1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAsia

Epidemiolog Pertanyakan Efektivitas-Keamanan Vaksin Corona

12 Oktober 2020

Meski vaksin dinilai mampu mengembalikan kehidupan normal masyarakat, pengamat sosial berpendapat ada hal-hal yang tetap diadaptasi dari kebiasaan baru. Sementara epidemiolog pertanyakan vaksin yang masuk ke Indonesia.

Airlangga Hartarto
Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga HartartoFoto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Thomas

Pemerintah Indonesia hingga kuartal keempat 2020 sedang menyiapkan 271,3 juta dosis vaksin corona untuk diberikan kepada masyarakat. Sebanyak 30 juta dosis vaksin diharapkan sudah bisa disediakan di akhir tahun ini.

Rencananya distribusi vaksin akan dimulai pada bulan November 2020. Vaksin tersebut berasal dari perusahaan asal Cina, Cansino, Sinovac, dan Sinopharm.

Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah saat ini juga tengah menjalin kesepakatan dengan perusahaan farmasi asal Inggris AstraZeneca, dalam pengadaan 100 juta dosis vaksin corona.

“Sekarang sedang berangkat Menteri Kesehatan, Menteri Luar Negeri, Menteri BUMN untuk mempersiapkan 50 juta (dosis) yang dipesan pertama dan dibayar,“ ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual yang disiarkan saluruan YouTube BNPB, Senin (12/10) siang.

Di sisi lain pemerintah dan PT Bio Farma juga terus mengembangkan 160 juta dosis vaksin virus corona. Hal ini mengingat banyaknya negara tengah berlomba-lomba mendapatkan vaksin virus corona.

“Pengadaan vaksin kita harus secured karena 215 (negara) ini semua mengejar vaksin. Sehingga kita sudah secured untuk 160 juta, dosisnya dua kali,“ jelas Ketua KPC-PEN ini.

Perlu 320 juta dosis

Vaksin anti-corona itu nantinya akan diberikan sesuai dengan prioritas yang telah disiapkan pemerintah.

“Yang pertama di garda terdepan itu terdiri dari tenaga medis dan paramedis, kemudian pelayanan kesehatan termasuk TNI, Polri, dan aparat hukum. Itu jumlahnya sekitar 3,5 juta orang,” papar Airlangga.

Kemudian kelompok lainnya adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat daerah yang berjumlah sekitar 5 juta orang; tenaga pendidik mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sekitar 4,3 juta orang; aparatur negara sekitar 2,3 juta orang; penerima bantuan pembayaran iuran BPJS sekitar 96 juta orang; dan terakhir masyarakat kelompok umur 19-59 tahun sekitar 57 juta orang.

“Totalnya ada 160 juta, berdasarkan vaksin yang ada perlu dua dosis jadi jumlahnya 320 juta. Terhadap kebutuhan itu pemerintah sedang membuat semacam MoU atau pengikatan untuk jumlah tersebut,” kata Airlangga.

Mendapatkan kehidupan normal kembali

Masuknya vaksin ke Indonesia dinilai menjadi tiket bagi masyarakat untuk "mendapatkan kehidupan normalnya kembali." Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, mengatakan dengan ditemukannya vaksin mendorong kepercayaan diri masyarakat untuk beraktivitas layaknya sebelum masa pandemi.

"Masyarakat akan betul-betul merasakan kemanusiaannya kembali, yaitu beraktivitas sebagaimana biasanya sebelum masa pandemi dengan penuh kepercayaan diri karena sudah didukung dengan vaksin - yang artinya dipercaya sebagai satu hasil dari kesepakatan suatu kelompok ilmiah," ujar Devie saat dihubungi DW Indonesia, Senin (12/10).

Meski begitu, Devie berpendapat selepas dari proses vaksinasi yang dilakukan, akan ada kegiatan-kegiatan yang tetap dilakukan masyarakat Indonesia dengan mengadaptasi kebiasaan baru. Hal ini menurutnya tidak terlepas dari peran kemajuan teknologi.

"Misalnya work from home atau work from office untuk sebagian kantor itu bisa jadi pilihan yang tidak lagi mengagetkan baik bagi sistem di kantor itu sendiri maupun karyawannya," kata Devie.

"Ada transformasi-transformasi gaya hidup. Belanja, konsumsi, sekarang orang sudah mulai merasakan nyamannya dengan belanja online," Devie menambahkan.

Pertanyakan efektivitas dan keamanan

Sementara itu, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono, mempertanyakan tingkat efektivitas dan keamanan dari vaksin yang akan didistribusikan ke Indonesia. Menurutnya saat ini vaksin masih dalam tahap uji klinis dan belum ada bukti ilmiah bahwa vaksin berhasil diproduksi.

“Apakah yakin bahwa vaksin ini efektif dan aman? Mana bukti ilmiahnya? Itu kan tidak pernah dibicarakan secara terbuka,” ujar Pandu saat dihubungi DW Indonesia, Senin (12/10).

“Yang bicara kan malah orang-orang bukan ilmu kesehatan, Kemenko Maritim, (menteri) Airlangga…Kita dunia kesehatan harus diajak bicara. Tidak bisa dipaksakan, memangnya (vaksin) ini efektif dan aman? Memang tidak ada efek samping? Mana studinya? Mana hasilnya?“ sambung Pandu.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Senin (12/10) disebutkan, sampai saat ini proses pengembangan vaksin dari perusahaan Cansino, Sinovac, dan Sinopharm sudah masuk tahap akhir uji klinis tahap ke-3 dan dalam proses mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) di sejumlah negara.

Vaksinasi bantu pertumbuhan ekonomi

Lebih lanjut Airlangga pun optimis dengan masuknya vaksin ke Indonesia akan turut mengawal pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5 sampai 5,5 persen pada tahun 2021 mendatang.

“Belajar dari berbagai resesi dan juga krisis, ekonomi itu akan membaik pada saat sains dan teknologi sudah bekerja. Dalam hal ini tentu vaksinasi dimulai bertahap sehingga optimisme timbul dan permintaan naik,” imbuh Airlangga.

Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini meyakinkan bahwa vaksin corona yang nanti akan diberikan halal untuk digunakan.

“Sudah dibahas dengan MUI dan insyaallah karena untuk pandemi COVID insyaallah semuanya halal, halalan thoyyiban,” pungkasnya.

rap/as