Memperingati Hari Literasi Internasional pada tanggal 8 September ini, #DWnesia mengajak Anda untuk grandrung membaca.
Iklan
Apa buku favorit Anda? Kisah apa yang pernah Anda baca dan melekat atau berkesan bagi Anda? Berapa lama Anda membaca dalam sehari? Membaca adalah jendela dunia. Membaca merangsang daya pikir dan membebaskan kita dari keterkungkungan. Di hari literasi sedunia yang jatuh pada tanggal 8 September, #DWnesia mengajak Anda untuk kembali memperluas minat baca di lingkungan sekitar kita.
Dalam rubrik #DWnesia kali ini, penulis terkemuka Anton Kurnia mengisahkan bagaimana kegemarannya sejak kecil dalam membaca komik-komik Indonesia, membawa pengaruh besar dalam kehidupannya saat ini sebagai seorang penulis papan atas yang sangat mencintai tanah airnya. Komik favoritnya terutama karya Djair. Teristimewa serial Jaka Sembung yang berlatar belakang sejarah Nusantara pada abad ke-17.
Dalam serial Jaka Sembung alias Parmin Sutawinata diceritakan bagaimana sang tokoh merupakan pahlawan pembela kaum lemah dan tertindas yang teguh memberontak terhadap kekuasaan kaum penjajah. Tanpa disadari, dari komik, rasa kebangsaan pria -- yang duduk dalam komite buku nasional -- ini tumbuh. Selain itu membaca juga meningkatkan toleransinya hidup dalam keberagaman. Simak opininya dalam tulisan: Belajar Nasionalisme Lewat Komik Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada 2010 mencatat persentase penduduk Indonesia di atas usia 15 tahun yang melek huruf cukup tinggi, yakni 96,07 %. Namun, data UNESCO 2012 menunjukkan angka minat baca di Indonesia 0,001 atau hanya satu dari seribu orang yang punya minat baca serius.
Penulis Geger Riyanto menyayangkan masih rendahnya minat baca di tanah air. Ia memandang, ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca di Indonesia. Beberapa di antaranya, meliputi sulitnya menyalurkan buku ke daerah-daerah lantaran secara harfiah terhalau gunung dan laut, masih minimnya fasilitas perpustakaan dan taman bacaan, dan terbatasnya jaringan gerai yang bisa diandalkan untuk mendistribusikan buku.
Akan tetapi, dari waktu ke waktu pun negara dan aparat acap membantu memantapkan lingkaran muskil ini dengan cara-cara khasnya. Contoh gamblangnya, tentu saja, pelarangan buku. Simak dalam opininya berjudul: Membaca Pangkal Ditakuti.
Seperti diingatkan oleh penulis Zacky Khairul Umam, membaca adalah pengalaman tak tepermanai. Karena itu, jangan lewatkan untuk menikmati detik-detik membaca sebagai penyingkapan wawasan yang bersifat personal. Jangan lupa luangkan pula membaca tulisannya yang kaya warna tentang perpustakaan di dunia barat dan dunia Islam, bertajuk: Perpustakaan, Jantung Peradaban KIta.
Demikian #DWnesia pekan ini. Anda setuju dengan opini para penulis? Selamat berdiskusi, Sahabat DW... Kami tunggu opini Anda di Facebook DW_Indonesia dan twitter @dw_indonesia. Seperti biasa, sertakan tagar #DWNesia dalam mengajukan pendapatmu. Salam #DWnesia
#PustakaBergerak Tebar Buku Hingga ke Pelosok Terpencil
Di tengah maraknya pemberangusan buku, Pustaka Bergerak tak kenal lelah bangkitkan minat baca dengan perahu, motor, becak bendi,dll. hingga ke pedalaman. Di Mandar, Nusa Pustaka dibangun sekaligus jadi museum maritim.
Foto: Maman Suherman
Perpustakaan di Mandar
Nusa Pustaka adalah perpustakaan milik Muhammad Ridwan Alimuddin di Desa Pambusuang Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi barat yang diresmikan Maret 2016.
Foto: Maman Suherman
Armada pustaka
Mengandalkan Armada Pustaka untuk membuka ruang baca ke masyarakat Sulawesi Barat, Muhammad Ridwan Alimuddin mendirikan ativitas literasi lewat Nusa Pustaka di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Foto: Maman Suherman
Ridwan, pejuang literasi
Muhammad Ridwan Alimuddin dulunya merupakan mantan wartawan. Ia punya kepedulian luar biasa terhadap buku dan usaha membangkitkan minat baca hingga ke pelosok.
Foto: M. Ridwan
Dengan perahu
Dengan perahu atau sampan, Ridwan berkelana membawa buku ke pulau-pulau kecil, agar bisa sampai kepada anak-anak di pelosok terpencil yang haus buku bacaan .
Foto: M. Ridwan
Museum maritim
Perpustakaan ini sekaligus merupakan museum maritim Mandar. Saat ini Perpustakaan Museum Nusa Pustaka mengoleksi lebih dari 6000 buku dan beberapa artefak kebaharian. Misalnya tiga unit sandeq, replika perahu, beberapa alat bantu kerja nelayan dan artefak bangkai perahu Mandar.
Foto: Maman Suherman
#TebarVirusLiterasi
Tujuan utama dibangunnya Nusa Pustaka adalah agar buku-buku dapat dimanfaatkan secara maksimal, mudah diakses masyarakat yang ingin membaca dan meminjam buku setiap saat.
Foto: Maman Suherman
Bisa membaca dimana saja
Nusa Pustaka itu menampung sedikitnya 6.000 buku bacaan, baik buku sastra, komik, budaya, maritim, maupun buku ilmu pengetahuan umum. Anak-anak bisa membaca di mana saja dengan santai, bahkan di luar perpustakaan.
Foto: Maman Suherman
Dukungan sahabat
Motivator dan penulis Maman Suherman setia menemani perjuangan Ridwan. Ketika Maman ikut berlayar bersama perahu pustaka, perahu terbalik di lautan pada 13 Maret 2016, tepat pada hari peresmian Nusa Pustaka. Hampir semua warga di pantai bergegas berupaya menyelamatkan mereka dan buku-buku yang karam ke laut.
Foto: DW/M. Ridwan
Minat besar
Masyarakat setempat khususnya anak-anak amat antusias menyambut Nusa Pustaka. Bahkan ketika masih persiapan pembangunannya pun beberapa pelajar setiap hari sudah mampir ke Nusa Pustaka untuk bisa membaca buku.
Foto: Maman Suherman
Dukungan dari manca negara
David Van Reybrouck, sejarawan dari Belgia memberikan dukungan bagi inisiatif ini. Penulis karya sastra non-fiksi, novel, puisi dan drama ini berkunjung ke Nusa Pustaka dan berdiskusi dengan masyarakat setempat.
Foto: Maman Suherman
Andalkan berbagai armada demi ilmu pengetahuan
Armada Pustaka selain memiliki Perahu Pustaka, juga menyebar buku lewat Motor Pustaka, Sepeda Pustaka, Bendi Pustaka dan Becak Pustaka, yang menjadi tonggak gerakan literasi bersama.
Foto: Maman Suherman
Bendi pustaka
Delman atau bendi lazimnya juga disulap oleh para pegiat literasi ini menjadi perpustakaan keliling di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Foto: Maman Suherman
Sang sais Bendi Pustaka
Rahmat Muchtar, keua dari kiri, adalah sais Bendi Pustaka. Ia berfoto bersama Maman dan Ridwan.