1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Pakar Epidemiologi: PPKM DKI Jakarta Tak Efektif

22 Juni 2021

Pakar epidemiologi dari Griffith University menilai PPKM mikro di Jakarta tak efektif menurunkan penyebaran virus corona. Ia menyarankan agar lockdown hingga peningkatan tracing, testing, dan treatment (3T).

Masyarakat padati Pasar Tanah Abang, Jakarta
Pada awal Mei lalu, masyarakat memadati Pasar Tanah Abang, JakartaFoto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS

"Yang jelas kalau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) itu dari respons kita sejauh ini dan terlihat. Sebenarnya, nyatanya saat ini dengan meningkatnya kasus jelas PPKM itu enggak signifikan efektif. Dan bicara efektivitas dari satu intervensi ya, lihat salah satunya bagaimana dampaknya dalam menurunkan angka reproduksi, signifikan nggak menurun? Itu secara saintis-nya," kata pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman kepada wartawan, Senin (21/06).

Dicky kemudian menyoroti positivity rate corona yang tinggi. Dia menekankan bahwa penanganan pandemi corona DKI perlu respons yang besar.

"Secara analisa awal sudah bisa memprediksi kuat bahwa ini nggak bisa, karena masalah kita ini sudah di mana-mana besar. (COVID-19) jadi tersebar, kemudian besar, dengan tes positivity rate yang tinggi sejauh ini dengan juga level community transmission kita. Itu dari 2 itu saja ini sudah menunjukkan bahwa kita nggak bisa kalau resposnya seperti ini, karena masalahnya sudah besar, responsnya juga harus besar. Jadi sesuai besaran masalah ini direspons dengan respons yang juga besar," papar dia.

Epidemiologi dari Griffith University, Dicky BudimanFoto: privat

"Makanya kalau kecil responsnya, itu kan kecil ditambah faktanya saja dengan PPKM ini tidak ada peningkatan signifikan, 3T kita nggak ada, cenderung stabil rendah ya dan faktanya ini membeludak seperti ini. Kasus ini juga adalah bukti ini nggak berhasil," lanjutnya.

Lockdown dan peningkatan vaksinasi sangat diperlukan

Dicky kemudian menyarankan agar lockdown dilakukan. Namun, testing hingga vaksinasi juga perlu ditingkatkan.

"Nah hal seperti itu memperlihatkan 3 ini harus dikombinasikan dan harus ada yang diperkuat untuk menekan ini. Dan setidaknya kesamaan dari semua 3T. Kalau itu lemah, nggak bisa kita. Jadi lockdown itu bukan satu-satunya. Jadi kesimpulannya seperti itu, tapi harus ada pembatasannya dan diikuti dengan 3T yang juga maksimal," tutur Dicky.

Tidak hanya di Jakarta

Dicky menyebut kebijakan itu tak hanya diterapkan di Jakarta. Sebab, menurutnya, Pulau Jawa harus menjadi prioritas penanganan.

"Kalau bicara masalah kasus ini Indonesia semuanya, kalau Jakarta terlihat, terkesan seperti yang paling serius karena testing Jakarta paling bagus, jauh dari daerah lain. Tapi daerah lain bukan berarti lebih baik dari Jakarta, bahkan lebih serius, bahkan di Jawa ini wilayah populasi besar jauh lebih serius dari Jakarta. Di tengah minimnya testing tracing itu," jelasnya.

Oleh sebab itu, menurut Dicky, pemerintah harus merespons lonjakan kasus corona yang terjadi saat ini. Dicky menyebut saat ini kasus corona sedang menuju puncak penularan.

"Kalau bicara merespons, mencegah beban lebih besar lagi di fasilitas kesehatan, atau pembatasan namanya lockdown, PSBB atau apapun itu, karena ini sudah dimana-mana ya nggak bisa cuma di Jakarta saja, misalnya se-Jawa, atau di kota raya se-Jawa, seminimalnya itu. Dan itu pun bukan berarti di luar kota itu bebas, harus ada pembatasan, durasinya minimal 2 minggu, kalau bisa 2 kali masa inkubasi atau sebulan," jelasnya. (ha/rap)

Data kasus harian COVID-19 per satu juta penduduk di beberapa negara di dunia

Baca selengkapnya di: DetikNews

Pakar Nilai PPKM DKI Tak Efektif, Desak Lockdown dan Tingkatkan 3T

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait