Eks Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Prof dr Ilham Oetama Marsis, membeberkan penyebab Terawan tak datang saat dipanggil MKEK. Dia melihat cara yang tidak komunikatif antara Terawan dengan majelis kode etik.
Iklan
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2015-2018, Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, angkat bicara soal mangkirnya eks Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto dalam beberapa kali pemanggilan oleh Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK-IDI).
Menurut Prof Marsis, dirinya saat itu ditugasi untuk mengeksekusi rekomendasi pemecatan Terawan oleh MKEK. Sebelum melakukan eksekusi, dirinya mewanti-wanti bahwa keputusan pemecatan itu menyangkut kehormatan seorang dokter dan karenanya harus diberi ruang untuk membela diri.
"Pada waktu itu, majelis mengatakan bahwa mereka sudah memanggil [Terawan], tetapi tidak datang," papar Prof Marsis dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (04/04).
"Saya kebetulan juga mantan tentara. Jadi saya menelepon dokter Terawan, saya minta pak Terawan bisa nggak ngomong dengan saya, saya berikan kesempatan untuk berbicara melakukan pembelaan diri. Dia mengatakan, 'Saya siap Prof Marsis'," lanjutnya.
"Dalam tiga hari, kami mengadakan pertemuan di Hotel Borobudur pada waktu itu. Saya menanyakan tentang masalah apa yang menjadi penyebab Terawan tidak datang waktu dipanggil MKEK. Dalam kesimpulan, saya melihat suatu cara yang tidak komunikatif itu terjadi di antara Pak Terawan dengan majelis kode etik. Buktinya saya telepon dalam 3 hari beliau datang mau ketemu saya," bebernya dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (04/04).
Dalam pertemuan tersebut, Terawan mengaku ingin menyelesaikan konflik tersebut. Setelah itu, Prof Maris memberikan waktu sampai September 2018 untuk Terawan melengkapi bukti dan alasan terkait dugaan kelalaian praktik kepada IDI.
Mitos Terapi "Cuci Otak" Dr. Terawan
Angiografi ramai dibahas di Indonesia berkat terapi non konvensional Dr. Terawan. Apa rahasia di balik teknologi medis yang masih diperdebatkan itu dan kapan penggunaannya bisa dikategorikan sebagai malpraktik?
Foto: Siemens Healthineers
Citra Pembuluh Darah
Serupa seperti pemeriksaan radiografi lain, Digital Subtraction Angiography (DSA) menggunakan sinar Röntgen untuk membuat citra pembuluh darah. Pada praktiknya dokter menyuntikkan agen kontras berupa cairan ke dalam pembuluh darah yang penyebarannya terlihat melalui citra Röntgen. DSA digunakan lantaran hanya menampilkan jaringan pembuluh darah, tanpa elemen lain seperti struktur tulang manusia.
Foto: Imago
Menjepret Kontras
Agen kontras yang digunakan kebanyakan mengandung Iodium lantaran sifatnya yang mudah memantulkan radiasi. Buat pasien yang mengalami gangguan ginjal, dokter harus menggunakan "agen kontras negatif" yang bermassa ringan seperti gas CO2 atau larutan isotonik. Tanpanya, diagnosa radiologi akan kehilangan akurasi lantaran minimnya kemampuan sinar Röntgen menangkap perbedaan antara organ tubuh
Foto: picture-alliance/dpa/M. Schutt
Diagnosa Tambahan
Angiografi biasanya digunakan untuk melacak penyempitan atau kelainan lain pada pembuluh darah manusia. Tidak heran jika DSA digunakan sebagai metode diagnosa tambahan dalam kasus Tumor atau stroke. Dokter juga menggunakan teknik Angiografi untuk memeriksa keberhasilan operasi pada pembuluh darah pasien.
Foto: Siemens Healthineers
Ketinggalan Zaman
Menyusul ditemukannya metode diagnosia Tomografi Terkomputasi (CT) atau Pencitraan Resonansi Magnetik (MRT) yang mampu menghasilkan citra berkualitas tinggi, penggunaan Angiografi sebagai alat diagnosa semakin jarang ditemukan. Sebaliknya dokter sering menggunakan metode ini untuk menyalurkan obat-obatan dalam terapi invasif minimal.
Foto: Siemens Healthineers
Pembekuan di Jalur Darah
Salah satunya adalah pengobatan Tromobosis. Dengan pencitraan Angiografie dokter bisa mengatasi pembekuan darah dengan menyuntikkan obat-obatan langsung ke dalam pembuluh darah pasien. Namun begitu penggunaan metode Trombolysis pada pasien jantung dan stroke dibatasi waktu. Pada pasien stroke misalnya, menggunakan metode ini setelah lebih dari empat jam setelah serangan tidak akan banyak membantu.
Foto: HR
Keraguan pada Angiografi
Namun menyuntikkan obat-obatan ke dalam pembuluh buat mengatasi pembekuan darah pada pasien stroke isemik semakin jarang digunakan. Pasalnya selain masa terapi yang sempit, Tromolysis juga hanya berguna pada kasus pembekuan darah yang panjangnya kurang dari 1 sentimeter. Lebih dari itu dokter biasanya menggunakan metode lain, yakni dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah.
Minim Rekomendasi
Federasi Neurologi Eropa menyarankan penggunaan Trombolisis hanya pada pasien akut. Hingga kini ilmuwan belum mampu merekomendasikan satu jenis obat yang paling efektif buat mengatasi pembekuan darah. Asosiasi Dokter Neurologi Amerika Serikat bahkan mengklaim masih membutuhkan penelitian sebelum bisa menganjurkan penggunaan Trombolisis. (rzn/yf: dari berbagai sumber)
Foto: Siemens Healthineers
7 foto1 | 7
Diselesaikan secara internal
Sayangnya seiring waktu menurut Prof Maris, komunikasi tersebut tak berjalan dengan baik. Hingga akhirnya pada sidang di Samarinda, diputuskan bahwa Terawan akan dieksekusi.
Iklan
Prof Marsis meyakini, Terawan akan bersedia menyelesaikan masalah ini apabila dilakukan dengan cara-cara yang lebih komunikatif. Karenanya, ia lebih menyarankan agar masalah etik yang dituduhkan dapat diselesaikan secara internal.
"Saya menawarkan seandainya dengan cara-cara yang terhormat baik untuk IDI maupun Terawan mampu menyelesaikan masalah ini sebagai masalah intern IDI kenapa tidak diberikan kesempatan kepada kita," beber Prof Maris.
"Saya akan anjurkan kepada dr Adib (ketua PB IDI saat ini) kita cari jalan yang baik untuk dr Terawan dan untuk IDI. Saya yakin, saya kenal dengan beliau, saya percaya dengan beliau, tentunya kalau kita lakukan dengan baik, dengan terhormat, beliau dapat menyelesaikan masalah ini," pungkasnya. (pkp/ha)