E-Learning : Menguntungkan Atau Sebaliknya?
16 Maret 2010Profesor asal Inggris Gilly Salmon adalah pakar untuk teknologi sistem belajar mengajar jarak jauh atau E - Learning. Menurutnya, E-Learning memiliki tempat di masa depan, karena para remaja sudah dari sekarang tumbuh besar bersama komputer. Salmon telah berpengalaman dengan sistem yang diterapkan di kampus tempatnya mengajar, yaitu Universitas Leicester. Kuliah jarak jauh dengan E-Learning menawarkan berbagai kemungkinan yang tidak dimiliki kuliah biasa. "Di Universitas Leicester ada 7000 mahasiswa kuliah jarak jauh. Khususnya, mereka yang sambil bekerja kuliah untuk memperoleh gelar Master. Mereka semua berada di luar Inggris. Di Timur Tengah, kepulauan Karibik dan Amerika Serikat. Mereka bisa bekerja sama dalam kelompok melalui internet. Mahasiswa jurusan arkeologi misalnya, bertemu di situs game online Second Life. Disana kami telah menciptakan komunitas khusus bagi mereka."
Ini adalah hal yang terpenting pada tren baru ini. Para mahasiswa bisa belajar bersama walau pun mereka tinggalnya berjauhan. Namun, belajar hanya dengan menggunakan komputer dan internet juga ada kekurangannya. Mereka harus memiliki teknologi yang sesuai dan tidak boleh bermasalah dengan saluran listrik. Di banyak negara ini tidak selalu demikian adanya. Para pengeritik khawatir dalam hal E-Learning akan timbul kesenjangan antara mereka yang mampu dan mereka yang tidak mampu. Tetapi Gilly Salmon tidak sependapat, bahwa akan ada pihak yang tertinggal dari perkembangan teknologi. "Jika hanya mengikuti kemungkinan belajar yang dilakukan oleh dunia barat, maka ini akan menjadi masalah. Tetapi masih ada sumber lain yang tidak kalah banyaknya. Seperti Hi Speed Computer dan Hi Speed Broadband. Kami tertarik dengan semua cara belajar jarak jauh dengan menggunakan alat yang dimiliki para mahasiswa. Seperti misalnya telepon genggam. Ada banyak cara belajar jarak jauh yang tidak bergantung pada suplai listrik terus-terusan."
Sistem belajar dengan tekonologi canggih ini sepertinya memang tidak akan mudah terhentikan. Contohnya, saat pemerintah Cina sempat menutup situs internet suatu kelompok kerja virtual, para mahasiswa tersebut langsung menemukan solusi cadangan, agar anggota kelompok di Cina tidak ketinggalan perkembangan kelompoknya. Demikian cerita Michael Tighe, dosen di sekolah tinggi Köln. Selain itu, para mahasiswanya bekerja melalui kontak yang mereka temukan di luar negeri dengan bantuan komputer, internet dan berbagai platform belajar dan jaringan sosial. Sehingga terbentuklah beberapa kelompok-kelompok belajar virtual yang saling membantu. "Mahasiswa saya akan lebih sering bekerja sama dalam kelompok virtual. Dengan globalisasi yang terus terjadi, secara tidak langsung, kita dipaksa untuk bekerja secara virtual. Dan saya ingin mempersiapkan mahasiswa saya akan kelebihan dunia virtual, supaya mereka punya bayangan realistis bagaimana cara bekerja efektif secara virtual."
Daniela Siebert / Vidi Legowo-Zipperer
Editor : Hendra Pasuhuk