1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIsrael

Ultrakanan Bisa Jadi Kunci Kemenangan Netanyahu di Israel

Tania Krämer
1 November 2022

Dalam pemilu Israel pada 1 November, Perdana Menteri Yair Lapid yang berhaluan tengah bisa digulingkan. Benjamin Netanyahu mungkin kembali unggul dengan bantuan ultrakanan.

Pendukung Benjamin 'Bibi' Netanyahu di Israel
Pendukung Benjamin 'Bibi' Netanyahu di IsraelFoto: Tania Kraemer/DW

Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu belakangan ini sering menghabiskan waktu malamnya dengan berkampanye dari sebuah truk dilengkapi kaca depan anti peluru yang disebut Bibi-Bus. Kendaraan ini ia gunakan untuk berbicara dengan aman kepada orang banyak.

Pada Senin (31/10) pagi, di sebuah toko buku di sebuah mal di kota Netanya yang terletak di pesisir, Bibi (sapaan para pendukung Netanyahu) menandatangani bukunya yang baru dirilis berjudul Bibi: My Story.

Pada usia 73, politisi Israel yang paling terpolarisasi ini tengah bersaing untuk bisa kembali menduduki kursi perdana menteri. Pemilu ini akan menjadi jawaban apakah perdana menteri terlama Israel dan ketua partai konservatif Likud ini akan dapat kembali berkuasa.

Netanyahu saat ini tengah diadili untuk tiga kasus korupsi. Dalam pemilu kali ini, ia berhadapan dengan perdana menteri dari pemerintahan sementara, Yair Lapid, pendiri Partai Yesh Atid yang berhaluan tengah.

Jajak pendapat pemilihan juga melihat kebangkitan sayap ultrakanan yang kemungkinan akan menjadi andalan Netanyahu untuk membentuk pemerintahan koalisi.

"Pemilu ini adalah tentang liberalisme versus nasionalisme. Ide-ide besar dipersonifikasikan dalam dua orang, liberalisme di Lapid dan kubunya, dan nasionalisme di Netanyahu dan kubunya," kata Maoz Rosenthal, dosen senior di Lauder school for Government, Diplomacy and Strategy at the Interdisciplinary Center (IDC).

Pemerintah kolaps setelah berjalan setahun

Ini adalah pemilu kelima dalam waktu kurang dari empat tahun. Pemilu ini ditetapkan pada Juni lalu setelah pemerintah koalisi Israel, yang terdiri dari delapan partai dengan ideologi berbeda, dari kanan, tengah dan kiri, dan sebuah partai Arab, runtuh setelah kehilangan dukungan mayoritas dalam selisih yang tipis.

Selain tujuan utama untuk menggulingkan Netanyahu, pemerintahan koalisi ini nyatanya hanya punya sedikit kesamaan tujuan politik.

Yair Lapid adalah salah satu arsitek utama pemerintahan koalisi yang baru saja dibubarkan ini. Pada kampanye Lapid di Kibbutz Afek, di Israel utara, warga dari kota-kota sekitar berdatangan untuk bertanya tentang tingginya biaya hidup, masalah agama dan negara, konflik Israel-Palestina dan iklim. 

Meski ada poling yang secara konstan memantau, hasil pemilu tetap sulit untuk diprediksi. Survei terakhir sebelum pemilihan menunjukkan bahwa kebuntuan bisa berlanjut.

Pada hari Jumat, tiga saluran TV utama Israel menerbitkan jajak pendapat terakhir sebelum hari H pada 1 November. Semua memperkirakan bahwa pemimpin Likud, Benjamin Netanjahu, dan bloknya dari partai-partai religius dan ultrakanan dapat menduduki 60 kursi. Ini hanya selisih tipis dari mayoritas 61 kursi dari 120 kursi di parlemen Israel, Knesset. 

Meski tetap menjadi partai terkuat dengan proyeksi 30-31 kursi, Partai Likud tampaknya telah kehilangan sejumlah suara dari aliansi ultranasionalis Religius Zionis. Sementara Partai Yesh Atid diprediksi akan mendapatkan 24 hingga 27 kursi. Koalisi saat ini yang berhaluan tengah-kanan-kiri diperkirakan akan mencapai 56 kursi.

Jumlah pemilih juga menjadi fokus perhatian, khususnya orang Arab Israel atau warga Palestina Israel, yang membentuk sekitar 20% dari populasi. Jumlah pemilih yang lebih tinggi dari kalangan ini dapat menguntungkan blok Lapid, dan sebaliknya.

Kebangkitan ultrakanan

Kebangkitan sayap ultrakanan terbukti sangat penting dalam pemilihan ini karena Netanyahu membutuhkan dukungan dari aliansi Religius Zionis. Orang nomor 2 dalam daftar calon adalah, Itamar Ben Gvir, kepala partai Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi) pernah dianggap sebagai tokoh pinggiran kelompok ultrakanan. Belakangan ini, popularitas pengacara berusia 46 tahun itu meningkat dan digadang oleh koalisi konservatif-ultranasionalis masa depan.

Jajak pendapat saat ini menunjukkan bahwa Religius Zionis bisa memenangkan sebanyak 14 kursi di Knesset dan menjadi partai terbesar ketiga.

"Ultrakanan bisa untuk pertama kalinya menduduki posisi dengan pengaruh nyata," kata Rosenthal dari IDC. Ia menambahkan bahwa Israel terus bergeser ke haluan kanan dalam beberapa tahun terakhir. "Jadi, apa yang baru dari partai ini? Kita berbicara tentang nasionalis, antiliberal, orang-orang yang bertekad untuk mengurangi kekuasaan pengadilan dan sepenuhnya berkomitmen pada nilai-nilai agama Yahudi."

Pada sebuah kampanye di Tel Aviv oleh Ben Gvir dari kelompok ultrakanan, jalan-jalan sempit dipenuhi oleh pendukung dan penentangnya. Polisi harus memisahkan kedua kelompok ini saat mereka saling berteriak melalui megafon.

Eli Yaish, 22 tahun, mengatakan sepenuhnya mendukung pemimpin ekstremis itu. "Menurut pendapat saya, Ben Gvir adalah orang yang nyata, tidak seperti banyak orang lain di Knesset dan saya melihat dia sebagai seseorang yang memberikan seluruh dirinya untuk negara ini."

Ben Gvir telah menjadi anggota Knesset sejak 2021 dan memiliki rekam jejak panjang dalam pandangan ekstrem dan hasutan rasis. Ia pernah didakwa dan dua kali dihukum terkait hal ini.

Baru-baru ini, di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem timur, tempat bentrokan antara warga Palestina dan pemukim Yahudi, Ben Gvir terlihat mengacungkan senjata. Ia mengkritik polisi karena tidak menembak pengunjuk rasa Palestina saat mereka melemparkan batu. Partainya juga menyerukan pencaplokan seluruh Tepi Barat yang dalam pendudukan. ae/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait