Eksploitasi Warga Uighur Dicap sebagai 'Perbudakan Modern'
16 Desember 2020
Sebuah laporan baru mengungkapkan tuduhan atas Cina yang memaksa ratusan ribu Muslim Uighur untuk memetik kapas di Xinjiang. Aktivis mengklaim merek fashion besar Barat terlibat dalam pelecehan tersebut.
Penelitian ini diterbitkan oleh lembaga think-tank Pusat Kebijakan Global yang berbasis di Amerika Serikat (AS), dan ditinjau oleh BBC serta surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung.
Menurut laporan tersebut, diperkirakan 570 ribu pekerja dari tiga wilayah Uighur dimobilisasi untuk melakukan pemetikan kapas pada tahun 2018.
Pemindahan warga Uighur dilakukan di bawah skema pelatihan tenaga kerja "koersif" pemerintah Cina yang melibatkan "manajemen gaya militer."
"Tidak mungkin menentukan dimana pemaksaan kerja itu berakhir dan dimana persetujuan lokal dimulai," tulis Adrian Zenz, peneliti yang menemukan dokumen tersebut.
Merek-merek fashion besar, termasuk Nike, Adidas, Gap dan lainnya mendapat kecaman oleh kelompok hak asasi karena menggunakan kapas yang bersumber dari Cina. Wilayah Xinjiang menghasilkan lebih dari 20% kapas dunia - sehingga menjadikannya pemain utama dalam rantai pasokan tekstil global.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Bukan waktunya untuk 'bisnis seperti biasa'
Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia yang berbasis di Munich, mendesak sejumlah perusahaan untuk tidak mendukung pelanggaran hak asasi manusia di Cina.
Iklan
"Hubungan antara perbudakan modern dan genosida itu sendiri tidak dapat dipisahkan," katanya. "Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan bisnis seperti biasa."
Isa yang merupakan pemimpin tertinggi otoritas terkemuka dunia terkait penentang kebijakan Cina yang menahan etnis minoritas termasuk Muslim-minoritas Uighur dan Kazakh di provinsi Xinjiang, juga meminta pemerintah Barat untuk berbuat lebih banyak.
"Kami belum melihat tindakan nyata untuk menghentikan genosida Uighur ini," kata Isa, seraya menambahkan bahwa negara-negara Eropa secara khusus belum mengambil "tindakan nyata."
Dia mencatat bahwa meskipun Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menolak untuk menangani pengaduan genosida terhadap Cina - badan dan organisasi internasional lain di mana Beijing menjadi anggotanya dapat "mengambil tindakan secara politis" dan legal.
Cina telah mendapat kecaman internasional yang intens atas kebijakannya di Xinjiang, di mana kelompok-kelompok hak asasi mengatakan sebanyak 1 juta warga Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp interniran.
Beijing mengatakan bahwa pusat-pusat yang dijaga ketat itu adalah institut pendidikan dan kejuruan dan semua yang hadir telah "lulus" dan pulang.
Kontributor DW, Biresh Banerjee dan Michelle Stockman turut berkontribusi dalam artikel ini.