Duduki Parlemen, Pendukung Moqtada Sadr Lumpuhkan Irak
1 Agustus 2022
Ketegangan mencekam Baghdad setelah pendukung ulama Syiah, Moqtada Sadr, menduduki parlemen sejak Sabtu (30/7). Ajakan luasnya untuk menolak calon perdana menteri dianggap sebagai upaya kudeta oleh kelompok pro-Iran.
Iklan
Hampir sepuluh bulan pasca pemilu legislatif, Irak masih belum memiliki pemerintahan baru. Kebuntuan di Baghdad dipicu oleh kegagalan perundingan dan pengunduran diri massal blok al-Sadr, fraksi terbesar di parlemen.
Meski suhu yang mencapai 47 derajat Celcius dan tembakan gas air mata aparat keamanan, demonstran pro-Sadr tetap nekat menerobos "Zona Hijau" dan menyerbu gedung parlemen, Sabtu (30/7). Kementerian Kesehatan melaporkan sebanyak 100 orang demonstran dan 25 aparat keamanan mengalami luka-luka.
Hingga Minggu (31/7), para demonstran masih bercokol di parlemen, sementara tenaga relawan mendirikan dapur umum, serta membagi-bagikan sup, telur rebus, roti dan air. "Kami berharap yang terbaik, tapi mendapat yang terburuk," kata seorang demonstran, Abdel Wahab al-Jaafari, 45, terkait kekacauan politik pascapemilu.
"Politisi yang sekarang duduk di parlemen tidak pernah melakukan sesuatu untuk kami," tukasnya lagi.
Dalam sistem pemilu multifaksi di Irak, pembentukan pemerintahan harus melalui negosiasi rumit yang melibatkan hampir semua golongan. Sistem tersebut disusun setelah invasi AS 2003 yang menggulingkan bekas diktatur Saddam Hussein.
Minggu kemarin, Sadr menulis via Twitter menyuarakan dukungan terhadap "revolusi spontan di Zona Hijau - sebuah langkah awal menuju perubahan fundamental." Dia mengajak "semua orang untuk mendukung kaum reformis revolusioner."
Kisruh di Bagdad dipicu oleh keputusan aliansi pro-Iran, Kerangka Kerja Koordinasi, untuk menominasikan Bekas Menteri Hak Asasi Manusia, Mohammed Shia al-Sudani, sebagai perdana menteri. Tokoh Partai Dakwah Islam itu dipandang sebagai tangan kanan bekas PM Nuri al-Maliki, yang berseteru dengan Sadr.
Iklan
Perpecahan internal
Blok politik bentukan al-Sadr sejatinya terpilih sebagai faksi terkuat di parlemen Irak menyusul hasil pemilu 2021, meski gagal membentuk koalisi mayoritas. Pada Juni silam, sebanyak 73 anggota fraksi Sadr mengundurkan diri dari parlemen sebagai upaya mengakhiri kebuntuan politik.
Pengunduran diri massal itu menyisakan blok pro-Iran sebagai kekuatan terbesar. Mereka sebabnya berinisiatif menominasikan perdana menteri tanpa konsensus oposisi. Atas dasar itu, simpatisan al-Sadr sempat menduduki parlemen selama beberapa jam pada Rabu (27/7) pekan lalu, sebelum diminta bubar oleh sang pemimpin besar.
2019: Aksi Demonstrasi di Seluruh Dunia
Jutaan orang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena diskriminasi etnis, korupsi, kurangnya demokrasi, hingga perubahan iklim. Dari Cina ke Chili, Sudan ke Prancis, orang-orang menuntut perubahan.
Foto: Reuters/T. Siu
Stabilitas Hong Kong terguncang
Aksi protes terjadi di seluruh Hong Kong pada bulan Juni akibat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang diajukan pemerintah daerah Hong Kong kepada Cina. Meskipun RUU itu ditarik pada bulan September, unjuk rasa terus berlangsung dan menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan terhadap aksi kekerasan yang dilakukan polisi.
Foto: Reuters/T. Peter
Lebih satu juta orang turun ke jalan
Besarnya gerakan protes warga telah menempatkan para pemimpin Hong Kong dan Beijing dalam krisis politik, di tengah tuduhan bahwa Cina merusak status khusus wilayah itu di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem". Terkadang, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Di tengah gejolak, pemilu Hong Kong berlangsung. Kubu pro-demokrasi memperoleh kemenangan besar untuk pertama kalinya.
Foto: Reuters/T. Siu
Greta berang, dunia mendengarkan
Beberapa bulan setelah Greta Thunberg melakukan protes seorang diri di depan parlemen Swedia, sejumlah aksi juga terjadi di seluruh dunia, diikuti hingga jutaan orang. Demonstrasi meluas dan dikenal dengan nama Fridays for Future (Jumat untuk Masa Depan), menyebabkan 4.500 aksi mogok di lebih dari 150 negara. Pendekatan langsung Thunberg memaksa pemerintah untuk mengumumkan krisis iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
Menentang diskriminasi agama di India
Parlemen India meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara yakni Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Langkah ini memicu protes nasional karena adanya diskriminasi berdasarkan agama di dalam RUU tersebut. PM India Narendra Modi bersikeras RUU itu menawarkan perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Foto: Reuters/D. Sissiqui
Warga Irak merasa "hidup lebih buruk" setelah era Saddam Hussein
Pada Oktober, rakyat Irak turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran, dan pengaruh Iran terhadap pemerintahan negara itu. Demonstrasi berlangsung memburuk, mengakibatkan 460 orang tewas dan 25.000 lainnya terluka. PM Irak Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri, yang kemudian kembali memicu kemarahan lebih lanjut.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Tinju solidaritas di Beirut
Pengunjuk rasa di berbagai penjuru Lebanon mengecam pemerintah yang dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi. Meskipun PM Lebanon, Saad Hariri mengundurkan diri, para pemimpin protes menolak untuk bertemu dengan pengganti sementaranya dan menuntut pencabutan rencana kenaikan pajak bensin, tembakau, dan panggilan telepon Whatsapp.
Foto: Reuters/A. M. Casares
Protes kenaikan BBM Iran meluas di 21 kota
Pada bulan November, kerusuhan di Iran dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 50 persen. Lebih dari 200 ribu orang turun ke jalan hingga aksi demonstrasi ini meluas di 21 kota. Departemen Luar Negeri AS mengatakan lebih dari seribu orang terbunuh, menjadikan tragedi ini periode paling berdarah di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Foto: Getty Images/AFP
Revolusi Sudan
Pengunjuk rasa di Sudan meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 113 orang. Pada Agustus lalu, perwakilan rakyat dan pihak militer menandatangani deklarasi konstitusi untuk membentuk pemerintahan transisi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP
Amerika Latin mengutuk kebijakan penghematan pemerintah
Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan, pensiun dan pendidikan. Tidak hanya Chili, beberapa negara Amerika Latin terjadi protes serupa pada tahun 2019, termasuk Bolivia, Honduras dan Venezuela, di mana upaya untuk menyingkirkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro memuncak pada bulan Mei.
Foto: Reuters/I. Alvarado
Prancis goyah
Akhir 2018, massa gerakan rompi kuning melakukan aksi unjuk rasa. Mereka berasal dari daerah pedesaan yang mengeluhkan wacana kenaikan pajak bahan bakar. Sejak itu gerakan rompi kuning telah meluas ke semua kelompok. Pada bulan Desember, serikat pekerja Prancis melakukan aksi mogok di jalan, menentang reformasi sistem pensiun.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pertarungan kemerdekaan Catalonia
Setelah sembilan pemimpin separatis Catalonia dipenjara oleh Mahkamah Agung Spanyol, gelombang kemarahan baru meletus hingga melumpuhkan kota Barcelona. Lebih dari setengah juta orang terlibat dalam demonstrasi ini. Aksi mogok dan kerusuhan di berbagai daerah melumpuhkan arus transportasi publik hingga memaksa penundaan pertandingan sepakbola Barcelona vs Real Madrid. (Teks: Leah Carter/ha/hp)
Foto: REUTERS/J. Nazca
11 foto1 | 11
Meski harga minyak yang melambung, perekonomian Irak enggan berakselerasi menyusul maraknya korupsi dan lemahnya penegakan hukum. Situasi ini memicu demonstrasi kaum muda yang melumpuhkan seisi negeri pada 2019 silam.
Ironisnya, tuduhan korupsi juga diarahkan kepada sejumlah pengikut Sadr yang diberi jatah jabatan penting di sejumlah kementerian. Namun begitu, bagi pendukungnya Moqtada Sadr masih dipandang sebagai pendekar antirasuah dan pembela kaum lemah.
Animo serupa mendominasi khalayak yang menduduki parlemen sejak Sabtu kemarin. Salah seorangnya, Oum Hussein, 42, mengaku ingin memaksakan terbentuknya pemerintahan "pro-rakyat yang punya integritas dan keinginan kuat mengabdi kepada negeri." Dia mengecam partai-partai politik di Baghdad karena selalu menominasikan politisi "yang dikenal korup."
Ketegangan di Baghdad memicu kekhawatiran Uni Eropa terhadap "aksi protes yang terus berlanjut dan potensi eskalasi konflik" antarfaksi Irak. Adapun Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres, mengimau semua pihak untuk menyelesaikan perbedaan melalui "dialog yang damai dan inklusif."
Pemerintahan otonomi Kurdistan juga sudah menawarkan ibu kota Erbil sebagai kawasan netral bagi kedua pihak untuk melakukan perundingan.