Presiden Duterte ancam terapkan darurat militer di Filipina dengan 'keras' serupa di masa kediktatoran Marcos. Kelompok milisi kembali menyandera warga. Kritikus cemaskan pelanggaran HAM.
Iklan
Militan Islamis yang berperang melawan pasukan keamanan di Filipina selatan, menyandera sejumlah warga, termasuk seorang imam setempat. Pastor Chito Suganob dan jemaatnya sedang berada di Katedral Our Lady Help of Christians, Marawi, saat anggota kelompok militan Maute menyerbu Katedral itu. Pemimpin Konferensi Waligereja Filipina, Uskup Agung Socrates Villegas memaparkan: "Kelompok militan mengancam akan membunuh para sandera jika pasukan pemerintah tidak segera ditarik."
Penyerangan itu terjadi setelah Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan status darurat militer di Mindanao, kawasan selatan Filipina. Duterte mengambil keputusan tersebut , setelah pasukan keamanan pada hari Selasa (23/04) memerangi puluhan pria bersenjata di Marawi, sebuah kota berpenduduk sekitar 200.000 orang. Seorang polisi dan dua tentara tewas dalam pertempuran tersebut, demikian laporan pihak berwenang.
Perangi kelompok ISIS Filipina
Aksi kekerasan yang pecah Selasa (23/04), merupakan kasus terbaru dari serangkaian bentrokan maut antara pihak keamanan dengan kelompok militan di Mindanao. Kelompok Islamis ini telah berjanji setia kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Pertempuran di Marawi meletus setelah pasukan keamanan memburu Isnilon Hapilon, seorang pemimpin milisi. Amerika Serikat menganggap Hapilon sebagai salah satu teroris paling berbahaya di dunia, dan menawarkan hadiah sebesar 5 juta dollar AS untuk penangkapannya.
Duterter menyebutkan, penetapan status darurat militer tersebut bertujuan untuk memerangi militan yang terkait dengan ISIS, yang disebutnya merupakan ancaman bagi keamanan nasional. Tapi Duterte juga telah mengatakan berkali-kali bahwa darurat militer diperlukan untuk memecahkan banyak masalah lainnya, termasuk masalah narkotika dan obat-obatan terlarang.
Kelompok militan Filipina yang telah menyatakan kesetiaan kepada ISIS itu di antaranya organisasi teror Abu Sayyaf dan Maute. Kelompok Abu Sayyaf yang sebelumnya berafiliasi dengan Al Qaeda, terkenal karena kerap menculik orang asing untuk memeras uang tebusan, dan membunuhi sandera jika uang tebusan tidak dibayarkan. Kelompok ini juga dianggap bertanggung jawab atas serangan teror terburuk di Filipina, termasuk pemboman sebuah feri di Teluk Manila tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 100 orang.
Pengalaman masa lalu
Gerakan militansi Islam bukanlah hal baru di Filipina selatan, di mana pemberontakan separatis Muslim telah berlangsung puluhan tahun dan telah merenggut lebih dari 120.000 nyawa.
Pemberontak Muslim garis keras melakukan pengepungan di kota selatan Zamboanga pada tahun 2013 yang menyebabkan lebih dari 200 orang tewas.Nnamun pemerintahan Filipina di bawah presiden saat itu, Benigno Aquino tidak mengumumkan darurat militer. Alasan Aquino pada saat itu, dicemaskan peraturan militer tersebut dapat memicu kemarahan di kalangan masyarakat setempat.
Status darurat militer memungkinkan presiden "memerintahkan angkatan bersenjata untuk mencegah atau menekan kekerasan, invasi atau pemberontakan tanpa ikut aturan hukum baku. Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana mengatakan dengan pemberlakuan status tersebut, pasukan keamanan diperbolehkan menangkap tersangka dan menahan mereka selama tiga hari tanpa tuduhan.
Inilah Profil Abu Sayyaf
Kelompok Abu Sayyaf dikenal tanpa ampun memenggal sandera & musuhnya. Warga Indonesia tak luput jadi sasaran penculikan. Siapa dan bagaimana sepak terjang organisasi separatis di Filipina ini?
Foto: picture-alliance/dpa/L. Castillo
Melawan invasi Soviet di Afghanistan
Abu Sayyaf Group (ASG) didirikan sekitar tahun 1990 oleh Abdurajak Abubakar Janjalani, yang makin radikal setelah berpergian ke negara-negara Timur Tengah. Tahun 1988, Janjalani dilaporkan berjumpa Osama bin Laden di Pakistan dan berjuang bersama melawan invasi Soviet di Afghanistan. Setelah itu, Janjalani mulai mengembangkan misinya untuk mengubah Filipina selatan menjadi negara Islam.
Foto: AP
Merekrerut Eks MNLF
Setelah secara permanen kembali ke Filipina dari Timur Tengah, Janjalani merekrut anggota dari Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang kecewa dengan organisasinya, untuk menjadi cikal bakal ASG. Eks-MNLF ini dikenal lebih radikal dalam ideologi mendirikan negara Islam independen daripada mantan organisasi induknya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. Butlangan
Lokasi geografis & jumlah anggota
Abu Sayyaf dalam bahasa Arab berarti bapak ahli pedang. Kelompok separatis Abu Sayyaf terdiri milisi yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, seperti Jolo dan Basilan. Menurut kantor berita Associated Press, jumlah pengikutnya hingga tahun 2015 sekitar 400 orang.
Militer dan WNA jadi sasaran
Sepanjang tahun 1990-an, ASG beralih menggunakan aksi kekerasan untuk mendapatkan pengakuan, antara lain terlibat dalam pemboman, penculikan, pembunuhan, dan serangan terhadap pemeluk Kristen dan orang asing. ASG juga membidik militer Filipina sebagai sasaran kekerasan.
Foto: Reuters
Janjalani tewas, ASG pun retak
Setelah pasukan polisi Filipina tewaskan Janjalani dalam baku tembak 1998, ASG retak. Satu faksi dipimpin saudaranya, Khadaffy Janjalani, faksi lain dipimpin Galib Andang. Ketika aliran dana Al Qaida berkurang, kelompok teror itu mencari uang lewat penculikan. Tahun 2000, ASG menculik 21 orang dari sebuah resor di Malaysia. Foto: Mereka berpose di kamp setelah membebaskan 3 sandera
Foto: picture-alliance/dpa
Jadi target operasi anti teror AS
Sebagai buntut dari serangan Al Qaida 11 September, 2001 di Amerika Serikat, ASG juga jadi target pasukan AS dan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) di bawah Operation Enduring Freedom. Galib Andang ditangkap tahun 2003.
Foto: AP
Konsolidasi dan serangan mematikan
ASG konsolidasi lagi & lakukan beberapa serangan besar di awal 2000-an. Termasuk serangan paling mematikan di Manila Bay yang menewaskan 116 orang tahun 2004. Terpidana terorisme Indonesia Umar Patek, pernah didapuk jadi anggota Majelis Syura Abu Sayyaf pada tahun 2005-2006. Kini ia menawarkan bantuan negosiasi guna bebaskan 10 sandera asal Indonesia.
Foto: AP
Penculikan dan pemenggalan
Sejak 2007 ASG sering mengancam untuk memenggal kepala sandera jika tak diberikan uang tebusan. Kebanyakan korban penculikan adalah warga Filipina, orang asing di Filipina selatan, termasuk wisatawan dan pekerja asing. Beberapa analis dan pejabat pemerintah menilai ASG lebih menyerupai geng kriminal daripada sebuah organisasi ideologis.
Foto: picture-alliance/dpa
Terkecil, tidak dianggap, tapi paling radikal
Lantaran tidak diajak bernegosiasi, ASG 2014 silam berusaha melemahkan putaran terakhir perundingan damai antara pemerintah dan separatis Filipina. Juli 2014, ASG menewaskan 21 Muslim yang merayakan akhir Ramadhan di Jolo, sebagai balasan atas dukungan mereka dalam proses perdamaian. Di tahun yang sama 2 warga Jerman diculik Abu Sayyaf. Operasi pembebasan dilakukan besar-besaran.
Foto: Reuters
Mendukung ISIS
Tahun 2014 sekelompok orang yang mengaku anggota ASG memublikasikan video untuk mendeklarasikan loyalitas terhadap ISIS. Para ulama dan pejabat percaya bahwa kesetiaan ASG kepada IS semata-mata untuk mempromosikan kepentingan sendiri. IS diyakini tidak memberikan dana atau dukungan material lain untuk ASG.
Foto: picture-alliance/dpa
Sandera Jerman dibebaskan
Bulan September 2014, ASG mengancam akan membunuh sandera Jerman, menuntut Jerman membayar tebusan dan menarik dukungannya kepada AS. Stefan Okonek dan Henrike Dielen ditangkap pada April 2014 ketika kapal pesiar mereka mengalami kerusakan di sekitar Pulau Palawan, Filipina. Dua sandera ini akhirnya dibebaskan 17 Oktober 2014 setelah para militan mendapat uang tebusan.
Foto: REUTERS/Armed Forces of the Philippines
Pembebasan warga Italia
Selain 10 sandera warga Indonesia, beberapa warga asing ikut menjadi korban penculikan dan ancaman pemenggalan tahun ini. Satu di antaranya,warga Italia, Rolando Del Torchio, yang dibebaskan April silam. Saat ini Abu Sayyaf dipimpin oleh Isnilon Hapilon, seorang warga Filipina yang kini jadi buronan Amerika.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Armed Forces of the Philippines Western Mindanao Command via AP
12 foto1 | 12
Kritikus cemaskan pelanggaran HAM
Para kritikus khawatir pemberlakuan darurat militer akan memberi peluang bagi pasukan keamanan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia, mengingat ada pengalaman sebelumnya di bawah diktator Ferdinand Marcos
Selama sembilan tahun masa darurat militer di bawah Marcos, polisi dan tentara menyiksa, menculik dan membunuh ribuan orang yang kritis terhadap kediktatoran Marcos, demikian menurut kelompok hak asasi manusia dan sejarawan. Sementara Duterte mengatakan pada hari Rabu (24/05) bahwa undang-undang darurat militernya akan serupa "kerasnya" dengan yang diterapkan di masa pemerintahan Marcos.
Konstitusi Filipina membatasi darurat militer sampai 60 hari kecuali kongres setuju untuk memperpanjangnya. Duterte memperingatkan hari Rabu (24/05) bahwa status dariuat militer itu bisa diterapkan selama setahun.
ap/as(ap/dpa/rtr/afp)
Pertaruhan Maut Presiden Duterte
Presiden Filipina Rodrigo Duterte nekat meninggalkan sekutu lama Amerika dan bermain mata dengan Cina dan Rusia. Langkahnya itu bukan tanpa risiko terutama dalam isu Laut Cina Selatan.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Poros Tandingan
Duterte sudah jengah dengan Amerika Serikat. Sebab itu ia ingin membangun poros baru antara Manila, Beijing dan Moskow. "Saya tidak ingin bersama AS lagi, saya ingin bergabung dengan Cina dan Rusia," tukasnya. Untuk membuktikan ucapannya itu Duterte menghentikan latihan perang bersama dengan militer AS yang telah digelar selama 36 tahun dan mengabaikan keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional
Foto: picture-alliance/Newscom
Berpaling dari ASEAN
Sebaliknya Duterte mengundang Cina dan Rusia untuk menggelar latihan militer bersama di Laut Cina Selatan. Ia juga mulai mengadopsi narasi Beijing, bahwa konflik seputar jalur laut paling gemuk di dunia itu adalah "murni masalah bilateral. "Saya tidak akan membawanya ke forum internasional, termasuk ASEAN." Dengan cara itu Duterte diyakini berharap bakal mendapatkan ganjaran setimpal dari Beijing.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Misi Ekonomi
Pasalnya kebijakan baru sang presiden bukan tanpa kalkulasi. Filipina sedang tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur. "Ia melihat Cina adalah sumber terbesar dana investasi yang sangat dibutuhkan buat menggenjot perekonomian," kata Nick Bisley, Pakar Hubungan Internasional di Universitas La Trobe, Australia. Ironisnya saat ini AS dan Jepang adalah mitra dagang terbesar Filipina.
Foto: Imago
Kalkulasi Beijing
Namun begitu Cina juga tidak bebas dari rasa curiga. "Beijing masih berusaha menebak kemauan Duterte. Tapi jika sudah ketahuan, mereka akan memainkannya sesering mungkin buat melawan Washington," kata akademisi Filipina Walden Bello kepada Financial Times. Cina diyakini tidak akan memberikan konsensus di Laut Cina Selatan dengan mudah. Kesepakatan dengan Manila akan menjadi preseden di kawasan.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Bumerang di Dalam Negeri?
Sikap keras Cina bisa menjadi bumerang buat Duterte. Saat ini mayoritas penduduk FIlipina cendrung bersikap antipati terhadap Beijing. AS sebaliknya mencatat popularitas sebesar 91% dalam jajak pendapat PEW Research Centre tahun lalu. Kegagalan perundingan dengan Cina bisa mencederai reputasinya di mata masyarakat dan Filipina terancam isolasi diplomatik.
Foto: picture-alliance/dpa/Photoshot
Petaka di Perbatasan
Manila kini berupaya mendekati Cina agar bersedia menunda aktivitas pembangunan di Gosong Scraborough dan mengizinkan nelayannya menangkap ikan di perairan sekitar. Beijing belakangan mulai aktif menyulap pulau-pulau kecil di Spratly buat dijadikan pangkalan militer.
Titian Diplomasi
Pelik buat Duterte. Mayoritas penduduk Filipina juga tidak bersedia membuat konsensus dalam isu Laut Cina Selatan. Sebab itu ia mengklaim, "Tidak seorangpun akan menyerahkan sesuatu di sana," ujarnya merujuk pada LCS. Jelang lawatannya ke Cina, Duterte diwanti-wanti oleh Hakim Mahkamah Agung, Antonio Carpio, agar tidak tunduk pada kemauan Beijing. "Dia benar. Saya bisa dilengserkan," jawabnya.