Dunia Tunggu Keputusan Trump Soal Perjanjian Iklim
1 Juni 2017
Presiden AS Donald Trump hari ini bakal mengumumkan keputusannya terkait perjanjian iklim. Ia berulangkali mengancam akan keluar dari kesepakatan tersebut. Sebaliknya Uni Eropa dan Cina kembali menegaskan komitmennya.
Iklan
Mata dunia tertuju pada Gedung Putih menjelang keputusan Presiden Donald Trump ihwal keterlibatan AS dalam perjanjian iklim yang bakal diumumkan Selasa (1/6) sore waktu setempat. Trump yang berulangkali mengancam akan keluar dari perjanjian iklim mengaku telah "mendapat banyak informasi dari kedua belah pihak."
Perjanjian Paris sejak awal dilihat sebagai duri dalam daging oleh Partai Republik. Sebagian kader konservatif bahkan menyebut perubahan iklim sebagai "hoax" yang diciptakan sebagai senjata politik.
Jika Trump memutuskan keluar, maka kesepakatan multilateral yang digagas untuk mencegah kenaikan suhu Bumi itu terancam layu sebelum berkembang. Perjanjian iklim lahir lewat perundingan terpisah antara bekas Presiden AS Barack Obama dan Presiden Cina Xi Jinping yang berlangsung alot.
Namun Trump mendapat tekanan dari dunia internasional terkait komitmen iklim Amerika Serikat. Bersamaan dengan itu Uni Eropa dan Cina hari Selasa (1/6) bertemu di Brussels untuk menegaskan komitmen iklim kedua pihak.
Delegasi Cina yang dipimpin Perdana Menteri Li Keqiang dijadwalkan bakal bertemu Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, dan Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker.
Terlepas dari keputusan Trump, "Cina dan Uni Eropa akan tetap mengimplementasikan perjanjian iklim," tutur seorang pejabat senior Uni Eropa kepada kantor berita AFP. "Perjanjian Paris akan dijalankan secara utuh bahkan jika AS menarik diri."
7 Perusahaan Minyak yang Paling Berdosa Atas Perubahan Iklim
Tujuh perusahaan minyak bertanggungjawab atas produksi separuh emisi CO2 dari perusahaan swasta selama 25 tahun terakhir. Sebagian perusahaan bahkan aktif membiayai kampanye untuk menyangkal fenomena perubahan iklim
Foto: picture-alliance/dpa
1. Chevron Texaco - 51,1 Gt Co2e
Raksasa minyak AS Chevron Texaco mendapat penghargaan miring "Public Eye on Davos" tahun 2015 silam, lantaran mengabaikan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun. Menurut studi ilmiah yang dipublikasikan pada Jurnal Perubahan Iklim, Chevron memproduksi 51,1 gigaton emisi gas rumah kaca, alias 3,52% dari semua emisi CO2 yang diproduksi manusia sejaki 1750.
Foto: Getty Images
2. ExxonMobil - 46,67 Gt Co2e
Perusahaan AS yang mengelola blok Cepu di Indonesia ini berada di urutan kedua daftar perusahaan pendosa iklim terbesar sejagad. Selama 25 tahun terakhir ExxonMobil memproduksi 46,67 gigaton CO2 atau sekitar 3,22% dari total emisi gas rumah kaca yang diproduksi manusia.
Foto: AP
3. BP - 35,84 Gt Co2e
Raksasa minyak Inggris, BP, memproduksi 35,84 gigaton CO2 atau sekitar 2,47% dari total emisi dunia. Perusahaan ini pernah mendulang reputasi buruk ketika anjungan minyak lepas pantainya di Teluk Meksiko "Deepwater Horizon" meledak dan mencemari laut sekitar. Kerugian yang ditimbulkan saat itu bernilai 7,8 miliar Dollar AS.
Foto: Reuters
4. Royal Dutch Shell - 30,75 Gt Co2e
Shell aktif memproduksi dan berjualan minyak di lebih dari 140 negara. Tidak heran jika perusahaan yang bermarkas di Den Haag, Belanda ini tercatat telah memproduksi 30,75 gigaton emisi gas rumah kaca. Jejak karbon Shell berkisar 2,12% pada keseluruhan gas CO2 yang diproduksi manusia sejak 1750.
Foto: Reuters/T. Melville
5. Conocophillips - 16,87 Gt Co2e
Conocophillips saat ini mengaku memiliki lebih dari 20.000 jaringan stasiun pengisian bahan bakar di seluruh dunia. Perusahaan yang ikut mengebor minyak di Laut Timor ini tercatat memproduksi 16,87 gigaton gas CO2 selama 25 tahun terakhir. Padahal Conoco sudah berdiri sejak 1875.
Berdiri sejak 1883, Peabody Energy adalah perusahaan batu bara swasta terbesar di dunia. Perusahaan ini juga aktif membiayai kampanye buat menyangkal fenomena perubahan iklim. Tidak heran karena Peabody Energy memproduksi 12,43 gigaton emisi gas rumah kaca sejak dekade 1980an.
Foto: Reuters/B. McDermid
7. Total S.A - 10,79 Gt Co2e
Total sering dikecam karena antara lain menyokong rejim militer dan menggagas penggusuran paksa di Myanmar buat membangun pipa minyak. Perusahaan Perancis ini juga terlibat dalam pencemaran berat di Siberia Selatan. Sejak 25 tahun terakhir Total telah memproduksi 10,79 gigaton emisi gas rumah kaca. (rzn/as - Guardian, Climate Accountability Institute)
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Di bawah pemerintahan Obama, Amerika Serikat berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26-28 persen di bawah level 2005 pada tahun 2025. Amerika Serikat adalah produsen emisi gas rumah kaca terbesar kedua setelah Cina.
Jikapun Trump memutuskan untuk mematuhi komitmen AS, maka Gedung Putih diyakini bakal melucuti komponen perjanjian iklim seperti dana pembangunan untuk negara berkembang atau memangkas target pengurangan emisi yang telah ditetapkan Obama.
"Bahkan jika pemerintah memutuskan menarik diri dari Perjanjian Paris, adalah sangat penting buat penduduk AS secara keseluruhan, termasuk kota, negara bagian dan pelaku bisnis, untuk tetap aktif," melindungi lingkungan, kata Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres.
Dampak Dahsyat Perubahan Iklim
Perubahan iklim akan membawa efek dahsyat bagi manusia penghuni Bumi. Penerbangan, pelayaran dan aktivitas sehari-hari terancam bahaya berbagai fenomena alam ekstrem dan dampaknya.
Foto: picture-alliance/dpa
Badai dan Petir Makin Intensif
Energi panas beraksi seperti bahan bakar bagi awan badai. Jika temperatur global terus naik, aktivitas badai dan petir akan makin intensif. warga di kawasan badai akan makin menderita. Jumlah kebakaran hutan akibat sambaran petir akan meningkat. Petir ciptakan gas rumah kaca NOx di atmosfir yang secara tak langsung meregulasi gas rumah kaca lainnya, seperti ozon dan methana.
Foto: picture-alliance/dpa
Gunung Es Sumbat Samudra
Gletser di Greenland lumer dan pecah menjadi bongkahan gunung es yang mengapung di samudra Atlantik Utara. Lembaga maritim internasional melaporkan, bulan April 2017 tercatat 400 bongkahan gunung es menghalangi jalur pelayaran. Naiknya temperatur memicu makin banyak gunjung es pecah dan mengapung ke laut terbuka.
Foto: Getty Images/J. Raedle
Aktivitas Vulkanik Meningkat
Sepertinya tidak ada korelasi antara perubahan iklim dengan naiknya aktivitas gunung api. Nyatanya Bumi memiliki dinamika yang sulit diprediksi. Contohnya di Islandia, gunung api dan gletser sudah ko-eksis puluhan ribu tahun. Saat lapisan es setebal 2 km mencair, tekanan terhadap kerak Bumi berkurang dan akibatnya aktivitas vulkanisme dan magmatisme meningkat tajam.
Foto: Getty Images/S. Crespo
Gurun Makin Gersang dan Meluas
Gurun pasir sebetulnya penuh dengan kehidupan. Baik di tingkat bakteria maupun flora dan fauna khas. Tapi jika suhu terus naik, koloni bakteri akan musnah, dan juga flora dan fauna gurun mati. Akibatnya gurun makin gampang dilanda erosi dan terus meluas.
Foto: picture-alliance/Zuma Press/B. Wick
Turbulensi Udara Makin Hebat
Perubahan iklim akibat aktivitas manusia juga memiliki kaitan dengan makin hebatnya turbulensi udara di atmosfir. Penelitian yang dilakukan Universitas Reading, Inggris meenunjukkan, jika kadar karbon dioksida meningkat dua kali lipat, kasus turbulensi udara di jalur penerbangan akan naik sekitar 150 persen. Ini berarti ancaman risiko penerbangan juga meningkat.
Foto: Colourbox/M. Gann
Laut Jadi Keruh dan Pekat
Akibat perubahan iklim, curah hujan meningkat, dan sungai-sungai yang bermuara ke laut makin banyak membawa sedimen lumpur. Laut jadi keruh dan gelap. Fenomena ini sudah diamati terjadi di pesisir Norwegia. Dampaknya banyak flora dan fauna laut tidak lagi mendapat cahaya matahari dan mati.
Foto: imago/OceanPhoto
Manusia Jadi Lebih Mudah Stres
Situasi perasaan manusia juga amat peka terhadap perubahan iklim. Para hali psikologi sosial sejak lama mengamati fenomena makin hangatnya iklim dengan naiknya perilaku impulsiv dan aksi kekerasan. Terutama di negara kawasan khatulistiwa diamati orang makin mudah stres. Juga pemanasan global bisa memicu konflik global, akibat perebutan sumber daya alam seperti air dan bahan pangan.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Kasus Alergi Makin Parah
Makin hangat Bumi, di belahan Bumi utara musim semi datang lebih cepat dan musim panas tambah panjang. Dampaknya tanaman pemicu alergi makin panjang masa berbunganya. Penghitungan volume serbuk sari pemicu alergi diramalkan naik 2 kali lipat dalam tiga dekade mendatang. Artinya musim alergi juga tambah panjang dan penderitaan penderitanya makin parah.
Foto: imago/Science Photo Library
Hewan Lakukan Evolusi Jadi Kerdil
Hewan kecil, terutama mamalia, populasinya akan berkembang biak dengan cepat. Inilah respons evolusi yang lazim yang terlihat dalam beberapa periode pemanasan global jutaan tahun silam. Di zaman Paleocen hingga Eocen sekitar 50 juta tahun silam, saat suhu Bumi naik sampai 8 derajat Celsius, hampir semua mamalia "mengkerdilkan" diri untuk beradaptasi.
Foto: Fotolia/khmel
Penyebaran Benih Tanaman Terhambat
Yang juga sering diremehkan terkait efek pemanasan global, adalah perilaku serangga, misalnya semut. Riset Harvard Forrest di Massachusetts menunjukkan, semut yang berperan dalam penyebaran benih tanaman, memilih tidak beraktivitas jika suhu naik. Juga kegiatan koloni melakukan sirkulasi nutrisi pada tanah berhenti. Semut akan aktiv lagi jika suhu kembali normal. Editor:Ineke Mules(as/ap)