Iklan
Lapangan sekolah di al-Mazra'a al-Sharqiya, sebuah kota di Tepi Barat yang diduduki Israel, berubah menjadi tenda duka besar setelah dua pemuda tewas dalam serangan yang menurut keluarga mereka merupakan aksi terbaru pemukim Israel.
Pihak keluarga menyatakan, Sayfollah Musallet, warga negara AS berusia 20 tahun asal Florida, tewas setelah dipukuli. Sementara Mohammed al-Shalabi, 23 tahun, ditembak saat serangan pada hari Jumat (11/06). Warga sekitar menyebut pemukim Israel menghalangi upaya penyelamatan kedua pemuda yang mengalami luka serius.
Razek Hassan al-Shalabi, ayah Mohammed, duduk di antara warga dan kerabat yang datang melayat di halaman sekolah. "Pagi tadi dia bilang ingin menikah,” ujarnya kepada DW. "Dia berbicara tentang ingin membangun keluarga, sekarang kami harus menguburkannya.”
Di seberang jalan, di rumah Sayfollah Musallet, para perempuan berkumpul untuk menghibur keluarga yang berduka. Saif, panggilan Sayfollah, tiba sejak Juni lalu dari kampung halamannya di Tampa, AS, untuk menghabiskan musim panas bersama kerabatnya di kota yang berjarak sekitar 20-kilometer timur laut Ramallah itu.
"Dia seperti adik sendiri,” kata sepupunya, Diana Halum, yang juga menjadi juru bicara keluarga, kepada DW. "Kami sering bepergian bersama, bolak-balik dari AS ke Palestina. Dia datang ke sini untuk mengunjungi sepupu dan teman-temannya.”
"Kami tidak pernah menyangka hal tragis seperti ini akan terjadi,” lanjut Halum. "Apalagi cara mereka membunuhnya. Dia dianiaya oleh para pemukim Israel yang agresif dan ilegal, lalu dibiarkan begitu saja selama berjam-jam.”
Konflik Palestina Israel - Ini yang Perlu Kamu Ketahui
13:57
This browser does not support the video element.
Pihak keluarga menjelaskan, selama tiga jam petugas medis berusaha menjangkau Saif, akhirnya saudaranya sendiri yang berhasil membawanya ke ambulans. Namun Saif keburu meninggal dunia sebelum tiba di rumah sakit.
"Ini adalah mimpi buruk yang tidak terbayangkan, ketidakadilan yang tidak seharusnya dialami keluarga manapun,” kata pihak keluarga. "Kami mendesak Departemen Luar Negeri AS segera menyelidiki dan menuntut pertanggungjawaban para pemukim Israel atas kejahatan yang mereka lakukan terhadap Saif.”
Departemen Luar Negeri AS menyatakan mereka mengetahui laporan mengenai kematian seorang warga negara AS di Tepi Barat, namun menolak memberi komentar lebih lanjut dengan alasan "demi menghormati privasi keluarga”, meski menyatakan siap "memberikan layanan konsuler.”
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
'Kenyataan sehari-hari' di Tepi Barat
Para pemuda berkumpul bersama warga lain seusai salat Jumat, menunjukkan solidaritas mereka di sebuah ladang yang menjadi lokasi bentrokan saat pemukim Israel menyerang warga yang tengah berdemo menolak kekerasan dan perampasan tanah, minggu lalu.
Iklan
Dalam pernyataan awal setelah kejadian, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim bahwa "teroris melemparkan batu ke arah warga sipil Israel,” sehingga memicu "konfrontasi kekerasan” yang mencakup "perusakan properti Palestina, pembakaran, bentrokan fisik, dan pelemparan batu.”
IDF juga mengakui adanya laporan bahwa setidaknya satu warga Palestina tewas dan beberapa lainnya terluka. Mereka mengatakan insiden itu "sedang diselidiki.” Keluarga korban menyebut tubuh kedua pemuda menunjukkan tanda-tanda penyiksaan.
Kesaksian Serdadu Israel Tentang Pelanggaran HAM di Palestina
Organisasi HAM Israel, Breaking the Silence mengumpulkan kesaksian serdadu tentang berbagai insiden dan pelanggaran HAM di Palestina. Testimoni mereka mengungkap tindak tanduk militer yang semakin menyulut kebencian.
Foto: Reuters
Nyanyian Senyap Para Serdadu
Israel kerap mengklaim militernya adalah yang paling bermoral di seluruh dunia. Namun kesaksian sejumlah serdadu membuktikan sebaliknya. Testimoni berikut diambil secara anonim tanpa menyebutkan identitas. Hampir semua pelanggaran yang dicatat oleh organisasi Breaking the Silence tidak pernah menyentuh meja pengadilan.
Foto: Breaking the Silence
Darah Menjamin Pangkat
Seorang serdadu berpangkat sersan berkisah, ketika baru ditempatkan dalam unit patroli di tepi barat ia mendapat arahan dari seorang komandan berpangkat mayor jendral, "pangkatmu tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang yang kamu tangkap, tetapi seberapa banyak kau membunuh." Menurutnya hampir semua perwira tinggi di militer Israel meniti karir dengan cara serupa.
Foto: Reuters
Tameng Manusia
Seorang kapten dilaporkan mengikat seorang lelaki Palestina di kap mesin mobilnya untuk mencegah warga melemparkan batu ke arah konvoi tentara di sebuah desa di Bethlehem. Kesaksian tersebut dibuat oleh seorang serdadu berpangkat letnan. Kapten yang sama juga diklaim pernah memancing amarah warga desa Takoa di Tepi Barat agar "bisa menembaki kaki anak-anak dan remaja Palestina" yang melempar batu.
Foto: Getty Images/AFP/J. Ashtiyeh
Aksi Beringas Pemukim Yahudi
Seorang sersan di Brigade Nahal bercerita suatu hari ia mendapati seorang bocah perempuan Palestina dengan luka lebar di kepala. Ia dilempar batu oleh bocah Israel di desanya di Hebron. Menurutnya, bocah di pemukiman Yahudi justru mendapat pujian oleh orangtuanya jika melukai warga Palestina. Tindak kriminal semacam itu jarang ditindaklanjuti oleh kepolisian dan cendrung dilindungi oleh militer.
Foto: Reuters
Korban Sipil
Pertengahan 2014 militer Israel mendapat informasi pertemuan petinggi Hamas di sebuah rumah bertingkat di Khirbet Khuza’a, Jalur Gaza. Ketika pasukan pengintai mengkonfirmasikan target, angkatan udara Israel langsung menghancurkan gedung tersebut dengan bom. Warga sipil yang berada di dalam gedung cuma diberi waktu satu menit untuk melarikan diri. Tidak ada yang selamat dalam serangan tersebut.
Foto: Reuters
Tubuh Berceceran di Tembok
Seorang sersan di Brigade Givati bercerita tentang operasi penggerebekan sebuah rumah di Jalur Gaza. Ketika pintu rumah tidak dibuka, mereka lalu memasang bom jenis Fox di gagang pintu. Pada saat bom meledak, penghuninya yang seorang ibu baru hendak membuka pintu. Anak-anak melihat bagaimana tubuh ibunya berceceran di tembok rumah. Insiden tersebut kemudian dianggap "lucu" oleh seorang serdadu.
Foto: Reuters/M. Salem
Blokade Mengusir Bosan
Militer Israel sering memblokade pemukiman Palestina untuk alasan keamanan. Namun seorang serdadu berpangkat letnan berkisah bagaimana komandannya memblokir desa di dekat Qalqilya, Tepi Barat, cuma karena merasa bosan. "Tinggal kurung mereka. Anda menghancurkan mereka secara mental dan fisik. Mereka tidak bisa keluar dan tidak bisa bekerja," tuturnya mengutip ocehan sang komandan.
Foto: Reuters
Penggusuran Rumah Sipil
Setiap kali Hamas meluncurkan roket Qassam, militer Israel akan merangsek ke pemukiman Palestina di Jalur Gaza dengan buldoser. Mereka bertugas menggusur rumah penduduk tak berdosa untuk membuka zona pengaman. Adalah serdadu berpangkat rendah seperti letnan yang memutuskan rumah siapa yang harus dirobohkan. Penghuninya diusir tanpa uang ganti rugi.
Foto: Reuters
Salah Target
Sebuah operasi pembunuhan terhadap target teroris yang dilakoni pasukan elit Israel, Unit Shaldag, di Jalur Gaza berujung petaka. Seorang serdadu berkisah mereka menembaki mobil yang salah dan membunuh tiga orang warga sipil Palestina. Militer Israel kemudian mengklaim operasi tersebut berhasil. Keesokan harinya media melaporkan tentara berhasil membunuh tiga teroris.
Foto: picture alliance / AP Photo
Penganiayaan Sipil
Seorang sersan berkisah tentang seorang komandan di batalyon 35 yang berpatroli di sebuah pasar di Hebron. Dia lalu mendatangi seorang pedagang Arab berusia tua, menyeretnya ke halaman belakang dan memukulinya hingga babak belur. Sersan yang sama bercerita tentang serdadu lain yang ditugaskan menggeledah sebuah rumah, memotret penghuni perempuan saat sedang telanjang.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Al Hashlamoun
10 foto1 | 10
Menjawab pertanyaan DW, IDF merujuk pada pernyataan sebelumnya dan menambahkan bahwa "penyelidikan gabungan telah diluncurkan oleh Kepolisian Israel dan Divisi Investigasi Kriminal Militer.”
Serangan ini hanyalah satu dari sekian banyak kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Sejak insiden serangan Hamas ke selatan Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang yang menyusul di Gaza, kekerasan semacam ini menjadi "kenyataan sehari-hari,” menurut Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA). Dari Januari 2024 hingga Mei 2025, OCHA mencatat lebih dari 2.070 serangan oleh pemukim yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan properti di Tepi Barat.
Pemukim secara rutin menyerbu desa-desa atau mendirikan pos ilegal untuk mengintimidasi dan mengusir warga Palestina, seringkali dilakukan di depan tentara atau polisi Israel yang tak mengambil tindakan. Kelompok HAM Israel dan Palestina juga melaporkan bahwa beberapa pemukim telah direkrut menjadi anggota militer cadangan.
Al-Mazra'a al-Sharqiya adalah kota kecil dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki. Wilayah ini telah mengalami beberapa serangan oleh pemukim IsraelFoto: Tania Krämer/DW
Syok, kehilangan, kepasrahan
Beberapa jam setelah kejadian, Razek Hassan al-Shalabi sempat mengira putranya, Mohammed, berada dalam tahanan IDF. Namun saat malam tiba dan ia mengetahui kabar itu keliru, warga mulai mencari keberadaan Mohammed. Keluarga dan Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan jasadnya ditemukan dalam kondisi tertembak di punggung dan mengalami luka parah.
Teman-teman kedua korban berkumpul di sekolah pada hari Sabtu (12/06), tampak terkejut. Iyad, yang meminta nama belakangnya tak disebut, mengatakan Saif dan Mohammed berada dalam lingkaran pertemanan yang sama. "Mereka selalu jadi orang yang membuat semua orang bahagia. Mereka tak pernah mengecewakan siapa pun. Kalau kamu butuh bantuan, mereka pasti ada,” katanya kepada DW.
Razek al-Shalabi kehilangan putranya, Mohammed, dalam serangan oleh pemukim IsrealFoto: Tania Krämer/DW
Iyad yang juga adalah pemuda Palestina-Amerika mengatakan banyak orang di Tepi Barat percaya bahwa para pemukim melakukan serangan dengan kesan "kebal hukum". Ia juga menilai pemerintah AS jarang membela korban maupun keluarga mereka.
"Kasus ini mendapat perhatian hanya karena Saif adalah warga negara Amerika,” katanya. "Tapi ini bukan pertama kalinya. Sudah ada beberapa warga Amerika yang dibunuh, baik oleh pemukim maupun tentara Israel dan saya rasa pemerintah Amerika harus mulai bertindak. Jujur saja, saya kehabisan kata-kata.”
Berasal dari California, Iyad juga sedang berkunjung ke Palestina untuk menghabiskan liburan musim panas. "Sungguh menyedihkan, ketika orang harus selalu waspada di tanahnya sendiri. Menyedihkan, karena setiap kali orang Palestina keluar rumah, nyawanya terancam,” katanya. Sejak perang di Gaza pada Oktober 2023 meletus menyusul serangan brutal teroris Hamas ke Israel, tiga pemuda Palestina-Amerika lainnya tewas di Tepi Barat. Kasus mereka, yang melibatkan pemukim maupun tentara Israel, masih belum terungkap.
"Situasi ini membuat kami merasa tak berdaya dan sedih. Disini, di desa, kami menghadapi hal seperti ini hampir setiap hari,” kata Hafeth Abdel Jabbar kepada DW. Putranya yang berusia 17 tahun, Tawfiq, warga negara AS dari Louisiana, ditembak mati pada 2024 di dekat kota itu. Hingga kini, tak ada satu orang pun yang dituntut.
"Yang menyakitkan, pemerintah kami malah mendukung rezim yang penuh rasisme dan ekstremisme. Mereka mendukung para pemukim, seolah-olah memperlakukan kami seperti bukan manusia. Itu yang membuat kami benar-benar bingung,” ujar Abdel Jabbar.
Eskalasi Kekerasan Israel-Palestina Korbankan Rakyat di Kedua Pihak
Aksi kekerasan terus memuncak antara Israel dan kelompok Hamas. Kehancuran melanda Jalur Gaza, roket menghantam Tel Aviv. Korban terbanyak adalah warga sipil, di kedua belah pihak.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Gaza hadapi horor
Asap membumbung dan api membakar perumahan di Khan Yunis di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel Rabu (12/5). Aksi kekerasan dan saling serang kembali memuncak sejak beberapa hari terakhir.
Foto: Youssef Massoud/AFP/Getty Images
Warga mengungsi dalam kepanikan
Warga dievakuasi dari gedung di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel. Sedikitnya 56 warga Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel. Roket yang ditembakkan militan dari Jalur Gaza menewaskan 6 orang di Israel.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Kehancuran di Gaza City
Israel menurut pernyatan sendiri menyebutkan, miiternya menyerang secara terarah bangunan di Gaza City yang dijadikan kantor kelompok militan atau dihuni pimpinannya.
Foto: Suhaib Salem/REUTERS
Roket di langit Tel Aviv
Kelompok militan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza menembakkan sejumlah roket ke Tel Aviv. Sistem pertahanan rudal Israel melindungi kota dan menghancurkan sebagian besar proyektil di udara atau mengalihkan jalurnya, untuk meminimalkan kerusakan.
Foto: AnAs Baba/AFP/Getty Images
Berlindung dengan cemas
Tapi sistem pertahanan udara "Iron Dome" tidak mempu melindungi 100%. Jika sirene mengaung, itu tanda bagi warga Israel untuk secepatnya mengamankan diri di "shelter perlindungan", tidak peduli apakah itu tengah malam atau dinihari.
Foto: Gideon Marcowicz/AFP/Getty Images
Bahaya tetap mengancam
Juga jika roket bisa dihancurkan atau dihalau, runtuhan puing bangunan tetap berbahaya. Seperti sebuah rumah di Yehud dekat bandara Ben Gurion yang hancur dihantam roket. Militer Israel melaporkan, sejak Senin (10/5) sedikitnya 1.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Foto: Gil Cohen-Magen/AFP/Getty Images
Cari perlindungan
Jika saat alarm berbunyi, warga tidak sempat mencari bunker perlindungan, mereka berusaha melindungi diri sebaik mungkin. Seperti warga di kota Ashkelon sekitar 10 km di utaraperbatasan ke Jalur Gaza ini.
Foto: Jack Guez/AFP/Getty Images
Batu dilawan gas air mata
Dalam beberapa hari terakhir, aksi bentrokan berat antara demonstran Palestina melawan militer Israel terjadi di berbagai kota. Di Hebron, kota di tepi barat Yordan yang diduduki Israel, demonstran melemparkan batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh tentara Israel.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Ambil posisi dan bidik
Aparat keamanan Israel menembakkan gas air mata, peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan demonstran. Pemicu demonstrasi warga Palestina antara lain ancaman pengusiran paksa di kawasan timur Yerusalem. Aksi ini akhirnya bermuara pada konflik terbuka.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Sampai kapan konflik berlangsung?
Saat ini tidak terlihat ada pertanda deeskalasi kekerasan. Warga Palestina di Gaza City ini mencari perindungan di halaman kantor perwakilan PBB, karena ketakutan akan jadi sasaran serangan Israel berikutnya.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Meski pemerintah AS sebelumnya pernah menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim radikal, semua sanksi tersebut dicabut oleh Presiden Donald Trump tak lama setelah ia menjabat.
Razek Hassan al-Shalabi mengaku tak yakin otoritas Israel akan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya terkait kematian putranya. Ia berusaha tegar saat pemakaman pada hari Minggu (13/06), saat proses pemakaman massal.
Dalam pernyataan Razek sebelum berakhir karena terlalu sedih atas kepergian putranya, ia mengatakan, "Kami lebih dari sekadar ayah dan anak, kami adalah sahabat."
Artikel ini pertama kali dirilis dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh: Iryanda Mardanuz
Editor: Hendra Pasuhuk