Presiden Duterte tegaskan sikap, mendukung penuh hukum di Indonesia dalam kasus narkoba. Walau tidak secara khusus menyinggung kasus Mary Jane tapi ia tegaskan Jokowi bisa lanjutkan eksekusi.
Iklan
Duterte Tegaskan Sikap Hormati Hukum Indonesia
01:00
Inilah kasus "lost in translation" yang memicu sedikit friksi dalam hubungan dipolmatik Indonesia-Filipina. Presiden Joko Widodo seusai pertemuan dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akhir pekan silam, menyebutkan ada "lampu hijau" bagi eksekusi terpidana mati kasus narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso.
Pernyataan Jokowi ini kemudian dibantah oleh Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay Jr. Disebutkannya, Presiden Duterte tidak memberikan lampu hijau bagi eksekusi Veloso, melainkan hanya menegaskan komitmennya mengharagi proses hukum di Indonesia.
Duterte tetap tegas berantas narkoba
Dalam jumpa pers di Manila, Presiden Rodrigo "Digong" Duterte kembali mengulangi ketagasan sikapnya dalam pemberantasan narkoba dan dukungan bagi Presiden Jokowi.
Jokowi dan Ilusi Hukuman Mati
Presiden Jokowi menggunakan hukuman mati sebagai jurus andalan dalam perang melawan narkoba. Padahal berbagai studi ilmiah membuktikan hukuman mati tidak mampu menurunkan angka kejahatan. Oleh Rizki Nugraha
Foto: Reuters/Romeo Ranoco
Keyakinan Jokowi
Gigih cara Presiden Joko Widodo membela hukuman mati. Indonesia berada dalam darurat narkoba, dalihnya, meski angka kematian akibat narkoba jauh lebih rendah ketimbang rokok atau akibat kecelakaan lalu lintas. Tapi realitanya hukuman mati adalah hukum positif di Indonesia dan dia yakin, membunuh pelaku bisa menciptakan efek jera buat yang lain. Benarkah?
Foto: Reuters/Olivia Harris
Pepesan Kosong
Studi ilmiah di berbagai negara menyebutkan sebaliknya. Hukuman mati tidak serta merta mampu mengurangi kriminalitas. Sebuah penelitian di Amerika Serikat oleh American Civil Liberties Union bahkan menemukan negara bagian yang menerapkan hukuman mati justru mengalami peningkatan tindak kriminal. Kepolisian AS juga menganggap eksekusi mati sebagai cara paling tidak efektif memerangi kriminalitas
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Sato
Jagal Paling Produktif
Hukuman mati di Indonesia adalah peninggalan era kolonial Belanda. Rajin diterapkan oleh Suharto buat melenyapkan musuh politiknya, hukuman mati kemudian lebih banyak dijatuhkan dalam kasus pembunuhan. Pada era Jokowi pemerintah aktif menggunakan hukuman mati terhadap pengedar narkoba, jumlahnya lebih dari 60 eksekusi, baik yang sudah dilaksanakan atau masih direncanakan.
Cacat Keadilan
Sejak menjabat presiden 2014 silam, Jokowi telah memerintahkan eksekusi mati terhadap lebih dari 60 terpidana. Celakanya dalam kasus terpidana mati Pakistan, Zulifkar Ali, proses pengadilan diyakini berlangsung tidak adil. Ali diklaim mengalami penyiksaan atau tidak didampingi penerjemah selama proses persidangan, tulis Jakarta Post.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Nagi
Bantuan dari Atas
Terpidana mati lain, Freddy Budiman, bahkan mengklaim mampu mengedarkan narkoba dalam skala besar dari dalam penjara berkat bantuan pejabat di kepolisian dan Badan Narkotika Nasional. Sejauh ini tidak satupun pejabat tinggi kepolisian yang pernah diselidiki terkait tudingan semacam itu.
Foto: Getty Images/AFP/B. Nur
Pendekatan Keamanan
Kendati terbukti tidak efektif, pemerintahan Jokowi menjadikan hukuman mati sebagai ujung tombak dalam perang melawan narkoba. Ironisnya pemerintah terkesan belum serius menyelamatkan pengguna dari ketergantungan. Saat ini BNN cuma memiliki empat balai rehabilitasi di seluruh Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
Solusi Buntu
Menurut BNN, tahun 2011 kasus penyalahgunaan narkoba mencapai hingga 2,8 juta orang. Angka tersebut naik sebesar 0,21 persen dibandingkan tahun 2008. Tapi kini tingkat penyalahgunaan narkoba diyakini meningkat menjadi 2,8 persen alias 5,1 juta orang. Padahal hukuman mati sudah rajin diterapkan terhadap pengedar narkoba sejak tahun 2004.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Uang Terbuang?
Terlebih eksekusi mati bukan perkara murah. Untuk setiap terpidana, Polri menganggarkan hingga 247 juta, sementara taksiran biaya versi Kejaksaan Agung berkisar di angka 200 juta. Artinya untuk 60 terpidana mati yang telah atau masih akan dieksekusi, pemerintah harus mengeluarkan dana hingga 15 milyar Rupiah.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/S. Images
Geming Istana
Beberapa pihak bahkan mengatakan satu-satunya yang berhasil dicapai Jokowi dengan mengeksekusi mati pengedar narkoba adalah memancing ketegangan diplomasi dengan negara lain. Namun begitu Jokowi bersikeras akan tetap melanjutkan gelombang eksekusi mati terhadap terpidana narkoba.
Foto: Reuters/Romeo Ranoco
9 foto1 | 9
"Presiden Jokowi punya hukum yang berlaku, saya juga. Sangat bagus Indonesia punya aturan hukuman mati. Saya katakan, teruskan dan terapkan hukum Anda. Tapi kami tidak membicarakan kasus Veloso. Saya hanya mengatakan, kami akan menghormati putusan pengadilan Indonesia, " tegas "Digong" yang lebih memilih cara "extrajudicial" mendor ditempat bandar narkoba.
Duterte kepada wartawan di Manila juga menegaskan: "Adalah munafik, di saat saya menerapkan tindakan keras terhadap kasus narkoba, tapi di sisi lain saya mengemis sesuatu terkait kasus narkoba. Saya tidak akan meminta maaaf kepada siapapun, karena hukumk tetap hukum."
Sementara itu di Manila, ibu dari Mary Jane Veloso menggelar aksi protes yang didukung aktivis, meminta pembebasan anaknya. Matry Jane Veloso divonis hukuman mati karena terbukti menyelundupkan 2,6 kilogram Heroin ke Indonesia. Veloso lolos eksekusi hukuman mati April silam di menit-menit terakhir, karena kasusnya mendapat peninjauan kembali dikaitkan kasus trafficking. Tapi Kejaksaan Agung tetap menempatkan Mary Jane dalam daftar terpidana mati yang siap dieksekusi.
Air Mata, Doa dan Batu Akik: Manny Pacquiao Bertemu Mary Jane
Petinju Manny Pacquiao berkunjung ke Yogyakarta buat menemui Mary Jane Veloso. Filipina saat ini tengah mendakwa dua perekrut Jane. Negeri jiran itu berpacu dengan waktu buat menyelamatkan sang terpidana mati narkoba itu
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Kunjungan Kemanusiaan
Petinju kelas dunia asal Filipina, Manny Pacquiao, sejak lama aktif berkampanye buat menyelamatkan nyawa Mary Jane. Perempuan berusia 30 tahun itu divonis mati lantaran terlibat sindikat perdagangan narkoba. Untuk memberikan dukungan moral, atlet terkaya kedua di dunia itu mengunjungi Jane di Lapas Wirogunan, Yogyakarta. "Saya cuma ingin membantu dengan apa yang bisa saya lakukan," ujarnya.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Mary Jane Yang Menunggu Mati
Mary Jane (kiri) sejatinya dijadwalkan dieksekusi mati bersamaan dengan duo Bali Nine akhir April silam. Namun pelaksanaannya ditunda karena ia diminta bersaksi dalam kasus hukum lain di Filipina. Kejaksaan Agung melalui H.M Prasetyo bersikeras mengeksekusi mati Jane walaupun jika ia dibuktikan sebagai korban perdagangan manusia dalam kasus di Filipina.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Dukungan Moral
Manny Pacquiao yang berjuluk Pacman berbincang selama 30 menit dengan Mary Jane di Lapas Wirogunan. Sang petinju mengaku "belum pernah" bertemu dengan Mary. Ia berterimakasih kepada "presiden dan rakyat Indonesia" karena diberikan kesempatan bersua dengan terpidana mati narkoba itu.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Berdoa Dalam Tangis
Manny yang ditemani sang isteri, Jinkee (ka.) menyempatkan berdoa bersama dengan Mary Jane. Menurut kesaksian tamu yang hadir, ketiganya meneteskan air mata saat mengucap doa. Mary Jane lalu memberikan batu akik dan sebuah syal kepada Manny. Sebagai gantinya sang petinju menyerahkan uang sumbangan.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Investigasi demi Mary Jane
Manny yang juga seorang senator di Filipina berjanji akan menggelar ulang penyelidikan kasus Mary Jane. "Kami akan melakukan investigasi terhadap perekrut Mary Jane, saya percaya dari informasi yang saya terima, Mary Jane tidak bersalah," katanya seperti dikutip Suara.com.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Filipina Berpacu dengan Waktu
Kasus yang menimpa Mary Jane mendapat perhatian besar di Filipina. Warga negeri jiran itu sempat menggelar aksi demonstrasi di depan kedutaan besar Indonesia di Manila buat menuntut keringanan hukuman jelang eksekusi April lalu. Saat ini pengadilan di Filipina tengah menyidang dua terduga perekrut Mary Jane. Penduduk khawatir, lambatnya proses hukum akan merugikan kasus Mary Jane.
Foto: Reuters/E. De Castro
"Dosa orang lain"
Jane memiliki dua anak laki-laki, yakni Mark Daniel Candelaria yang berusia 12 tahun dan adiknya Mark Darren Candelaria, 8 tahun. Saat akan dieksekusi mati April silam, keduanya sempat mengunjungi Mary Jane. "Jadilah bangga pada ibumu karena dia meninggal dengan membawa dosa orang lain," ujarnya pada sang anak saat itu. Jane meyakini ia tidak bersalah.