Emisi global tahun ini akan turun delapan persen dibanding tahun lalu dan mencatat rekor terendah, kata Badan Energi Internasional IEA hari Kamis (30/4) ketika memperkenalkan laporan tahunan terbarunya di Paris.
Iklan
Upaya peredaman pandemi Covid-19 akan menyebabkan emisi energi global turun delapan persen tahun ini, karena turunnya permintaan batubara, minyak dan gas yang belum pernah terjadi sebelumnya, kata Badan Energi Internasional IEA hari Kamis (30/4) di Paris.
Dalam laporan tahunan Global Energy Review, IEA menganalisis permintaan listrik selama lebih dari 100 hari, selama sebagian besar dunia terkunci dalam upaya mengendalikan pandemi corona.
IEA memperkirakan, permintaan energi global akan turun enam persen pada tahun 2020, yang berarti penurunan tujuh kali lipat dibanding pada masa krisis keuangan 2008. Inilah penurunan terbesar yang pernah dicatat sejak Perang Dunia II.
IEA mengatakan, turunnya permintaan energi karena corona sebanding dengan seandainya seluruh permintaan energi dari India hilang. India adalah konsumen listrik terbesar ketiga dunia.
"Kejutan bersejarah"
Permintaan energi di negara-negara maju diperkirakan akan mengalami penurunan terbesar, dengan Amerika Serikat turun sekitar sembilan persen dan Uni Eropa sekitar 11 persen.
"Ini adalah kejutan bersejarah bagi seluruh kalangan energi," kata direktur eksekutif IEA Fatih Birol. "Turunnya permintaan untuk hampir semua bahan bakar utama sangat mengejutkan, terutama untuk batubara, minyak dan gas."
Dengan turunnya konsumsi energi fosil, IEA mengatakan telah terjadi "pergeseran besar" ke sumber daya rendah karbon, seperti angin dan matahari, yang akan meningkatkan pangsa energi terbarukan itu menjadi 40 persen, enam poin lebih tinggi daripada pangsa energi batubara.
7 Dampak Virus Corona terhadap Lingkungan
Berkurangnya tingkat polusi udara secara drastis hingga satwa liar yang keluar ke jalan di wilayah perkotaan. Simak tujuh dampak krisis virus corona terhadap lingkungan (meskipun tidak semuanya baik).
Foto: picture-alliance/NurPhoto/I. Aditya
Kualitas udara yang lebih baik
Terhentinya sebagian besar kegiatan industri mengurangi tingkat polusi udara. Bahkan, citra satelit mengungkapkan adanya penurunan yang signifikan terhadap tingkat global nitrogen dioksida (NO2), yakni gas yang dihasilkan dari mesin mobil dan pabrik manufaktur komersil yang menjadi penyebab buruknya kualitas udara di banyak kota besar.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/I. Aditya
Emisi CO2 berkurang
Seperti NO2, emisi karbon dioksida (CO2) juga telah berkurang di masa pandemi COVID-19. Ketika kegiatan ekonomi terhenti, emisi CO2 mengalami penurunan. Terakhir kali hal ini terjadi pada saat krisis keuangan tahun 2008 – 2009. Di Cina, emisi karbon dioksida turun sekitar 25% ketika kuncian atau lockdown diterapkan, menurut Carbon Brief. Namun perubahan ini hanya bersifat sementara.
Beberapa binatang cenderung bermunculan akibat ketidakhadiran manusia. Berkurangnya kendaraan yang melintas di jalanan membuat mahluk kecil seperti landak muncul dari hibernasinya. Binatang mungil ini lebih aman dari kemungkinan terlindas mobil. Sementara spesies lainnya seperti bebek mungkin bertanya-tanya kemana semua orang pergi dan perlu mencari sumber makanan lain selain remah roti di taman.
Foto: picture-alliance/R. Bernhardt
Menarik perhatian pada perdagangan satwa liar dunia
Konservasionis berharap pandemi COVID-19 akan membantu mengekang perdagangan satwa liar global, yang menjadi penyebab kepunahan sejumlah spesies. Wabah ini kemungkinan berasal dari pasar hewan Wuhan, yang menjual hewan hidup dan merupakan pusat bagi satwa liar yang diperdagangkan secara legal dan ilegal. Perlu tindakan keras terhadap perdagangan satwa liar hidup.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Lalit
Saluran air mengalir jernih
Tak lama setelah Italia memberlakukan lockdown, sebuah foto kanal yang jernih di Venesia tersebar ke seluruh dunia. Dengan bersandarnya kapal pesiar untuk sementara waktu, lautan juga mengalami penurunan polusi suara sehingga menurunkan tingkat stress mahluk laut seperti ikan paus, dan membuat migrasi yang lebih tenang.
Foto: Reuterts/M. Silvestri
Mirisnya, sampah plastik terus meningkat
Sayangnya, salah satu efek terburuk terhadap lingkungan di masa pandemi adalah meningkatnya penggunaan plastik sekali pakai dari peralatan medis, seperti sarung tangan hingga kemasan plastik lainnya. Semakin banyak orang memilih makanan yang dikemas, bahkan kafe yang tetap buka tidak lagi menggunakan cangkir yang dapat digunakan kembali sebagai upaya menghentikan penyebaran virus.
Foto: picture alliance/dpa/P.Pleul
Krisis iklim terabaikan sementara
Pandemi COVID-19 membuat isu krisis iklim terpinggirkan. Namun, para ahli memperingatkan bahwa keputusan penting mengenai iklim tidak boleh diabaikan, walaupun konferensi iklim PBB ditunda hingga 2021. Meski emisi mengalami penurunan sejak pandemi terjadi, sayangnya kita belum melihat perubahan yang luas dan berjangka panjang sebagai hasilnya. (ha/pkp)
Foto: DW/C. Bleiker
7 foto1 | 7
Titik balik perlindungan iklim?
Permintaan terhadap energi batubara dan gas alam akan semakin rendah, dan output energi terbarukan semakin tinggi," kata laporan tahunan IEA yang terbaru. Secara keseluruhan, emisi karbon terkait energi akan turun hampir delapan persen, mencapai tingkat terendah sejak 2010. Sampai Covid-19 melanda, emisi sebelumnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Richard Black, Direktur Energy and Climate Intelligence Unit yang berbasis di Inggris mengatakan, bagaimana ekonomi global pulih dalam jangka panjang dari pandemi akan menjadi kunci bagi (perkembangan) iklim.
"Dalam beberapa minggu terakhir telah ada komitmen kuat dari para pemimpin nasional dan imbauan dari bisnis untuk merancang paket stimulus pasca-corona yang mempercepat transisi energi bersih," kata Richard Black.
"Jika janji ini berhasil (diwujudkan) ... maka krisis dapat dilihat sebagai titik balik yang sesungguhnya bagi pasar energi dunia," ujarnya.