Dalam presentasinya di hadapan para analis Tesla, Rabu (01/03), Elon Musk mengungkap bahwa dibutuhkan otoritas pengatur untuk mengawasi pengembangan AI. "Ini teknologi yang cukup berbahaya," katanya.
Iklan
Elon Musk mengungkap ada satu bidang keilmuan yang harus diregulasi oleh pemerintah sekarang, yaitu kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
"AI membuat saya stres,” kata CEO Tesla dan Twitter itu menjelang akhir presentasinya di hadapan para investor Tesla, Rabu (01/03).
Musk awalnya menjelaskan tentang upaya ambisius Tesla terkait penggunaan AI dalam presentasinya yang bertajuk "Master Plan 3”. Presentasi ini adalah bagian ketiga dari serangkaian makalah tentang pengembangan Tesla dan energi bersih.
Dalam presentasi tersebut, sebuah robot humanoid Optimus, yang saat ini tengah dikembangkan oleh Tesla, ditampilkan melalui sebuah video. Robot itu bekerja memanipulasi bagian-bagian robot Optimus lain seolah-olah ia sedang merakit replika dirinya sendiri. Dilanjutkan dengan para eksekutif perusahaan memberikan presentasi rinci mengenai bagaimana Tesla menggunakan teknologi AI untuk melatih kendaraan supaya mampu mengemudi sendiri.
Sampai kemudian seorang analis bertanya kepada Musk tentang apakah AI dapat membantu Tesla membuat mobil. Musk menjawabnya dengan nada yang kurang optimis.
"Saya tidak melihat AI bisa membantu kami membuat mobil dalam waktu dekat,” katanya. "Kalau itu terjadi, tidak ada gunanya lagi kita bekerja,” tambahnya.
Musk khawatir AI?
Pada Desember 2022, Musk juga sempat menyinggung tentang perkembangan ChatGPT, chatbot teks yang dikembangkan oleh OpenAI, dalam sebuah cuitan.
"ChatGPT itu bagus tapi menakutkan. Kita sudah tidak jauh lagi dari AI yang sangat kuat namun berbahaya,” tulisnya kala itu.
Kekhawatiran itu kembali ia ungkapkan di hadapan analis Tesla pada Rabu (01/03).
"Saya sedikit khawatir tentang hal-hal AI,” ujarnya.
"Kita membutuhkan semacam otoritas pengatur atau sesuatu yang bertugas mengawasi pengembangan AI. Pastikan itu beroperasi untuk kepentingan umum. Ini teknologi yang cukup berbahaya. Saya khawatir saya mungkin telah melakukan beberapa hal dalam mempercepatnya,” tambahnya.
Mesi begitu, Musk mengatakan bahwa upaya Tesla dalam membuat mobil yang mampu mengemudi sendiri dengan aman jelas merupakan "AI yang berguna.”
"Saya tidak tahu. Tesla melakukan hal-hal baik di AI,” katanya. Ia kemudian berhenti sejenak dan menghela nafas.
"Yang ini membuat saya stres. Saya tidak tahu harus mengatakan apa,” lanjutnya.
gtp/ha (Reuters)
Teknologi Yang Mengubah Strategi dan Taktik Perang
Artificial Intelligence (AI) mengubah strategi dan taktik perang. Para ahli memperingatkan, pengembangan senjata mematikan yang bertindak secara otonom bisa membahayakan. Sejak dulu, teknologi memengaruhi cara berperang.
Foto: Getty Images/E. Gooch/Hulton Archive
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence -AI): Revolusi perang jilid tiga
Lebih 100 ahli AI menulis surat terbuka dan meminta PBB melarang senjata otonom yang mematikan. Senjata semacam ini memang belum digunakan, namun kemajuan penelitian AI memungkinkan hal itu terwujud dalam waktu dekat, kata para ahli. Mereka mengatakan, senjata semacam itu bisa menjadi "revolusi ketiga dalam peperangan," setelah penemuan mesiu dan senjata nuklir.
Foto: Bertrand Guay/AFP/Getty Images
Penemuan bubuk mesiu
"Revolusi pertama" dalam cara berperang ditemukan warga Cina, yang mulai menggunakan bubuk mesiu hitam antara abad ke 10 sampai 12. Teknologi itu kemudian berkembang sampai ke Timur Tengah dan Eropa. Senjata dengan peluru memang lebih ampuh daripada tombak dan panah yang ketika itu digunakan.
Foto: Getty Images/E. Gooch/Hulton Archive
Artileri
Penemuan mesiu akhirnya memperkenalkan artileri ke medan perang. Tentara mulai menggunakan meriam sederhana pada abad ke-16 untuk menembakkan bola logam berat ke arah prajurit infanteri pihak lawan. Meriam mampu menembus tembok tebal sebuah benteng.
Foto: picture-alliance/akg-images
Senapan mesin
Penemuan senapan mesin pada akhir abad ke-19 segera mengubah medan peperangan. Penembaknya sekarang bisa berlindung agak jauh dari bidikan musuh dan mengucurkan puluhan amunisi dalam waktu singkat. Efektivitas senapan mesin sangat jelas dalam Perang Dunia I. Korban manusia yang tewas makin banyak.
Foto: Imperial War Museums
Pesawat tempur
Para pemikir militer terus mengembangkan peralatan perang yang makin canggih. Setelah penemuan pesawat terbang tahun 1903, enam tahun kemudian militer AS membeli pesawat militer pertama jenis Wright Military Flyer yang belum dipersenjatai. Pada tahun-tahun berikutnya, pesawat dilengkapi senjata dan juga digunakan untuk menjatuhkan bom.
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb/U.S. Airforce
Roket dan peluru kendali
Artileri memang efektif, tapi daya jangkaunya terbatas. Penemuan roket dan peluru kendali pada Perang Dunia II tiba-tiba mengubah strategi perang. Rudal memungkinkan militer mencapai target yang ratusan kilometer jauhnya. Rudal pertama buatan Jerman jenis V-2 masih relatif primitif, tapi inilah awal mula pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM).
Foto: picture-alliance/dpa
Pesawat jet
Pesawat jet pertama kali tampil pada akhir Perang Dunia II. Mesin jet secara dramatis meningkatkan kecepatan sebuah pesawat terbang dan memungkinkannya mencapai target lebih cepat. selain itu, pesawat jet sulit jadi sasaran musuh karena kecepatannya. Setelah Perang Dunia II, dikembangkan pesawat pengintai militer yang bisa terbang di ketinggian lebih dari 25 kilometer.
Foto: picture-alliance
Senjata nuklir
"Revolusi kedua" dalam strategi perang adalah penemuan bom atom dan penggunaannya di Hiroshima dan Nagasaki. Sekitar 60 sampai 80 ribu orang tewas seketika, belum lagi mereka yang terkena radiasi nuklir dan meninggal kemudian. Di era Perang Dingin, AS dan Uni Soviet mengembangkan ribuan hulu ledak nuklir dengan daya ledak yang lebih tinggi lagi.
Foto: Getty Images/AFP
Digitalisasi
Beberapa dekade terakhir, digitalisasi menjadi elemen penting dalam teknologi perang. Perangkat komunikasi militer jadi makin cepat dan makin mudah dioperasikan. Pada saat yang sama, efisiensi dan presisi meningkat secara radikal. Angkatan bersenjata modern kini fokus pada pengembangan kemampuan melakukan perang cyber untuk mempertahankan infrastruktur nasional dari serangan cyber musuh.