Dalam kunjungannya ke Jepang, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengaku menghormati aliansi keamanan dengan Amerika Serikat. Tapi ia juga meminta Washington menarik pasukannya dari Filipina dalam waktu dua tahun
Iklan
Pemerintah Jepang dan Filipina sepakat mempromosikan stabilitas dan perdamaian di kawasan serta mengakui pentingnya aliansi keamanan dengan Amerika Serikat. Pernyataan tersebut diungkapkan setelah pertemuan antara Presiden Rodrigo Duterte dan Perdana Menteri Shinzo Abe di Tokyo.
Duterte yang sebelumnya berkunjung ke Cina memicu kontroversi setelah secara terbuka mendeklarasikan "perceraian" dengan AS. Ia juga meminta Washington menarik pasukannya di Filipina dalam waktu dua tahun. "Saya ingin mereka keluar," tukasnya.
Kepada Jepang yang bersekutu erat dengan AS, Duterte menegaskan kunjungannya ke Cina tidak membahas Laut Cina Selatan. "Saya ingin tegaskan apa yang terjadi di sana murni urusan bisnis. Kami tidak berbicara soal senjata. Kami juga tidak membahas aliansi keamanan," ujar Duterte di hadapan pengusaha Jepang.
Tapi "saya ingin bersahabat dengan Cinya," imbuhnya. "Saya tidak perlu senjata. Saya tidak ingin rudal ditempatkan di negara saya. Saya tidak ingin punya bandar udara buat menampung pesawat pembom."
Namun begitu PM Abe menyambut normalisasi hubungan kedua negara. "Isu Laut Cina Selatan berhubungan erat dengan perdamaian dan stabilitas di kawasan," tuturnya. "Sebab itu saya mendukung upaya Presiden Duterte memperbaiki hubungan Filipina dan Cina."
Kunjungan tiga hari Duterte di Jepang antara lain membuahkan pinjaman lunak senilai 210 juta Dollar AS untuk membenahi angkatan laut Filipina dan sejumlah kesepakatan lain, termasuk peningkatan ekspor impor bahan pangan.
Pertaruhan Maut Presiden Duterte
Presiden Filipina Rodrigo Duterte nekat meninggalkan sekutu lama Amerika dan bermain mata dengan Cina dan Rusia. Langkahnya itu bukan tanpa risiko terutama dalam isu Laut Cina Selatan.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Poros Tandingan
Duterte sudah jengah dengan Amerika Serikat. Sebab itu ia ingin membangun poros baru antara Manila, Beijing dan Moskow. "Saya tidak ingin bersama AS lagi, saya ingin bergabung dengan Cina dan Rusia," tukasnya. Untuk membuktikan ucapannya itu Duterte menghentikan latihan perang bersama dengan militer AS yang telah digelar selama 36 tahun dan mengabaikan keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional
Foto: picture-alliance/Newscom
Berpaling dari ASEAN
Sebaliknya Duterte mengundang Cina dan Rusia untuk menggelar latihan militer bersama di Laut Cina Selatan. Ia juga mulai mengadopsi narasi Beijing, bahwa konflik seputar jalur laut paling gemuk di dunia itu adalah "murni masalah bilateral. "Saya tidak akan membawanya ke forum internasional, termasuk ASEAN." Dengan cara itu Duterte diyakini berharap bakal mendapatkan ganjaran setimpal dari Beijing.
Foto: picture-alliance/dpa/M.R.Cristino
Misi Ekonomi
Pasalnya kebijakan baru sang presiden bukan tanpa kalkulasi. Filipina sedang tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur. "Ia melihat Cina adalah sumber terbesar dana investasi yang sangat dibutuhkan buat menggenjot perekonomian," kata Nick Bisley, Pakar Hubungan Internasional di Universitas La Trobe, Australia. Ironisnya saat ini AS dan Jepang adalah mitra dagang terbesar Filipina.
Foto: Imago
Kalkulasi Beijing
Namun begitu Cina juga tidak bebas dari rasa curiga. "Beijing masih berusaha menebak kemauan Duterte. Tapi jika sudah ketahuan, mereka akan memainkannya sesering mungkin buat melawan Washington," kata akademisi Filipina Walden Bello kepada Financial Times. Cina diyakini tidak akan memberikan konsensus di Laut Cina Selatan dengan mudah. Kesepakatan dengan Manila akan menjadi preseden di kawasan.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Bumerang di Dalam Negeri?
Sikap keras Cina bisa menjadi bumerang buat Duterte. Saat ini mayoritas penduduk FIlipina cendrung bersikap antipati terhadap Beijing. AS sebaliknya mencatat popularitas sebesar 91% dalam jajak pendapat PEW Research Centre tahun lalu. Kegagalan perundingan dengan Cina bisa mencederai reputasinya di mata masyarakat dan Filipina terancam isolasi diplomatik.
Foto: picture-alliance/dpa/Photoshot
Petaka di Perbatasan
Manila kini berupaya mendekati Cina agar bersedia menunda aktivitas pembangunan di Gosong Scraborough dan mengizinkan nelayannya menangkap ikan di perairan sekitar. Beijing belakangan mulai aktif menyulap pulau-pulau kecil di Spratly buat dijadikan pangkalan militer.
Titian Diplomasi
Pelik buat Duterte. Mayoritas penduduk Filipina juga tidak bersedia membuat konsensus dalam isu Laut Cina Selatan. Sebab itu ia mengklaim, "Tidak seorangpun akan menyerahkan sesuatu di sana," ujarnya merujuk pada LCS. Jelang lawatannya ke Cina, Duterte diwanti-wanti oleh Hakim Mahkamah Agung, Antonio Carpio, agar tidak tunduk pada kemauan Beijing. "Dia benar. Saya bisa dilengserkan," jawabnya.