Duta Besar AS di berlin Richard Grenell menyatakan, perusahaan Volkswagen (VW) akan menghentikan hampir semua kegiatan di Iran setelah ancaman sanksi dari pemerintahan Donald Trump.
Foto: jamejamonline
Iklan
Hingga kini, perusahaan Volkswagen (VW) yang berpusat di kota Wolfsburg masih belum mengeluarkan pernyataan resmi. Kantor berita ekonomi Bloomberg memberitakan, Richard Grenell terlibat langsung dalam perundingan dengan VW selama berminggu-minggu.
Grenell kemudian mengatakan, VW telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah AS hari Selasa lalu (18/9). Menurut berita itu, VW akan membatalkan rencana pemasaran mobilnya di Iran. Tapi beberapa unit usaha tetap akan dilanjutkan "atas alasan kemanusiaan". Laporan itu tidak menyebutkan, apa yang akan dilakukan VW di Iran.
VW baru saja membuka lagi kantor pemasaran di Iran, Agustus 2017Foto: VW
Kepada Bloomberg, Grenell mengatakan: "Volkswagen menyampaikan kepada kami, akan menaati sanksi AS terhadap Iran". Dia menyatakan gembira dengan keputusan saöah satu produsen mobil terbesar dunia itu.
Kritik dari Uni Eropa
Keputusan Presiden AS Donald Trump bulan Mei lalu menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran yang disepakati tahun 2015 dikritik keras oleh Uni Eropa, yang menyatakan ingin mempertahankan kesepakatan tersebut. Namun AS lalu mengancam akan memberlakukan sanksi ekonomi, kecuali Iran berseduia merundingkan kembali kesepakatan nuklir "yang lebih ketat dan adil".
Richard Grenell, Dubes AS di BerlinFoto: Reuters/A. Schmidt
Bulan Agustus lalu, AS mulai menerapkan sanksi ekonomi di beberapa sektor. Perusahaan-perusahaan besar Eropoa kemudian menghentikan kegiatannya di iran karena khawatir mendapat sanksi dari AS.
Perusahaan Jerman yang sudah menghentikan kegiatan di iran antara lain Daimler, pembuat mobil Mercedes Benz. Selain itu raksasa telekomunikasi Deutsche Telekom juga tidak melakukan investasi baru lagi, demikian juga perusahaan kereta api Deutsche Bahn.
AS akan menerapkan sanksi tahap kedua bulan November mendatang. Banyak perusahaan secara sukarela keluar dari Iran karena khawatir, bisnis mereka dengan AS mengalami masalah.
Lika-Liku Kesepakatan Nuklir Iran
Donald Trump telah secara resmi menarik AS dari perjanjian nuklir internasional dengan Iran. Pemerintah AS terdahulu telah dengan susah payah menegosiasikannya selama bertahun-tahun dengan lima mitra internasional.
Foto: picture-alliance/epa/D. Calma
Yang menjadi masalah
Fasilitas nuklir Iran Bushehr adalah salah satu dari lima fasilitas yang dikenal oleh pengamat internasional. Israel, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu telah sepakat bahwa usaha Iran memperkaya uranium - untuk keperluan energi domestik, menurut para pejabat di Teheran - dapat menjadi ancaman bagi kawasan jika hal itu berujung pada pengembangan senjata nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir dari masalah
Pada 2006, lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (AS, Cina, Rusia, Prancis, Inggris) dan Jerman (P5+1) memulai proses negosiasi yang melelahkan dengan Iran yang akhirnya mencapai kesepakatan pada 14 Juli 2015. Negara-negara tersebut sepakat memberikan kelonggaran sanksi pada Iran. Sebagai gantinya, pengayaan uranium Iran harus terus dipantau.
Foto: picture alliance / landov
Rakyat Iran setuju
Di Teheran dan kota-kota lain di Iran, warga merayakan apa yang mereka yakini sebagai akhir dari isolasi ekonomi bertahun-tahun yang memberi efek serius pada kesehatan dan gizi masyarakat karena kurangnya akses ke pasokan medis dan makanan untuk warga biasa. Banyak juga yang melihat perjanjian itu sebagai bukti bahwa Presiden Hassan Rouhani berusaha untuk membuka Iran ke dunia dengan cara lain.
Foto: picture alliance/AA/F. Bahrami
Peran IAEA
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ditugaskan untuk memantau kepatuhan Iran kepada kesepakatan itu. Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano (kiri) pergi ke Teheran untuk bertemu dengan Rouhani pada bulan Desember 2016, hampir satu setengah tahun setelah kesepakatan itu ditandatangani. Dalam laporan yang disampaikan setiap tiga bulan, IAEA berulang kali menyertifikasi kepatuhan Iran.
Foto: picture alliance/AA/Iranian Presidency
Sang oponen
Setelah delapan tahun dengan Barack Obama, PM Israel Benjamin Netanyahu menemukan sosok presiden AS yang ia inginkan dalam Donald Trump. Meski Trump tidak memiliki pengalaman dalam diplomasi dan ilmu nuklir, ia menyebut perjanjian internasional tersebut sebagai "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan." Hal ini juga menjadi pokok kampanye pemilunya di 2016.
Foto: Reuters/R. Zvulun
Siapa yang masih ada?
Meskipun ada sertifikasi IAEA dan protes dari Kemlu AS, Trump tetap menarik AS dari perjanjian pada 8 Mei. Pihak-pihak lain telah berjanji untuk tetap berada dalam kesepakatan. Diplomat top Uni Eropa, Federica Mogherini (kiri), sudah melakukan pembicaraan dengan para menteri luar negeri dari (ki-ka) Iran, Prancis, Jerman dan Inggris.