1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaTurki

Erdogan Akui Ada “Kekurangan” dalam Merespons Gempa Turki

9 Februari 2023

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengakui ada "kekurangan" atas respons pemerintahnya terhadap gempa besar yang menewaskan belasan ribu orang di Turki dan Suriah. Operasi bantuan terkendala cuaca yang sangat dingin.

Türkei | Präsident Recep Tayyip Erdogan in Kahramanmaras
Foto: Mustafa Kamaci /AA/picture alliance

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Rabu (08/02) mengakui adanya "kekurangan" atas respons pemerintahnya dalam menangani gempa besar yang menewaskan ribuan orang di Turki dan Suriah. Pengakuan itu dikeluarkan setelah pemerintah Turki dibanjiri kritik karena dinilai lamban.

Operasi bantuan terhadap bencana berskala besar yang meratakan ribuan bangunan dan membuat banyak orang terjebak itu terkendala cuaca yang sangat dingin.

Para penyintas menghadapi situasi yang sulit karena harus berebut makanan dan tempat berlindung. Bahkan mereka harus menyaksikan tanpa daya saat kerabat mereka meminta pertolongan dan akhirnya terdiam di bawah puing-puing.

"Keponakan saya, adik ipar saya, dan saudara dari ipar saya berada di reruntuhan. Mereka terjebak di bawah reruntuhan dan tidak ada tanda-tanda kehidupan," kata Semire Coban, seorang guru taman kanak-kanak, di Hatay, Turki.

"Kami tidak dapat menjangkau mereka. Kami mencoba untuk memanggil dengan mereka, tetapi mereka tidak menanggapi. Kami sedang menunggu bantuan. Sudah 48 jam sekarang," katanya.

Di satu sisi, tim penyelamat yang sudah berada di lokasi terus menarik korban selamat dari puing-puing, tiga hari setelah gempa berkekuatan 7,8 mengguncang Turki dan Suriah. Gempa bermagnitudo 7,8 ini menjadi salah satu gempa paling mematikan abad ini. 

Kekurangan dalam penanganan gempa

Ketika kritik meningkat secara online terhadap lambannya penanganan Turki terhadap bencana gempa, Erdogan mengunjungi salah satu tempat yang terkena dampak paling parah, yakni pusat gempa Kahramanmaras. Erdogan mengakui adanya masalah dalam penanganan evakuasi dan bantuan gempa.

“Tentu ada kekurangannya. Kondisinya jelas terlihat. Tidak mungkin siap menghadapi bencana seperti ini,” ujar Erdogan.

Twitter juga tidak berfungsi di jaringan seluler Turki, menurut jurnalis AFP dan kelompok pemantau web NetBlocks.

Anak-anak diselamatkan

Harapan untuk menyelamatkan korban semakin mengecil karena waktu semakin mendekati 72 jam, yang menurut para pakar bencana sebagai periode paling mungkin untuk menyelamatkan nyawa.

Namun, pada Rabu (08/02), tim penyelamat berhasil menarik anak-anak dari bawah bangunan yang runtuh di Provinsi Hatay, Turki. 

"Tiba-tiba kami mendengar suara-suara dan berterima kasih ekskavator datang ... segera kami mendengar suara tiga orang pada saat bersamaan," kata penyelamat Alperen Cetinkaya.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa waktu hampir habis untuk menyelamatkan ribuan orang yang terluka dan orang-orang yang masih dikhawatirkan terperangkap. 

Para penyintas berada di sekitar puing-puing sambil menunggu keluarga mereka yang lain untuk diselamatkan Foto: OZAN KOSE/AFP

"Orang meninggal setiap detik"

Akibat skala kerusakan yang besar dan kurangnya bantuan yang datang ke daerah tertentu, para penyintas mengatakan mereka merasa sendirian dalam menanggapi bencana tersebut.

"Ada sekitar 400-500 orang yang terjebak di bawah setiap bangunan yang runtuh, hanya 10 orang yang berusaha mengeluarkannya. Dan tidak ada mesin," kata seorang penduduk bernama Hassan, yang tidak menyebutkan nama lengkapnya, di Kota Jindayris yang dikuasai pemberontak.

White Helmets, yang memimpin upaya penyelamatan orang-orang yang terkubur di bawah puing-puing di daerah yang dikuasai pemberontak di Suriah, telah meminta bantuan internasional dan "berpacu dengan waktu".

Mereka bekerja keras menarik korban yang selamat dari bawah puing-puing puluhan bangunan yang rata dengan tanah di wilayah barat laut Suriah yang dilanda perang dan masih berada di luar kendali pemerintah.

"Tim penyelamat internasional harus datang ke wilayah kami," kata Mohammed Shibli, juru bicara kelompok yang secara resmi dikenal sebagai Pertahanan Sipil Suriah.

"Orang-orang sekarat setiap detik; kami berpacu dengan waktu," katanya kepada AFP dari negara tetangga Türkiye.

pkp/ha (AFP)
 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait