Dunia Lebih Damai Tanpa Timur Tengah
rzn (rtr, ap)8 Juni 2016Dunia kian tenggelam dalam gelombang kekerasan dan mencatat angka kematian tertinggi sejak 25 tahun terakhir. Menurut Indeks Perdamaian Dunia, saat ini ada lebih banyak penduduk yang terusir dan mengungsi sejak Perang Dunia II.
Indeks tahunan itu mencatat 23 indikator, termasuk kriminalitas, militerisasi dan perdagangan senjata. Terutama berbagai konflik di Timur Tengah bertanggungjawab atas memburuknya situasi umum perdamaian dunia.
Damaskus Membara Akibat Serangan Udara
AS memimpin serangan udara terhadap ibukota Suriah, Damaskus, setelah terjadinya apa yang diduga keras serangan senjata kimia di kawasan Douma pekan lalu, dan mengakibatkan puluhan warga sipil tewas.
Langit Damaskus terang-benderang
Serangan peluru kendali AS diarahkan ke sejumlah daerah ibukota Damaskus, Suriah, Sabtu pagi 14 April. Ibukota Suriah itu diguncang sejumlah ledakan besar yang menyebabkan langit terang-benderang dan asap tebal mengepul di sejumlah lokasi.
Bendera Suriah dan Rusia Dilambaikan
Siang hari Sabtu, 14 April 2018 sejumlah warga Suriah tampak melambaikan bendera Suriah dan Rusia, dalam rangka memprotes serangan udara yang dipimpin AS, Sabtu dini hari.
Kehadiran Rusia
Polisi militer Rusia tampak di kawasan Wafideen, dekat Douma Kamis, tanggal 12 April 2018. Polisi militer ditugaskan ke Douma, setelah terjadinya serangan kimia yang menyebabkan tewasnya puluhan warga sipil. Demikian keterangan Departemen Pertahanan Rusia, hari Kamis.
Kesengsaraan warga sipil
Seorang pria tampak menangis di sebelah jenasah sejumlah anak kecil, setelah terjadi serangan yang diduga serangan kimia di Douma, Suriah, yang masih berada di tangan pemberontak. Akibat serangan sedikitnya 78 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak tewas.
Anak kecil menderita
Seorang anak balita sedang mendapat perawatan di rumah sakit di Douma, Ghouta Timur, setelah terjadi serangan di kawasan itu. Tim pemberi bantuan medis Suriah menyebut serangan 7 April tersebut, sebagai serangan kimia. Ed.: ml/ap (rtr, dpa, ap)
Global Peace Index mencatat, negara-negara di luar Timur Tengah sebenarnya menjadi lebih damai.
"Seringkali kita luput melihat tren positif, terutama di tengah neraka yang sedang menimpa Timur Tengah saat ini," tutur Steve Kilelea, Pendiri Insitut Ekonomi dan Perdamaian (IEP) yang merilis indeks tersebut.
10 Negara Paling Berbahaya di Dunia
Tiap tahun Institut Ekonomi dan Perdamaian (IEP) publikasi Global Peace Index. Peringkat dibuat berdasarkan 22 indikator, antara lain konflik ekstern dan intern serta korban tewas. Semakin tinggi skor, semakin berbahaya.
10. Korea Utara (skor GPI: 2.977)
Setelah merdeka dari Jepang, Korea terbagi dua. Korea Utara dipimpin keluarga Kim. Merekalah pemimpin struktur pemerintahan. Militerisasi besar-besaran menjadikan ekonomi negara lemah. Warga tidak punya properti, sehingga menyulut korupsi. Warga tidak punya hak bicara. Pemerintah bisa tangkap dan tahan orang tanpa alasan. Eksekusi dan kelaparan jadi penyebab peringkat rendah negara dalam GPI.
9. Pakistan (skor GPI: 3.049)
Sejak kemerdekaan tahun 1947, Pakistan sudah berperang tiga kali dengan India. Ini melemahkan ekonominya. Situasi politik yang tidak stabil dan kekuasaan militer membuat situasi tambah buruk. Pakistan kerap digunakan teroris sebagai basis.
8. Republik Demokrasi Kongo (skor GPI: 3.085)
Setelah digulingkannya rezim otoriter di negara itu, tepatnya sejak 1997 negara selalu dilanda perang saudara. Lebih dari 5,5 juta orang tewas akibat perang atau situasi yang diakibatkan perang. Pengungsian besar-besaran sebabkan penyebaran penyakit berbahaya seperti malaria. Di samping itu kurang gizi menyebar luas.
7. Sudan (skor GPI: 3.295)
Sudan terpuruk karena kekerasan antar etnis yang tak kunjung henti. Dua perang saudara dan konflik antar suku memecah-belah negara, yang akhirnya menyebabkan pemisahan diri bagian selatan Sudan menjadi negara Sudan Selatan. Tingginya kemiskinan dan praktek perbudakan memperburuk kondisi negara. Foto: serangan terhadap Kedutaan Besar Jerman di Khartum, 2012.
6. Somalia (skor GPI: 3.307)
Somalia tidak punya pemerintahan definitif, dan jadi tempat ideal bagi tumbuhnya kelompok radikal. Somalia dilanda perang saudara sejak 1991. Perang menyebabkan negara dilanda kemiskinan dan intervensi internasional memicu situasi tambah buruk. Foto: seorang tentara berpatroli di pantai Lido setelah serangan terhadap restoran Beach View Cafe, di Mogadishu, 22 Jan 2016.
5. Republik Afrika Tengah (skor GPI: 3.332)
Negara ini merdeka dari Perancis 1960, setelahnya dikuasai rezim militer. Pemilu pertama diadakan 1993, tapi gagal menciptakan stabililitas. Pemerintah, kelompok Kristen dan Islam adu kuat memperebutkan kekuasaan. Foto: seorang tentara PBB berpatroli dekat mesjid Koudoukou di Bangui sebelum kedatangan Paus Fransiskus, 30 November 2015.
4. Sudan Selatan (skor GPI. 3.383)
Negara terbentuk 2011 setelah memisahkan diri dari Sudan. Sejak itu negara baru ini terus dilanda perang saudara dan perang antar suku yang berebut kekuasaan. Konflik sebabkan tewasnya ratusan ribu orang, mungkin jutaan. Selain kekerasan etnis, kondisi kesehatan sangat buruk. Foto: seorang pengungsi Sudan Selatan membawa harta miliknya di Joda, setelah lari dari daerah perang Januaryi2014.
3. Afghanistan (skor GPI: 3.427)
Negara ini selama beberapa dekade diduduki kekuatan asing . Setelah serangan teror 11 September di New York, AS menggulingkan kekuasaan Taliban di negara itu. Sejak 2001 tentara AS bercokol di negara itu. Akibat perang yang tak kunjung henti, infrastruktur negara rusak berat. Foto: polisi Afghanistan menjaga lokasi tempat terjadinya serangan bom di Kabul, 19 Mei 2015.
2. Irak (skor GPI: 3.444)
Setelah penggulingan Saddam Hussein 2003, Irak tidak pernah tenang. Sekarang Irak harus hadapi kelompok teroris ISIS (Islamic State) yang memperluas kekuasaan di wilayahnya dan di Suriah. ISIS sekarang berhasil bercokol di Mosul, Tikrit, Falluja dan menguasai sejumlah ladang minyak. Foto: aparat keamanan Irak memeriksa lokasi terjadinya ledakan bom mobil di New Baghdad 11 Januari 2016.
1. Suriah (skor GPI: 3.645)
Suriah jadi negara paling tidak aman sedunia. Perang saudara berkecamuk antara kelompok pemberontak lawan rezim Bashar al Assad. Untuk atasi konflik, pemerintah gunakan cara brutal dan senjata kimia. Situasi politik ini disalahgunakan, antara lain oleh ISIS. Ratusan ribu orang tewas sejauh ini. Foto: warga beri pertolongan setelah serangan bom oleh tentara pemerintah di Aleppo, 20 November 2015.
"Jika kita mengabaikan situasi di Timur Tengah, dunia sebenarnya lebih damai," pungkasnya.
Lebih dari 100.000 orang terbunuh dalam berbagai konflik selama 2014. Hampir 67.000 diantaranya berasal dari Suriah. PBB mengklaim jumlah pengungsi tahun ini akan "jauh melebihi" rekor sebesar 60 juta orang yang tercatat selama tahun lalu.
Menurut indeks tersebut, serangan teror paling banyak terjadi di lima negara, Suriah, Irak, NIgeria, Afghanistan dan Pakistan. Sementara kerugian ekonomi yang disebabkan berbagai konflik selama satu dekade terakhir mencapai 137 triliun Dollar AS, lebih besar ketimbang Produk Domestik Brutto global tahun 2015.
Potret Brigade Fatemiyoun, Pasukan Rahasia Iran di Suriah
Brigade Fatemiyoun dibentuk Iran dengan menjaring pengungsi Syiah Hazara asal Afghanistan. Tugas mereka yang tadinya menjaga makam suci, kini menjadi perpanjangan tangan rejim Bashar Assad di Suriah.
Senjata buat Kaum Terbuang
Sejak 2012 Garda Revolusi Iran mulai merekrut pejuang dari etnis Hazara yang mengungsi dari Afghanistan. Mereka termasuk ke dalam 15% minoritas Syiah yang hidup dalam ancaman militan Sunni seperti Taliban. Sebagian bermukim di Iran, yang lain memilih membangun kehidupan di Suriah. Brigade Fatemiyoun dibentuk buat melindungi situs suci kaum Syiah, yakni makam Sayidah Zainab di Damaskus
Lahir dari Perang
Milisi Syiah Afghanistan telah muncul sejak perang Iran-Irak pada dekade 1980an. Saat itu Pasdaran membentuk satuan bernama Brigade Abouzar yang terdiri dari pejuang Hazara. Sebagian besar pejuang Fatemiyoun pernah terlibat dalam perang Irak dan Afghanistan. Sebab itu kelompok bersenjata ini termasuk yang paling berpengalaman dalam perang saudara di Suriah.
Disambut Ayatollah Khamenei
Media-media Iran mulai melaporkan keberadaan pasukan rahasia ini sejak 2013, ketika jenazah gerilayawan yang tewas dipulangkan ke Iran dan keluarganya diterima oleh pemimpin spiritual Ayatollah Khamenei. Menurut kantor berita Tasnim, sejauh ini sebanyak 383 gerilayawan Fatemiyoun telah terbunuh dalam perang di Suriah.
Milisi Berparas Militer
Bekas komandan Fatimiyoun, Sayed Hassan Husseini atau yang lebih dikenal dengan nama Sayed Hakim mengklaim milisi Syiah Afghanistan itu beranggotakan hingga 14.000 gerilayawan. Mereka terbagi dalam tiga brigade di Damaskus, Hama dan Aleppo serta dilengkapi dengan persenjataan berat seperti artileri, kendaraan lapis baja hingga unit spionase.
Dana Surga buat Perang
Setiap gerilayawan Fatemiyoun mendapat gaji sekitar 450 Dollar AS per bulan. Selain itu pemerintah Iran juga memberikan dana tunjangan untuk keluarga. Jumlah uang yang diterima setiap serdadu bisa mencapai 700 Dollar AS atau sekitar 9 juta Rupiah per bulan. Kendati begitu, serdadu Fatemiyoun tidak diizinkan menetap lama di Iran, melainkan disiagakan di Suriah, Irak atau Afghanistan.
Tersebar di Timur Tengah
Faris Baiush, seorang perwira berpangkat kolonel di Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) awal 2016 mengatakan kepada Alljazeera, pihaknya memperkirakan setidaknya 2.000 gerliyawan Syiah-Afghanistan ikut bertempur bersama pasukan pemerintah di kota Aleppo. Komandan Garda Revolusi, Mohammad Ali Jafari, mengklaim Iran memiliki 200.000 gerilayawan di Yaman, Irak, Suriah, Afghanistan dan Pakistan.
Pion di Negeri Orang
Media Iran, Mashregh, pernah memuat pernyataan seorang bekas komandan Garda Revolusi yang mengritik pemerintah karena tidak menggunakan Brigade Fatemiyoun dengan lebih optimal. Menurutnya milisi bersenjata itu bisa menjadi pion buat mendukung kebijakan luar negeri Teheran. (Penulis: Rizki Nugraha/as - Sumber: Aljazeera, Long War Journal, The Washington Institute)
Ironisnya dana untuk "upaya perdamaian masih lebih kecil ketimbang dampak konflik, yakni cuma dua persen dari total nilai kerugian global akibat pertikaian bersenjata," ujar Killelea. Saat ini PBB menurunkan 120.000 sukarelawan dalam 16 operasi perdamaian di seluruh dunia.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sekutu Barat
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.