1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiItalia

Ekonomi Italia Bangkit dari Keterpurukan Era Pandemi

Nicolas Martin
3 April 2024

Ketika perekonomian Jerman melambat, Italia kini justru mengalami pertumbuhan pesat. Setelah terpuruk di masa pandemi, bagaimana Italia bisa keluar dari resesi ekonomi?

PM Italia Giorgia Meloni
PM Italia Giorgia MeloniFoto: AFP via Getty Images

Sebelum pandemi COVID-19, pemerintah di Roma sudah terbiasa mengumumkan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang buruk, dengan tingkat utang tertinggi di Uni Eropa. Setelah dilanda pandemi, situasi makin memburuk. Namun kini Italia menunjukkan pertumbuhan pesat, sementara sebaliknya perekonomian Jerman pada kuartal terakhir justru menyusut 0,3 persen.

"Perekonomian Italia telah tumbuh sebesar 3,8 persen sejak 2019,” kata Jörg Krämer, kepala ekonom di bank komersial Commerzbank, dalam wawancara dengan DW. Angka itu dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan ekonomi Prancis dan lima kali lipat dibandingkan perekonomian Jerman. Italia sekarang adalah ekonomi terbesar ketiga di Uni Eropa.

Para pengamat awalnya skeptis ketika politisi ultra kanan Giorgia Meloni mulai menjabat PM Italia pada musim gugur 2022. Selama kampanye pemilu, dia mengumandangkan kebijakan nasionalis "Made in Italy”, mengeritik politik migrasi Uni Eropa dan memperlihatkan simpati kepada Putin. Majalah mingguan Jerman "Stern" bahkan menjulukinya sebagai "wanita paling berbahaya di Eropa”.

PM Italia Georgia Meloni di Kantor Pusat Uni Eropa di BrusselsFoto: AFP via Getty Images

Kepercayaan terhadap pemerintahan Meloni meningkat

Namun dalam hal kebijakan ekonomi, Giorgia Meloni ternyata tetap berada pada jalur yang sama dengan pendahulunya, Mario Draghi. Hal ini membuahkan hasil bagi Italia – setidaknya di pasar obligasi. Tingkat bunga pinjaman untuk Italia kembali ke turun ke tingkat sebelum Giorgia Meloni menjabat.

Tapi seberapa besar pertumbuhan ekonomi Italia adalah kesuksesan Meloni? "Sedikit,” kata Jörg Krämer dari Commerzbank. "Pertumbuhan yang kuat datang dari kebijakan fiskal Italia yang longgar.”

Artinya: Pertumbuhan Italia terutama didasarkan pada utang baru. Sebelum pandemi corona, utang baru Italia masih sebesar 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Awal 2023 utang baru sudah mencapai 8,3 persen PDB.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Rasio utang Italia tahun ini diperkirakan akan melebih 140 persen PDB, dan masih akan terus meningkat pada 2025. Sebagai perbandingan: rasio utang di Jerman adalah 66 persen, di Prancis hampir 100 persen.

Program infrastruktur raksasa dorong perekonomian

Italia telah mendanai berbagai pembangunan infrastruktur dan subsidi pembangunan rumah sejak akhir 2020. Yang sangat populer adalah program yang disebut  Superbonus 110. Siapa pun yang merenovasi rumah atau apartemennya agar lebih hemat energi akan mendapatkan pengembalian seluruh biaya renovasi ditambah sepuluh persen - melalui pengurangan beban pajak, yang dapat bertahan selama beberapa tahun.

"Anda dapat membayangkan bahwa investasi konstruksi telah meroket,” kata ekonom dan pakar Italia, Jörg Krämer. "Efek ini menjelaskan dua pertiga dari pertumbuhan kuat yang kami amati.”

Tetapi Superbonus 110 bukan program pemerintahan Giorgia Meloni, melainkan pemerintahan sebelumnya. Meloni bahkan memotong bonus itu tahun 2023 menjadi 70 persen, dan tahun ini menjadi 65 persen biaya renovasi. Karena Superbonus diperkirakan akan akan mengurangi penerimaan pajak negara secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan.

Pemerintahan Giorgia Melonio juga akan diuntungkan dengan aliran dana dari Uni Eropa berupa hibah dan pinjaman hampir 200 miliar Euro dari Uni Eropa sampai 2026. Tapi setelah itu, perekonomian akan menghadapi tantangan berat.

" Italia harus mengurangi defisit anggarannya yang sangat tinggi paling lambat saat itu. Kalau setelahj itu Italia harus melakukan penghematan, maka apa yang disebut keajaiban pertumbuhan Italia ini mungkin akan berakhir,” kata Jörg Krämer kepada  DW.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait