Dubes Jerman Apresiasi Bantuan Pakistan untuk Afganistan
20 September 2021
Dubes Jerman untuk Pakistan Bernhard Schlagheck yakin bahwa Pakistan akan mendukung terwujudnya perdamaian di Afganistan. Ia juga berterima kasih kepada Islamabad karena membantu Jerman mengevakuasi warga Afganistan.
Schlagheck mengatakan Jerman mengapresiasi keterlibatan Pakistan dalam "Perundingan Doha," yang membahas pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afganistan sebelumnya. Dia juga mengatakan pemerintah Pakistan sangat membantu upaya Jerman untuk mengevakuasi warga Jerman dan Afganistan melalui perbatasan daratnya.
Dalam sebuah wawancara untuk Radio Pakistan, menurut media lokal Urdupoint, duta besar Jerman ini mengakui bahwa Pakistan memiliki pemahaman sejati bahwa perdamaian dan stabilitas di Afganistan sangat penting untuk kepentingan negara tersebut.
Dia mengatakan bahwa pembahasan tentang Afganistan menjadi fokus utama dalam kunjungan Menteri Luar Negeri Heiko Maas ke Pakistan bulan lalu, demikian lapor Urdupoint.
Iklan
Situasi di Afganistan fluktuatif
Maas dalam kunjungan tersebut bertemu dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi, dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Qamar Javed Bajwa. Kunjungannya adalah bagian dari lawatan ke negara-negara tetangga Afganistan, menyusul pengambilalihan Taliban atas negara itu dan kepergian pasukan asing di sana.
Schlagheck mengatakan Taliban dan krisis kemanusiaan di negara itu adalah kenyataan, tetapi situasi ke depan di negara itu masih berubah-ubah.
Jerman, sebagai mitra yang bertanggung jawab dalam komunitas internasional, bersedia untuk terlibat dengan Afganistan. Namun, Schlagheck menambahkan bahwa Berlin dan dunia akan memantau perlakuan Taliban terhadap perempuan dan kaum minoritas, serta janji pemerintahan yang inklusif.
Dalam konferensi donor di Jenewa pekan lalu, Jerman menjanjikan bantuan dana sebesar €100 juta (Rp1,7 triliun). Schlagheck dalam wawancaranya tersebut mengatakan bahwa pemerintah Jerman sedang mempertimbangkan untuk memberikan tambahan €500 juta (Rp8,5 triliun).
Afganistan: Perubahan Keseharian di Bawah Kekuasaan Taliban
Terlepas dari semua drama seputar pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban di Afganistan, kehidupan sehari-hari terus berlanjut. Namun kehidupan sehari-hari itu telah berubah drastis, terutama bagi kaum perempuan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Dunianya laki-laki
Foto dan video yang muncul dari Afganistan menunjukkan kembalinya aktivitas di jalanan perkotaan, seperti restoran di Herat ini yang sudah menerima pelanggan lagi. Tapi ada satu perbedaan mencolok dari sebelumnya: di meja hanya ada laki-laki saja, sering kali mengenakan pakaian kurta tradisional, tunik selutut. Perempuan di ruang publik menjadi hal langka di perkotaan.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Harus terpisah
Di sebuah universitas swasta di Kabul. Ada tirai yang memisahkan mahasiswanya. Pemisahan antara perempuan dan laki-laki ini sekarang menjadi kebijakan resmi dan kemungkinan akan terus menyebar. "Pembelajaran campur, lelaki-perempuan, bertentangan dengan prinsip Islam, nilai-nilai nasional, adat dan tradisi," kata Abdul Baghi Hakkani, Menteri Pendidikan Taliban di Kabul.
Foto: AAMIR QURESHI AFP via Getty Images
Kebebasan yang hilang
Seperti para perempuan ini yang sedang dalam perjalanan mereka ke masjid di Herat, setelah 20 tahun pasukan sekutu memerangi Taliban, kebebasan yang dulu didapatkan perempuan dengan cepat terhapus. Bahkan olahraga akan dilarang untuk pemain perempuan, kata Ahmadullah Wasik, wakil kepala Komisi Kebudayaan Taliban.
Foto: WANA NEWS AGENCY/REUTERS
Pos pemeriksaan di mana-mana
Pemandangan di jalan juga didominasi oleh pos pemeriksaan Taliban. Ketika orang-orang bersenjata berat mengintimidasi warga, warga berusaha keras untuk berbaur. Pakaian gaya Barat menjadi semakin langka dan pemandangan tentara bersenjata lengkap semakin umum.
Foto: Haroon Sabawoon/AA/picture alliance
Menunggu pekerjaan
Di Kabul, buruh harian laki-laki duduk di pinggir jalan, menunggu tawaran pekerjaan. Afganistan, yang sudah berada dalam situasi ekonomi yang genting bahkan sebelum pengambilalihan Taliban, sekarang terancam "kemiskinan universal" dalam waktu satu tahun, menurut PBB. 98% warganya tahun depan akan hidup dalam kemiskinan, dibandingkan dengan 72% pada saat ini.
Foto: Bernat Armangue/dpa/picture alliance
Tetap mencoba melawan
Perempuan Afganistan, meskipun ditindas secara brutal, terus menuntut hak mereka atas pendidikan, pekerjaan, dan persamaan hak. Namun PBB memperingatkan bahwa protes damai juga disambut dengan kekerasan yang meningkat. Para Islamis militan menggunakan pentungan, cambuk dan peluru tajam membubarkan aksi protes. Setidaknya empat orang tewas dan banyak lainnya yang cedera.
Foto: REUTERS
Ada juga perempuan yang 'pro' Taliban
Perempuan-perempuan ini, di sisi lain, mengatakan mereka senang dengan orde baru. Dikawal oleh aparat keamanan, mereka berbaris di jalan-jalan mengklaim kepuasan penuh dengan sikap dan perilaku Taliban, dan mengatakan bahwa mereka yang melarikan diri dari negara itu tidak mewakili semua perempuan. Mereka percaya bahwa aturan Islam menjamin keselamatan mereka.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
Menyelaraskan arah
Demonstrasi pro-Taliban termasuk undangan bagi wartawan, berbeda dengan protes anti-Taliban. Yang terakhir, wartawan melaporkan mereka telah diintimidasi atau bahkan dilecehkan. Ini adalah tanda yang jelas dari perubahan di bawah Taliban, terutama bagi perempuan. (kp/hp)
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Taliban mencari bantuan Jerman
Seorang juru bicara Taliban di kota Kunduz di Afganistan utara meminta masyarakat internasional untuk meningkatkan kiriman bantuannya, menekankan bahwa Taliban bukanlah teroris.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita dpa Jerman, juru bicara provinsi Matiullah Ruhani mengatakan bahwa Taliban menyambut baik bantuan dalam bentuk investasi apa pun, proyek rekonstruksi "atau segala jenis dukungan kemanusiaan untuk pemerintah atau warga Afganistan."
Ruhani mengatakan dia mengimbau "seluruh komunitas internasional, termasuk Jerman." Dia mengkritik masyarakat internasional karena telah mendukung apa yang dia sebut sebagai "pemerintah yang korup" di Afganistan selama 20 tahun terakhir dan kemudian menangguhkan bantuan ke negara itu.