Dukungan Terhadap Populisme Politik di Jerman Turun Tajam
4 September 2020
Survei terbaru Yayasan Bertelsmann menunjukkan bahwa dukungan terhadap populisme politik di Jerman turun tajam dibandingkan dua tahun lalu. Partai-partai populis kanan seperti AfD mulai ditinggalkan publik.
Iklan
Setelah mencapai puncaknya tahun 2018, publik Jerman mulai meninggalkan populisme politik, menurut survei terbaru Bertelsmann Stiftung yang dirilis Kamis (03/09) di Berlin.
"Tren menuju iklim politik yang semakin populis di Jerman telah berbalik," kata Robert Vehrkamp, salah satu penyusun penelitian itu, dalam sebuah pernyataan.
Para peneliti mengatakan, tahun 2018 sekitar 33 persen pemilih di Jerman mendukung "pola pikir populis". Angka itu menurut penelitian terbaru turun tajam menjadi sekitar 20 persen.
Bertelsmann Stiftung bekerjasama dengan YouGov Jerman mengembangkan survei "Barometer Populisme" untuk mengukur dukungan publik terhadap isu-isu populis. Untuk studi terakhir, sekitar 10.000 pemilih diwawancara pada bulan Juni mengenai pandangan mereka tentang populisme politik dengan delapan pernyataan populis tentang fungsi negara dan masyarakat.
Pemilih yang kecewa beralih mendukung populime politik
Studi itu juga menganalisis sikap populis "dalam dimensi anti-pluralisme, anti-kemapanan dan homogenitas warga". Menurut penelitian tersebut, beralihnya pemilih dari populisme saat ini paling banyak terjadi di spektrum politik tengah, yang pada tahun tahun 2018 menunjukkan peningkatan terbesar dalam mendukung sikap populis.
"Khususnya spektrum politik tengah terbukti telah belajar dan mampu menghadapi bujukan populis, dan dengan demikian mereka menjadi landasan perubahan opini publik ini," kata Robert Vehrkamp. Yang dimaksud dengan spektrum politik tengah adalah pandangan politik yang tidak terlalu condong ke kiri atau ke kanan.
"Demokrasi liberal telah menjawab mobilisasi populis dengan mobilisasi pandangan demokratis, terutama di spektrum tengah," tambahnya.
Gelombang populisme politik di Jerman dalam beberapa tahun terakhir terutama dipicu oleh partai AfD yang mengangkat isu anti-kemapanan dan anti-imigran. Banyak pemilih dari partai tradisional Kristendemokrat CDU dan CSU, tetapi juga dari Liberaldemokrat FDP, yang beralih mendukung AfD.
Tumpahnya pemilih dari CDU, CSU dan FDP ke AfD adalah bentuk kekecewaan pemilih terhadap perkembangan politik dan situasi sosial mereka, sehingga mereka lebih mendukung sentimen populis.
7 Fakta AfD: Partai Anti Islam di Jerman
Banyak yang belum tahu, partai AfD yang anti Islam, anti Eropa dan anti imigran didirikan oleh segelintir elite dan profesor. Dengan cepat partai didukung kelompok yang frustrasi terhadap politik pemerintah di Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/K.-D. Gabbert
Didirikan Kaum Elite Jerman
Partai Alternatif untuk Jerman-AfD didirikan oleh kelompok elite, antara lain Bernd Lucke profesor ekonomi makro, Alexander Gauland, mantan sekretaris negara partai Kristen CDU, Konrad Adam, penerbit dan mantan wartawan koran kenamaan FAZ serta politisi dan Doktor ilmu kimia Frauke Petry (foto). Mula-mula program AfD memprotes secara terbuka politik pemerintah Jerman terkait krisis mata uang Euro
Foto: Getty Images/J. Koch
Pendukung Partai AfD
AfD resmi didirikan Mei 2013. Siapa pendukung AfD? Lembaga Riset FORSA menunjukkan, dari pemilu di negara-negara bagian Jerman, 70% pemilih AfD adalah lelaki dari kisaran umur rata-rata dia atas 50 tahun dan tidak terikat salah satu agama. Juga banyak pendukung partai liberal FDP yang menyebrang mendukung AfD. Jumlah anggota partai AfD kini mencapai lebih 17.000 orang.
Foto: DW/B. Gräßler
Partai Populis Kanan Anti Islam
Partai Alternatif untuk Jerman semula menuntut dibubarkannya zona mata uang Euro. Untuk menarik simpati banyak pemilih, AfD memilih retorika sebagai partai populis kanan dan memberi tekanan khusus pada program anti Islam. AfD juga gelar kampanye anti Yahudi dan sentimen rasisme. Inilah resep yang membuat AfD sukses meraih kursi di parlemen Jerman dan parlemen Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Sukses di Negara Bagian Jerman
AfD raup sukses dalam pemilu regional di sedikitnya 10 negara bagian Jerman. Bahkan di dua negara bagian di kawasan timur Jerman, AfD raih lebih 20 persen suara. Juga di tiga negara bagian di barat, partai anti Islam dan anti Yahudi Jerman ini meraih perolehan suara lebih 12% . Keterangan partai menyebutkan AfD meraih seluruhnya 485 mandat di berbagai parlemen regional dan lokal.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Wolf
Terwakili di Parlemen Eropa
Setahun setelah didirikan, dalam pemilu Parlemen Eropa 2014, ironisnya partai anti Uni Eropa ini meraih 7,1 persen suara. Terwakili dengan 7 mandat di Parlemen Eropa dan diterima bergabung dalam fraksi Konservatif dan Reformis Eropa-EKD. Tahun 2016 AfD diusir dari fraksi EKD setelah anggotanya Beatrix von Stoch dukung usulan penggunaan kekerasan senjata terhadap pengungsi.
Foto: Picture-alliance/dpa
Dimusuhi Partai Mainstream Jerman
Partai AfD dimusuhi partai mainstream, Kristen Demkrat-CDU maupun Sosial Demokrat-SPD. Yang terutama beradu keras lawan keras adalah pengikut partai kiri otonom. Dalam kongres partai di kota Köln baru-baru ini, lebih 50.000 demonstran gelar aksi menentang AfD. Juga partai-partai besar menolak koalisi dengan partai populis kanan ini.
Foto: Reuters/S. Loos
Dipuji di Luar Negeri
Ironisnya, di saat partai dimusuhi banyak kalangan di Jerman, pujian mengalir dari luar negeri, khususnya dari Inggris. Kelompok pendukung Brexit dan yang skeptis terhadap Uni Europa memuji haluan partai AfD. Bahkan seorang tokoh partai anti Eropa di Inggris-UKIP, Douglas Carswell memuji partai populis kanan ini, dengan menyebut, jika ia warga Jerman, pasti memilih AfD dalam pemilu.
Foto: Reuters/S. Wermuth
7 foto1 | 7
Bertahan dari godaan populisme
Untuk menjaring pemilihnya kembali, terutama CDU dan CSU juga sempat mencoba memainkan isu populis. Namun, menurut penelitian terbaru Yayasan Bertelsmann, tren itu sekarang terhenti dan telah berbalik.
"Godaan CDU, CSU, dan FDP untuk mengikuti populisme AfD, untuk meniru atau setidaknya beradaptasi secara retoris, sekarang kehilangan daya tarik elektoralnya," kata Wolfgang Merkel dari Pusat Penelitian Sosial Berlin, WZB, yang juga terlibat dalam penelitian ini.
"Lanskap partai poilitik di Jerman kini jauh lebih tahan terhadap godaan populisme, setahun sebelum pemilihan umum 2021, dibandingkan dengan situasi sebelum dan sesudah pemilihan umum tahun 2017," kata Robert Vehrkamp.