1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIsrael

Seberapa Ekstrem Pemerintahan Baru Israel?

29 Desember 2022

Kabinet yang dibentuk Benjamin Netanyahu ikut mengusung tokoh-tokoh ultranasionalis religius. Dikhawatirkan, kebijakan pemerintah mendorong ekspansi pemukiman Yahudi yang semakin mempertajam konflik dengan Palestina.

Benjamin Netanyahu
Benjamin NetanyahuFoto: Abir Sultan/AP Photo/picture alliance

Setelah setahun beroposisi, Benjamin Netanyahu akhirnya kembali ke puncak kekuasaan sebagai Perdana Menteri Israel. Kemenangannya berdampak besar karena untuk pertamakalinya koalisi pemerintahan di Israel ikut merangkul partai-partai religius ultranasionalis

Tidak heran jika Presiden Isaac Herzog buru-buru memperingatkan koalisi pemenang agar membentuk "sebuah pemerintahan yang mengabdi kepada semua warga Israel, baik yang mendukung atau menentang, dan mereka yang menolak pembentukannya,” kata dia belum lama ini.

Kabinet Netanyahu diisi oleh sejumlah tokoh yang selama ini dianggap ekstremis di dalam politik Israel. Berkatn koalisi baru itu sejumlah tokoh politik ultranasionalis seperti Bezalel Smotrich, Itamar Ben-Gvir dan Avi Maoz, kini diterima di politik arus utama. 

"Ini adalah koalisi paling ekstrem kanan, rasis, homofobik dan religius dalam sejarah Israel,” tulis harian kiri, Haaretz, dalam sebuah editorial. Koran terbitan Tel Aviv itu meyakini pemerintahan yang baru akan mempertajam perpecahan internal, memberangus hak minoritas dan menggencarkan konflik dengan Palestina.

Ekspansi pemukiman Yahudi

Kabinet Israel antara lain diperkuat oleh amandemen UU yang membolehkan mantan terpidana menjadi menteri.  Nama Aryeh Deri, Ketua Umum Partai Shas yang ultraortodoks mencuat dan legislasi baru itu membebaskannya untuk diangkat sebagai menteri dalam negeri dan kesehatan meski menghadapi dakwaan hukum. 

Dia akan merotasi jabatan dengan Bezalel Smotrich dari Partai Zionisme Religius yang kini mendapat giliran menjabat menteri keuangan.

Melalui proses legislasi itu pula, parlemen Israel menempatkan sebagian otoritas terhadap wilayah pendudukan di Tepi Barat di bawah Smotrich. Dia sendiri adalah bagian dari gerakan perluasan pemukiman Yahudi.

Dengan kewenangan baru itu, Smotrich punya kekuasaan untuk memperluas pemukiman Yahudi di sekitar 60 persen wilayah Tepi Barat. Pegiat HAM mengritik langkah tersebut menghasilkan "aneksasi Palestina secara de facto.”

"Ideologi partai kanan jauh berpusar pada gagasan Israel Besar,” kata Gideon Rahat, pengamat politik di Universitas Ibrani di Yerusalem. Istilah itu memuat tuntutan kaum ekstremis Yahudi untuk menguasai semua wilayah Palestina, dari Sungai Yordan hingga ke pesisir Laut Tengah. "Mereka mengklaim wilayah ini sebagai tanah yang dijanjikan, sebab itu merasa berhak atas apapun yang ada di atasnya.”

Israel selama ini tidak mengindahkan hukum internasional dan terus mendorong ekspansi pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan.

Antisemitisme: Mengapa Melekat Begitu Kuat?

13:09

This browser does not support the video element.

Manuver Ben-Gvir

Pada Rabu (28/12), Knesset mengesahkan amandemen kontroversial lain. Legislasi yang diberi nama UU Ben-Gvir itu memberikan kewenangan tambahan bagi menteri keamanan nasional atas institusi kepolisian. 

Amandemen tersebut adalah tuntutan Itamar Ben-Gvir yang ingin menambah jumlah aparat kepolisian untuk ditempatkan di area rawan. Dia misalnya berjanji akan bertindak "tegas” terhadap terorisme, memperkuat imunitas bagi aparat keamanan dan kewenangan polisi untuk melepaskan tembakan terhadap demonstran yang melemparkan batu.

Ben-Gvir sebelumnya dikenal lewat pandangan politik yang tergolong ekstrem terhadap minoritas Arab atau warga Palestina. Dia pernah dipidana atas dakwaan rasisme dan dukungannya bagi kelompok teror Kahanis. 

Persekutuan ekstrem kanan yang dibangun Netanyahu juga melibatkan Avi Maoz, Ketua Umum Partai Noam yang mengklaim diri sebagai anti-Arab dan homofobik. Di kabinet baru, dia akan mengemban jabatan sebagai wakil perdana menteri dan mengepalai departemen "Identitas Nasional Yahudi” yang baru dibentuk.

Sekutu Israel, AS, sebabnya mewanti-wanti bahwa pihaknya akan tetap "menolak secara tegas terhadap semua upaya yang menggerus prospek solusi dua negara, termasuk, ekspansi pemukiman Yahudi dan aneksasi Tepi Barat,” tulis Menlu AS, Antony Blinken, awal Desember lalu.

Meski demikian, Netanyahu bersikeras kekuasaan terbesar tetap dipegang perdana menteri, bukan oleh para menteri, katanya kepada media-media AS. Dia menepis kekhawatiran internasional terhadap keterlibatan tokoh ekstrem kanan di kabinetnya.  "Mereka yang bergabung dengan saya, bukan sebaliknya,” pungkasnya,

rzn/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait