Bagaimana Menggalakkan Gaya Hidup Hijau Berlandaskan Agama?
19 Mei 2019
Gaya hidup berkelanjutan bisa digalakkan melalui forum dan dakwah agama. Meskipun begitu, hal ini belum menjadi trend di Indonesia. EcoMasjid mungkin bisa menjadi solusinya. Oleh Zakia Ahmad.
Iklan
Gaya hidup hijau semakin marak dijalani oleh masyarakat di Barat. Inisiatif untuk menyelamatkan bumi dan lingkungan juga mulai muncul pada anak-anak sekolah, dengan adanya demonstrasi Fridays for Future.
Banyak dari anak-anak tersebut, terutama sang pemrakarsa, Greta Thunberg, peka dengan hal-hal yang bisa merusak alam dan mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, seperti tidak bepergian dengan pesawat terbang.
Sebelum ada aksi Fridays for Future saya berpikir bahwa gaya hidup hijau hanya berasal dari kesadaran pribadi saja. Namun ternyata ini bisa menjadi gerakan besar yang benar-benar bisa membawa perubahan.
Dalam kasus Fridays for Future, anak-anak sekolah di Eropa paling tidak memberi tekanan pada pembuat keputusan untuk benar-benar mengambil langkah cepat dan konkret dalam membuat kebijakan.
Sampai akhirnya saya menghadiri acara SDG Global Fest of Action awal Mei lalu, saya baru sadar bahwa gaya hidup hijau juga bisa diserukan melalui forum atau dakwah agama.
Di acara SDG Global Fest tersebut saya dan beberapa rekan dari Indonesia hadir dalam satu seminar berjudul "Keeping Faith in 2030, Religions and Sustainable Development Goals".
Saya tertarik dengan seminar ini karena saya sangat penasaran dengan pemaparan yang akan disampaikan oleh narasumber, yang diantaranya adalah pastor dan imam dari Nigeria, mengenai gaya hidup hijau yang mereka khotbahkan kepada para jemaah.
Saat melihat topik tersebut, saya bertanya-tanya, bagaimana kondisinya kini di Indonesia? Seingat saya, selama saya di Indonesia, saya belum pernah melihat ada dai atau ustaz yang berceramah mengenai gaya hidup hijau, yang menyerukan umat untuk menghemat air, menghemat listrik, mengurangi sampah dan hal semacamnya.
Rasa penasaran saya tentang kondisi gaya hidup berkelanjutan yang dijalani muslim di Indonesia mendorong saya untuk melakukan sedikit riset, sampai akhirnya saya menemukan ecoMasjid. Wah, saya senang sekali mengetahui ternyata ada inisiatif gaya hidup berkelanjutan yang diterapkan oleh muslim di Indonesia.
Inisiatif ecoMasjid digerakkan oleh Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLHSDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saya pun berkesempatan untuk berbincang dengan Direktur LPLHSDA MUI, Bapak Dr. Hayu Prabowo, terkait inisiatif ini.
Menggiatkan Ramadan yang Hijau
Di bulan Ramadan, alih-alih berkurang, volume sampah justru meningkat. Di Jakarta saja volume sampah meningkat 10 persen pada Ramadan 2018, menurut Dinas Lingkungan Hidup. Bagaimana agar Ramadan kita bisa lebih hijau?
Foto: picture-alliance/Zumapress/PPI
Jangan lapar mata
Ketika sahur dan buka puasa, upayakan makan dengan porsi secukupnya sehingga tidak ada makanan yang tersisa dan harus dibuang. Parongpong Recycle and Waste Management mengatakan bahwa kebanyakan sampah di bulan Ramadan berasal dari kemasan makanan serta makanan yang tidak habis. Makan berlebihan bukan hanya tidak baik untuk lingkungan, tapi juga tidak baik untuk kesehatan tubuh.
Foto: MEHR
Katakan tidak pada kemasan sekali pakai
Hindari penggunaan plastik atau kemasan sekali pakai. Ketika membeli takjil atau hidangan berbuka puasa, kita bisa bawa wadah sendiri, jadi makanan tidak perlu dibungkus menggunakan styrofoam atau gelas plastik. Selain membantu menjaga lingkungan, kebersihan wadah yang dibawa sendiri pun terjamin.
Foto: DW/Y. Farid
Kemasan ramah lingkungan
Jika harus membeli makanan dengan kemasan, pilih yang dibungkus dengan kemasan ramah lingkungan. Banyak produk makanan yang kini dibungkus bukan dengan plastik, melainkan dengan daun pisang atau bahan lain yang "biodegradable" atau bisa hancur di alam.
Foto: picture alliance/dpa/Flueeler
Hemat air ketika berwudu
Di bulan suci, banyak umat Muslim menunaikan ibadah yang dianjurkan seperti solat sunah. Frekuensi berwudu yang biasanya lima kali sehari menjadi lebih sering. Menghemat air dalam berwudu juga bisa menjadi cara menjalani Ramadan yang lebih hijau. Jangan biarkan kran air terus menyala dan ambil air secukupnya (dua tangkup tangan) untuk membasuh.
Foto: Reuters/D. Liyanawatte
Kampanyekan ide Ramadan hijau
Perubahan untuk lingkungan yang lebih baik harus dimulai dari diri sendiri. Kita bisa sebarkan ide Ramadan hijau kepada teman dan keluarga. Di saat buka puasa bersama teman-teman misalnya. Ajak semua orang untuk membawa wadah sendiri, menghindari kemasan plastik dan meminimalisasi sampah.(na/hp)
Foto: picture-alliance/Zumapress/PPI
5 foto1 | 5
Apa itu ecoMasjid?
Dilihat dari akun Facebook dan Instagram ecoMasjid yang sepi pengikut, terlihat jelas bagi saya bahwa ecoMasjid belum terlalu dikenal di masyarakat. Menurut Pak Hayu, media di Indonesia belum terlalu peduli dengan tema-tema gaya hidup berkelanjutan yang digalang ecoMasjid.
Pihak yang menghubunginya untuk berbincang lebih lanjut mengenai konsep gaya hidup berkelanjutan yang berbasis komunitas Islam atau tentang fatwa MUI terkait lingkungan hidup hanyalah media luar negeri. Salah satu media dari AS bahkan langsung menghubungi Pak Hayu untuk berbicara lebih lanjut mengenai fatwa yang MUI keluarkan terkait pelestarian satwa langka. Ayo, Anda semua tahu kalau MUI pernah mengeluarkan fatwa itu? Apakah Anda juga tahu, kalau MUI sudah punya enam fatwa terkait lingkungan hidup? Kalau enggak tahu, ya sudah tak mengapa, sebelum mengobrol dengan Pak Hayu, saya juga enggak tahu hehe.. Tema lingkungan hidup nampaknya memang kurang seksi ya kalau jadi headline dan digembar-gemborkan? Tidak seperti tema politik misalnya?
Konsep ecoMasjid yang digalang oleh LPLHSDA MUI bertujuan untuk menjadikan masjid bukan hanya tempat ibadah melainkan juga pusat pendidikan, dalam hal ini pendidikan lingkungan hidup dan peningkatan kesadaran umat untuk aktif menjaga alam. Menurut Pak Hayu, masjid adalah sarana ideal untuk menyebarkan pengetahuan dan pendidikan mengenai lingkungan hidup.
"Karena tentang lingkungan hidup, dari dulu kita memiliki keyakinan bahwa lingkungan hidup ini bukan masalah yang terkait dengan teknis atau masalah hukum, melainkan lebih terkait dengan moral. Menggunakan pendekatan moral keagamaan untuk bagaimana mengubah perilaku menjadi lebih ramah lingkungan," jelas Pak Hayu.
Masjid yang tergabung dalam inisiatif ecoMasjid berperan sebagai pusat pendidikan cinta lingkungan sehingga gaya hidup hijau juga bisa dijalani dengan semangat islami.
"Nah perilaku ini otomatis kita terjemahkan dalam bahasa-bahasa keagamaan. Kita ubah, kita sesuaikan, kita lengkapi masalah-masalah lingkungan hidup itu dengan bahasa-bahasa agama. Itu yang coba kita sebarkan untuk umat Islam. Masjid ini sebagai pusatnya yang bisa kita gunakan bersama," tambahnya.
Di ecoMasjid dikembangkan fasilitas ramah lingkungan terkait energi dan air, seperti misalnya listrik surya dan biogas, panen air hujan, tungku bakar sampah, sumur resapan, keran hemat air wudu, pembangkit listrik dari sampah dan masih banyak lagi. Hingga kini, baru sekitar 100 masjid yang terdaftar sebagai penggiat ecoMasjid di Indonesia. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan masjid di Indonesia yang sekitar 800 ribu-an.
Green Iftar dan ecoRamadan
Selain konsep hidup hijau yang diterapkan sepanjang tahun di ecoMasjid, di bulan Ramadan Pak Hayu juga tak lelah mengampanyekan "green iftar" dan "ecoRamadan". Dalam inisiatif green iftar, gaya hidup berkelanjutan yang dipraktikkan misalnya, tidak digunakan wadah makan atau minum sekali pakai, dari rantai penyuplai hingga konsumen.
"Masjid ini bukan hanya untuk dakwah lisan dan tulisan, tapi juga dakwahnya dengan aksi, jadi masjid juga harus menunjukkan dirinya, pengurus dan jamaah harus bekerja bersama menyelesaikan masalah-masalah ini," jelas Pak Hayu.
8 Fakta Tentang Sampah Plastik Yang Akan Membuat Anda Syok
Indonesia kembali jadi sorotan media internasional, karena muncul video viral dari para penyelam di Bali yang menunjukkan parahnya polusi plastik di sana. Namun, sampah plastik kini sudah menjadi masalah global.
Setidaknya 8 juta ton plastik mencemari lautan di dunia setiap tahun. Ini seperti mengosongkan truk berisi sampah plastik ke laut setiap menit.
Foto: picture-alliance/Photoshot
2050 jumlah plastik di laut lebih banyak dari ikan
Saat ini rasio perbandingan antara plastik dan plankton diperkirakan 1:2. Jika dibiarkan begitu saja, volume plastik akan melebihi ikan pada tahun 2050. Jumlah plastik di laut saat ini sekitar 150 juta ton, ini seperlima dari bobot total ikan yang ada.
Foto: picture-alliance/Prisma/R. Dirscherl
Sampah plastik juga mengotori pantai-pantai Eropa
Di Inggris misalnya, setiap 100 meter pantai Inggris, ada lebih dari 200 sampah plastik atau polistirena. September 2017, hampir 7000 orang berpartisipasi dalam aksi pembersihan pantai Great British Beach Clean in September 2017 - proyek yang menyingkirkan 255.209 sampah dari 339 pantai.
Foto: picture alliance/blickwinkel/fotototo
Lebih dari 50 persen penyu laut menelan plastik
Ratusan ribu penyu laut, paus, mamalia laut lainnya dan lebih dari 1 juta burung laut mati setiap tahun karena polusi laut dan menelan atau terjerat sampah di laut. Banyak hewan laut yang tidak bisa membedakan antara makanan dan sampah plastik. Sehingga sistem pencernaan terblokir dan menyebabkan kematian.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Ada 6,3 milyar ton sampah plastik di bumi
Walau plastik baru ada sejak 60-70 tahun yang lalu, material ini berhasil mendominasi kehidupan manusia. Hampir untuk setiap kegiatan manusia, bisa dipastikan ada barang kebutuhan yang terbuat dari plastik.
Foto: picture-alliance/dpa/R. De La Pena
Popok bayi butuh 450 tahun untuk terurai
Kebanyakan popok bayi mengandung polietilena atau termoplastik, bahan yang sama digunakan untuk membuat dengan kantong plastik. Tahukah Anda, bahwa popok kotor yang dibuang akan terus berada di bumi selama 450 tahun, karena sulit terurai? Tali pancing butuh lebih lama lagi, yakni sekitar 600 tahun.
Foto: picture alliance/chromorange
Lebih dari 20.000 botol dijual per detik
Kontribusi terbesar polusi plastik adalah botol minuman. 480 milyar botol plastik terjual di tahun 2016. Ini berarti lebih dari 1 juta botol dalam 1 menit.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Cameron
Ada lebih banyak mikroplastik di laut dibanding bintang di Bima Sakti
Di galaksi Bima Sakti atau "Milky Way" saja diperkirakan ada 100-400 milyar bintang. Sementara menurut Clean Seas, ada 51 trilyun mikroplastik di lautan dunia. Penulis: vlz/yf (dari berbagai sumber)
Sementara itu, inisiatif ecoRamadan secara umum mendorong umat Muslim untuk lebih peka dan lebih sadar akan pola konsumsi air, listrik dan makanan. Muslim didorong untuk menghindari perilaku mubazir dan berlebih-lebihan.
Konsep-konsep hidup berkelanjutan yang digalang ecoMasjid sangat luar biasa. Saya membayangkan dunia utopia di mana ratusan ribu muslim Indonesia tidak mudah dimobilisasi untuk demonstrasi politis, tapi mudah diprovokasi untuk menjalankan gaya hidup hijau di mana orang-orang peduli terhadap lingkungan, sumber daya alam, tidak merusak, menghasilkan sedikit sampah dan lain sebagainya. Membayangkannya saja menyenangkan, bukan?
Tak Lagi Pakai Plastik, Kemasan Sayuran di Supermarket Ini Pakai Daun
Karton, plastik, begitu banyak kemasan barang dari supermarket akhirnya terbuang percuma di tong sampah dan merusak lingkungan. Di Bali, beberapa supermarket mengemas sayuran yang dijual dengan menggunakan daun.
Foto: Bintang Supermarket
Uniknya kemasan ini
Mengurangi limbah plastik, kini supermarket di Bali beralih dari kemasan plastik ke bahan kemasan baru. Salah satunya menggunakan daun pisang. Selain unik, terlihat menarik.
Foto: Bintang Supermarket
Berbagai sayuran dikemas dengan daun
Bintang Supermarket yang terletak di Ubud dan Seminyak ini gunakan daun pisang untuk membungkus sayuran yang dijual, seperti bayam, pak choi, cabe, daun bawang, hingga buncis, dll.
Foto: Bintang Supermarket
Ramah lingkungan
Demi menjaga lingkungan, Bintang Supermarket di Ubud dan Seminyak Bali mengubah kemasan sayuran yang awalnya menggunakan plastik menjadi daun pisang.Menurut Agus Sanjaya dari Bintang Supermarket, plastik butuh ratusan tahun untuk terurai, oleh sebab itu timnya ingin mengurangi sampah plastik yang banyak diproduksi manusia.
Foto: Bintang Supermarket
Tak jual styrofoam
Penggunaan daun pisang dilakukan sejak awal 2019. Dari Januari 2019 supermarket ini tidak lagi memberi kantong pada konsumen dan tidak menjual lagi sedotan, styrofoam, dan kantong kresek.
Foto: Bintang Supermarket
Efisien
Menurut supermarket tersebut, pembungkusan memakai daun dinilai paling efisien dalam penggunaannya. Ke depan mereka juga ingin memanfaatkan bekas sarang lebah dan rumput laut sebagai kemasan. Sekarang harganya masih tinggi. Sementara daun pisang tergolong murah.
Foto: Bintang Supermarket
Mudah terurai
Selain bisa buat membungkus, daun yang sudah tak terpakai ini lebih mudah terurai di tanah. Hasil kompos daun bisa menambah kesuburan tanah.
Foto: Bintang Supermarket
Disukai konsumen
Di media sosial, metode pembungkusan sayuran ini mendapatkan reaksi positif. Ke depan, supermarket ini ingin menyediakan sedotan dari bambu dan tangkai bunga rumput, sebagai pengganti sedotan plastik.
Foto: Bintang Supermarket
7 foto1 | 7
* Zakia Ahmad bekerja sebagai jurnalis lepas dan tinggal di Jerman sejak lima tahun.
** DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan satu foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.