Di Busan, Korea Selatan, para jururunding lebih dari 170 negara sampai hari Minggu (1/12) gagal menandatangani perjanjian untuk membatasi sampah plastik. Padahal pembahasan soal ini sudah berlangsung selama dua tahun.
Iklan
Perundingan perjanjian internasional untuk membatasi sampah plastik berakhir tanpa kesepakatan. Para delegasi yang mewakili lebih dari 170 negara, telah bertemu di Busan sejak Senin (25/11) untuk sesi kelima Komite Negosiasi Antarpemerintah Ke-5 (INC-5). Pertemuan kali ini awalnya diharapkan menghasilkan perjanjian hukum yang mengikatuntuk mengakhiri polusi plastik. Namun hingga hari terakhir perundingan, tujuan tersebut tidak tercapai.
Sudah dua tahun lamanya perundingan ini berlangsung untuk mencapai perjanjian "ambisi tinggi” antara negara-negara yang "berpikiran sama”.
Para pengamat mengatakan perjanjian tersebut sebenarnya bisa menjadi salah satu perjanjian perlindungan lingkungan hidup paling signifikan yang pernah ditandatangani, dan sejalan dengan pengurangan emisi karbon yang dicantumkan dalam Perjanjian Iklim Paris tahun 2015.
Saat sesi pleno terakhir dimulai hari Minggu (01/12), dua opsi diajukan. Yang pertama, diusulkan oleh Panama dan didukung oleh sekitar 100 negara. Isinya: Berupaya menciptakan jalan untuk menetapkan pemotongan produksi plastik global. Proposal kedua tidak mencakup pembatasan produksi.
Pembatasan produksi plastik, pengelolaan produk plastik dan bahan kimia yang menjadi perhatian, dan bantuan pembiayaan bagi negara-negara berkembang untuk melaksanakan perjanjian tersebut merupakan poin-poin penting selama negosiasi.
Iklan
Kritik: Menambah pembicaraan tidak akan memperbaiki 'masalah serius' polusi plastik
Luis Vayas Valdivieso, yang memimpin pertemuan tersebut, meminta lebih banyak waktu yang disediakan untuk menegosiasikan kesepakatan.
Valdivieso mengatakan meskipun kemajuan telah dibuat: "Kita juga harus mengakui bahwa beberapa masalah kritis masih menghalangi kita mencapai kesepakatan yang komprehensif. Masalah-masalah yang belum terselesaikan ini tetap menantang dan waktu tambahan akan dibutuhkan untuk mengatasinya secara efektif."
Pemimpin kebijakan plastik global WWF Eirik Lindebjerg geram menghadapi kegagalan tersebut, "KIta tahu apa yang perlu kita lakukan untuk mengakhiri polusi plastik... menambah lebih banyak pertemuan bukanlah solusinya!"
Sampah Plastik Mencemari Sungai dan Lautan
Sebagian besar sampah plastik yang mencemari sungai akhirnya bermuara di lautan. Inilah sungai besar di Asia dan Afrika yang paling banyak membawa sampah plastik.
Foto: Imago/Xinhua/Guo Chen
1. Sungai Yangtze
Yangtze adalah sungai terpanjang di Asia dan terpanjang ketiga di dunia. Sungai ini menduduki peringkat puncak sebagai pembawa limbah plastik ke lautan. Yangtze mengalir ke Laut Cina Timur dekat Shanghai dan sangat penting bagi ekonomi dan ekologi Cina. Tepian sungai merupakan rumah bagi 480 juta orang - sepertiga penduduk Cina.
Foto: Imago/VCG
2. Sungai Indus
Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz Centre for Environmental Research menemukan bahwa 90 persen plastik yang mengalir ke lautan dapat ditelusuri ke 10 sungai besar. Sungai Indus menempati urutan kedua dalam daftar itu. Sungai ini mengalir melalui sebagian India dan Pakistan ke Laut Arab. Karena kurangnya struktur pengolahan limbah, banyak plastik memasuki sungai ini.
Foto: Asif Hassan/AFP/Getty Images
3. Sungai Kuning
Plastik di sungai bisa masuk ke dalam rantai makanan karena ikan dan hewan laut dan air tawar menelannya. Sungai Kuning, yang disebut-sebut sebagai tempat lahirnya peradaban Cina, berada di urutan ketiga dalam daftar pembawa limbah plastik. Polusi telah membuat sebagian besar air sungai tidak bisa diminum. Sekitar 30 persen spesies ikannya diyakini telah punah juga.
Foto: Teh Eng Koon/AFP/Getty Images
4. Sungai Hai
Sungai lainya di Cina menduduki peringkat 4, yaitu sungai Hai. Sungai ini menghubungkan dua wilayah metropolitan terpadat: Tianjin dan Beijing, sebelum mengalir ke Laut Bohai, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. 10 sistem sungai memiliki ciri khas, kata penelitian tersebut.
Foto: Imago/Zumapress/Feng Jun
5. Sungai Nil
Dianggap sebagai sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil mengalir melalui 11 negara sebelum memasuki Laut Tengah di Mesir. Sekitar 360 juta orang tinggal di daerah aliran sungai. Airnya mendukung pertanian - kegiatan ekonomi utama di kawasan ini. Sungai Nil berada di peringkat 5 daftar sungai yang terbanyak membawa sampah plastik. Setiap tahun, sekitar 8 juta ton limbah plastik dibuang ke sungai.
Foto: Imago/Zumapress
6. Sungai Gangga
Sungai Gangga merupakan pusat kehidupan spiritual India dan menyediakan air bagi lebih dari setengah miliar orang. Limbah pertanian dan industri telah menjadikannya salah satu sungai paling tercemar di dunia. Dalam hal sampah plastik, Gangga berada di peringkat 6. Para ahli mengatakan, kita harus menghasilkan lebih sedikit sampah dan menghentikan polusi pada sumbernya.
Foto: Getty Images/AFP/S. Kanojia
7. Sungai Mutiara (Pearl River )
Para pekerja membersihkan limbah yang terapung di Sungai Mutiara di Cina yang bermuara di Laut Cina Selatan antara Hong Kong dan Makau. Limbah buangan dan limbah industri di sungai ini makin banyak, seiring dengan laju ekspansi kota yang luar biasa. Sejak akhir 1970-an, kawasan delta sungai telah berubah dari daerah pertanian dan pedesaan menjadi salah satu daerah perkotaan terbesar dunia.
Foto: Getty Images/AFP/Goh Chai Hin
8. Sungai Amur (Heilong)
Air sungai makin kotor ketika menyentuh daerah perkotaan dan industri. Namun, menurut penelitian terbaru, limbah plastik bahkan ditemukan di lokasi terpencil. Sungai Amur mengalir dari daerah perbukitan di Cina timur laut dan membentuk sebagian besar perbatasan antara provinsi Heilongjiang (Cina) dan Siberia (Rusia) sebelum menuju ke Laut Okhotsk.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Chu Fuchao
9. Sungai Niger
Niger adalah sungai utama Afrika Barat, yang menghidupi lebih dari 100 juta orang dan salah satu ekosistem paling rimbun di planet ini. Sungai ini mengalir melalui lima negara sebelum bermuara di Samudera Atlantik di Nigeria. Selain polusi plastik, konstruksi bendungan yang luas mempengaruhi ketersediaan air. Tumpahan minyak yang sering terjadi di Delta Niger juga menyebabkan air terkontaminasi.
Foto: Getty Images
10. Sungai Mekong
Pembangunan bendungan juga memiliki dampak ekologi dan sosial, terutama di sungai Mekong. Sekitar 20 juta orang tinggal di Delta Mekong. Banyak yang bergantung pada perikanan dan pertanian untuk bertahan hidup. Sungai ini mengalir melalui enam negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Laos. Sungai Mekong menduduki peringkat 10 dalam daftar sungai yang paling tercemar limbah plastik.
Foto: Imago/Xinhua
10 foto1 | 10
Rusia dan Arab Saudi halangi kemajuan saat produksi melonjak
Sebuah rancangan resolusi dari Busan menggambarkan polusi plastik sebagai "masalah lingkungan dan kesehatan manusia yang serius."
Sudah banyak riset yang menghubungkan antara produksi dan limbah plastik dengan masalah kesehatan, termasuk "infertilitas, obesitas, dan penyakit tidak menular termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, dan banyak kanker," demikian menurut Koalisi Ilmuwan untuk Perjanjian Plastik yang Efektif.
Menurut penyedia data Eunomia: Cina India, Arab Saudi, Korea Selatan, dan Amerika Serikat adalah lima produsen produk polimer teratas di dunia.
AS dan Cina secara mencolok absen dari konferensi pers hari Minggu (01/12) di pertemuan puncak negara-negara yang menyerukan perjanjian yang kuat.
Negara-negara yang mendukung pembatasan produksi plastik mengatakan negara-negara penghasil minyak telah menggunakan taktik menunda untuk mencegah kemajuan perjanjian. Tanpa menyebut nama, tersirat selama pembicaraan bahwa Arab Saudi dan Rusia adalah pihak yang dicurigai melakukan penundaan.
"Jika Anda tidak berkontribusi secara konstruktif, dan jika Anda tidak mencoba bergabung dengan kami dalam membuat perjanjian yang ambisius... maka silakan keluar," kata Menteri Iklim Fiji Sivendra Michael, saat terjadi kebuntuan.
ap/hp (AFP, Reuters)
Ulat Pemakan Plastik Penyelamat Bumi?
Para peneliti di Spanyol secara tidak sengaja menemukan ulat yang memakan plastik dengan kecepatan mengagumkan. Masih diteliti, enzim dalam tubuh ulat yang mencerna plastik. Sebuah harapan solusi masalah sampah plastik.
Foto: Hernandez/CSIC
Sampah Plastik Masalah Global
Volume sampah plastik di seluruh dunia terus membengkak hingga 200 juta ton per tahun. Masalahnya plastik sangat sulit terurai. Juga mikroplastik jadi ancaman bagi banyak spesies di lautan. Sekitar 80 juta ton sampahnya berupa plastik polyethilene .
Foto: Fotolia/paul prescott
Hama di Sarang Lebah
Federica Bertocchini, pakar biologi evolusi di Institute of Biomedicine and Biotechnology di Cantabria, Spanyol punya hobi beternak lebah. Salah satu masalah yang dihadapi: hama kupu-kupu lilin (Galleria mellonella) yang bertelur di dalam sarang lebah. Larvanya hidup 6 minggu di dalam sarang lebah sebagai hama, sebelum menetas jadi kupu-kupu.
Foto: Reuters
Ulat Pemakan Plastik
Geram dengan hama ulat, Bertocchini membersihkan sarang lebah, dan memasukkan ulatnya ke dalam kantong plastik polyethilene. Tapi hanya dalam waktu singkat, ratusan ulat memakan kantong plastik dan membuat banyak lubang. Sebetulnya fenomena ini sudah lama dikenal oleh peternak lebah, pemelihara reptil dan yang punya hobi mancing. Mereka mendiskusikan kasus plastik berlubang secara online.
Foto: Paolo Bombelli
Makan Plastik dengan Rakus
Uji coba dengan 100 ekor ulat dalam sebuah kantong plastik berbobot 300 gram menunjukkan kecepatan makan plastik relatif tinggi. Dalam pengamatan selama 12 jam, 100 ekor ulat memakan sekitar 92 gram plastik polyethilene.(Grafik) Ini rekor mengagumkan, karena bakteri pemakan plastik menguraikan plastik jauh lebih lambat.
Hanya Dimakan atau Dicerna?
Kini pakar biologi Bertocchini melakukan penelitan lebih lanjut. Apakah ulat hanya memakan plastik dan mengeluarkannya lagi sebagai kotoran berupa mikro plastik? Atau ulat mencerna plastik polyethilene dan mengeluarkan kotoran berupa senyawa yang samasekali berbeda? Senyawa kimia atau enzim apa yang bekerja?
Foto: Hernandez/CSIC
Enzym Khusus Penyelamat Bumi
Peneliti lakukan uji coba melumat beberapa ekor ulat, dan membubuhkannya pada plastik polyethilene. Hasilnya, plastik mulai berlubang dimakan bubur ulat. Kini tim Federica Bertocchini memburu enzym yang ampuh mengurai plastik itu. Diharapkan, ekstrak enzym dan produk rekayasanya secara massal, bisa jadi salah satu solusi pembersih sampah plastik di Bumi. Ed:Fabian Schmidt (as/ap)