Dubes AS di Moskow Kembali ke Washington untuk Berkonsultasi
20 April 2021
Duta Besar AS di Moskow Selasa (20/04) mengatakan dia akan kembali ke Washington untuk melakukan konsultasi setelah Kremlin memintanya "beristirahat" ketika ketegangan kedua negara meningkat akibat penjatuhan sanksi.
Iklan
Duta Besar John Sullivan mengatakan bahwa dia akan kembali ke Amerika Serikat pada pekan ini, untuk membahas hubungan AS-Rusia dengan para pejabat pemerintahan Presiden Joe Biden.
"Saya yakin penting bagi saya untuk berbicara langsung dengan kolega baru di pemerintahan Biden di Washington, tentang kondisi hubungan bilateral saat ini antara Amerika Serikat dan Rusia," kata Sullivan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh kedutaan. "Selain itu, saya sudah tidak bertemu keluarga saya selama lebih dari setahun, dan itu adalah alasan penting lainnya bagi saya untuk kembali ke rumah."
"Saya akan kembali ke Moskow dalam beberapa minggu mendatang sebelum pertemuan berlangsung antara Presiden Biden dan Putin," tambahnya.
Kepulangan Sullivan terjadi setelah Rusia pada hari Jumat (16/04) memintanya untuk meninggalkan negara itu, dengan mengatakan "menyarankan" Sullivan untuk mengikuti tindakan serupa seperti yang dilakukan duta besar Rusia untuk Washington pada bulan lalu.
Keberagaman dalam Kabinet Pemerintahan Joe Biden
Joe Biden pernah mengatakan bahwa ia menginginkan sebuah kabinet yang memberikan awal baru bagi AS. Keberagaman pun jadi fokus. Berikut nama-nama yang dinominasikan mengisi Kabinet Pemerintahan Joe Biden.
Foto: Andrew Kelly/REUTERS
Wakil Presiden — Kamala Harris
Setelah Joe Biden, tentu Kamala Harris jadi yang paling disorot di pemerintahan AS kini. Ibunya yang berasal dari India dan ayahnya yang berasal dari Jamaika, membuatnya terpilih sebagai perempuan kulit hitam Asia-Amerika pertama yang menjadi wakil presiden. Bersama Biden, Kamala fokus mememerangi isu perubahan iklim seperti yang selama ini dia lakukan saat menjabat Senator untuk California.
Foto: Michael Perez/AP/dpa/picture alliance
Asisten Menteri Kesehatan — Rachel Levine
Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa Rachel Levine dinominasikan masuk ke dalam jajaran kabinet pemerintahan Biden. Levine akan jadi pejabat federal transgender pertama di AS jika disetujui oleh Senat AS. Dia merupakan profesor ilmu kesehatan anak dan ilmu kesehatan jiwa. Pengetahuan dan pengalaman Levine akan dibutuhkan Biden dalam memerangi pandemi corona.
Foto: Biden Transition/CNP/abaca/picture alliance
Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat — Xavier Becerra
Jaksa Agung negara bagian California ini akan memimpin Kementerian Kesehatan dalam memerangi krisis kesehatan di AS akibat pandemi global. Saat masih menjabat di Kongres, Becerra memainkan peran kunci dalam mengesahkan Undang-Undang Perawatan Berbiaya Terjangkau. Jika dikonfirmasi Senat, Becerra akan jadi Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat keturunan Amerika Latin pertama di AS.
Foto: David Crane/Orange County Register/ZUMA Wire/picture alliance
Menteri Keuangan — Janet Yellen
Kandidat Biden berikutnya adalah Janet Yellen. Dia akan menjadi Menteri Keuangan perempuan pertama di AS untuk dikonfirmasi Senat. Yellen pernah menjabat sebagai Gunernur Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Dia juga pernah menjadi Kepala Dewan Penasihat Ekonomi era pemerintahan Bill Clinton. Tugasnya kini adalah membangkitkan kembali perekonomian AS yang melemah karena pandemi corona.
Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
Menteri Pertahanan — Lloyd Austin
Austin (67), pensiunan jenderal bintang empat, akan jadi pria kulit hitam pertama yang memimpin Pentagon. Austin yang pensiun pada 2016, butuh pengabaian khusus dari Kongres karena undang-undang federal mengharuskan perwira militer baru bisa menjabat sebagai kepala Pentagon setelah tujuh tahun sejak pensiun. Austin banyak memegang peran penting di angkatan darat AS dan operasi militer di TimTeng.
Foto: Jim Lo Scalzo/REUTERS
Menteri Dalam Negeri — Debra Haaland
Debra Haaland akan jadi pribumi Amerika pertama yang menjabat di Kabinet AS. Haaland adalah pengacara dan juga anggota Kongres dari New Mexico. Dia akan mengawasi Biro Urusan India dan akan memberikan masukan penting atas keputusan-keputusan soal kompensasi pengambilalihan tanah masyarakat adat.
Foto: Carloyn Kaster/AP Photo/picture alliance
Kepala Badan Perlindungan Lingkungan — Michael Regan
Michael Regan akan mengisi posisi Kepala Badan Perlindungan Lingkungan. Jika dikonfirmasi Senat, Regan akan jadi pria kulit hitam pertama yang menjabat posisi tersebut. Di AS, komunitas kulit berwarna cenderung mengalami beberapa dampak terburuk dari polusi dan bencana lingkungan bahkan pengabaian.
Jika dikonfirmasi Senat AS, Pete Buttigieg akan jadi pejabat federal gay pertama di Kabinet AS. Dia merupakan mantan rival Biden di seleksi calon presiden dari Partai Demokrat pada tahun 2020 lalu. Dalam kampanyenya saat itu, Buttigieg mendukung legalisasi ganja dan hak aborsi. Dia juga berjanji akan menerapkan perguruan tinggi gratis dan memberikan pinjaman siswa.
Foto: Kevin Lamarque/REUTERS
Menteri Keamanan Dalam Negeri — Alejandro Mayorkas
Pria kelahiran Kuba ini menjabat sebagai Dirktur Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS di era pemerintahan Obama. Dia memimpin implementasi program DACA atau yang lebih dikenal dengan nama Dreamers, pembekalan yang diberikan kepada imigran gelap yang masuk ke AS saat masih kanak-kanak. Jika dikonfirmasi, dia akan jadi imigran dan orang Hispanik pertama sebagai Menteri Keamanan Dalam Negeri.
Foto: Joshua Robeerts/AFP/Getty Images
Perwakilan Dagang — Katherine Tai
Katherine Tai akan jadi perempuan Asia-Amerika pertama yang menjabat sebagai Perwakilan Dagang AS. Tai fasih berbicara bahasa Mandarin, yang mana akan jadi modal berharga dalam membantu Biden menghadapi salah satu tantangan terbesarnya: hubungan ekonomi dengan Cina.
Foto: Chip Somodevilla/Getty Images
Menteri Pendidikan — Miguel Cardona
Miguel Cardona ditunjuk Biden untuk menjabat sebagai Menteri Pendidikan AS. Cardona lahir di Connecticut, dari orang tua berdarah Puerto Rico. Dia dulu pernah bekerja sebagai guru. Biden sebelumnya berjanji akan mengangkat Menteri Pendidikan dengan latar belakang seorang guru. (Ed:rap/gtp)
Foto: Nicholas Kamm/AFP/Getty Images
11 foto1 | 11
Aksi saling usir diplomat
Pada hari Kamis (15/04), pemerintahan Biden mengumumkan sanksi terhadap Rusia karena ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2020 dan keterlibatan dalam peretasan agen federal SolarWind - tuduhan yang dibantah oleh Moskow.
AS mengusir 10 diplomat Rusia, menargetkan puluhan pejabat dan perusahaan, serta memberlakukan pembatasan baru pada persyaratan untuk meminjam uang.
Rusia mengecam keputusan AS sebagai "tindakan yang benar-benar tidak ramah dan tidak beralasan" dan membalas dengan memerintahkan 10 diplomat AS untuk pergi, memasukkan delapan pejabat AS dan mantan pejabat AS, serta memperketat persyaratan untuk operasi Kedutaan Besar AS.
Biden menekankan bahwa dia memberi tahu Putin perihal tidak menjatuhkan sanksi yang lebih keras untuk saat ini dan mengusulkan untuk bertemu pada musim panas. Rusia mengatakan tengah mempertimbangkan tawaran itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa pihaknya "sedang menganalisis situasi" terkait proposal KTT Biden dan belum ada hal spesifik yang dibahas.
"Pertanyaan besarnya adalah langkah apa yang akan diambil AS,” kata Ryabkov dalam sambutan yang disiarkan oleh kantor berita Rusia.
Iklan
Babak baru permusuhan AS dan Rusia
Sanksi baru AS semakin membatasi kemampuan Rusia untuk meminjam uang dengan melarang lembaga keuangan AS membeli obligasi pemerintah Rusia langsung dari lembaga negara.
Fyodor Lukyanov, seorang ahli kebijakan luar negeri terkemuka yang berbasis di Moskow, mengatakan meskipun Kremlin menyarankan Sullivan untuk berkonsultasi, langkah itu mencerminkan kekecewaan Moskow tentang sanksi baru.
"Jika kontak politik telah dikurangi menjadi nol dan hubungan ekonomi tidak pernah cukup dekat, mengapa begitu banyak orang di kedutaan?" kata Lukyanov dalam sebuah komentar. Dia memperkirakan bahwa hubungan AS dan Rusia akan terus memburuk meskipun Biden menawarkan untuk mengadakan pertemuan puncak.
"Selama Perang Dingin yang lalu, Uni Soviet dan Amerika Serikat setidaknya memiliki rasa saling menghormati dan pengakuan atas legitimasi politik masing-masing, dan itu tidak lagi terjadi," kata Lukyanov.