1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan Hukum

Empat Tahun Duterte Berkuasa: Pelanggaran HAM hingga Teror

Ana P. Santos (Manila)
9 Juli 2020

Sejauh ini masa jabatan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte telah ditandai oleh serangkaian kasus pembunuhan dan meningkatkan tindakan kejahatan tanpa hukuman, kata para pengamat. Ana P. Santos melaporkan dari Manila.

Philippinen Rodrigo Duterte
Foto: picture-alliance/AP Photo/Malacanang Presidential Photographers Division/A. Morandante

Tahun keempat Presiden Filipina, Rodrigo Duterte berkuasa, mendapat sorotan tajam dari Dewan HAM PBB atas meluasnya kasus pembunuhan di luar hukum hingga disahkannya undang-undang anti-terorisme.

Pekan lalu, Ketua Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet merilis sebuah laporan yang menyebut pemerintahan Duterte sebagai "tangan besi", yang mengakibatkan pembunuhan yang "meluas, sistematis, dan terus berlangsung."

Operasi polisi dan pembunuhan main hakim sendiri

Di Filipina, kepala negara menjabat selama enam tahun dan dilarang mencalonkan diri untuk dipilih kembali.

Sejak Duterte terpilih menjadi presiden pada tahun 2016, lebih dari 27 ribu orang yang diduga penjual narkoba telah tewas dalam campur tangan operasi polisi dan pembunuhan main hakim sendiri. Selain itu, hampir 250 pembela hak asasi manusia, termasuk serikat pekerja, pengacara, jurnalis, dan pembela hak lingkungan juga telah terbunuh.

Menteri Kehakiman Filipina, Menardo Guevarra, mengatakan bahwa Filipina telah membentuk panel antar-lembaga yang akan menyelidiki klaim pembunuhan di luar proses hukum dan "secara bijaksana meninjau" lebih dari 5.600 operasi polisi di mana kematian itu terjadi.

Cristina Palabay, Sekretaris Jenderal Pengawas HAM Karapatan, skeptis dengan klaim Guevarra. "Kami telah berada di jalan ini sebelumnya. Satuan tugas dan komisi telah dibentuk tetapi tidak memberikan keadilan dan akuntabilitas," kata Palabay dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, juru bicara Kepolisian Nasional Filipina (PNP) Bernard Banac membantah klaim pembunuhan yang meluas. Mengutip data polisi, Banac mengatakan sejak dimulainya penumpasan gembong narkoba, polisi menangkap lebih dari 330.000 tersangka pengguna narkoba, sementara 7.673 diantaranya tewas dalam baku tembak dengan penegak hukum.

Perbedaan pendapat sebagai sebuah kejahatan

Undang-undang anti-terorisme yang ditandatangani Duterte menjadi perdebatan, karena definisi terorisme yang bias dan pemberian kewenangan luas kepada aparat.

Para kritikus memperingatkan, dengan rekam jejak pemerintah yang mengabaikan hak asasi manusia dan kebebasan sipil, hukum baru ini berpotensi melarang adanya perbedaan pendapat yang sah.

"Dengan disahkannya UU anti-terorisme, kami sulit berharap segala sesuatu akan menjadi lebih baik di bawah pemerintahannya," kata Llore Pasco dalam konferensi pers. Dua putra Pasco terbunuh dalam operasi polisi.

"Dengan UU anti-tetorisme sebagai bagian dari hukum negara, seolah-olah Filipina secara permanen berada dalam situasi yang lebih buruk daripada darurat militer," kata pensiunan Hakim Agung Antonio Carpio.

ha/rap

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait