Ketika Presiden Erdogan sedang beramah tamah dengan penguasa Rusia, Vladimir Putin, Ankara memperingatkan AS agar segera mengekstradisi Fethullah Gullen dan tidak "mengorbankan" hubungan kedua negara demi "teroris."
Iklan
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, hari Selasa (9/8) terbang ke St. Petersburg untuk menemui Presiden Rusia Vladimir Putin. Kunjungan tersebut diharapkan bisa mengakhiri ketegangan antara kedua negara sejak Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia di Suriah November silam.
Erdogan terutama berharap bisa memulihkan kembali hubungan dagang dengan Rusia. Turki saat ini sedang mengalami kelesuan ekonomi menyusul percobaan kudeta yang gagal. Sejak beberapa bulan lalu Moskow menjatuhkan embargo ekonomi kepada Turki yang berimbas pada neraca perdagangan dan sektor pariwisata.
"Ini akan menjadi kunjungan historis. Sebuah awal yang segar. Saya yakin bab baru akan dibuka selama proses negosiasi dengan sahabat saya Vladimir (Putin)," tutur Erdogan kepada kantor berita Tass.
Namun ketika Erdogan sedang membawa Turki mendekat ke Rusia, Ankara mengancam Amerika Serikat agar tidak "mengorbankan" hubungan baik kedua negara demi "seorang teroris," yakni Fethullah Gulen.
Pemerintahan Erdogan menuding gerakan Gulen berada di balik upaya kudeta dan sejak itu memecat puluhan ribu pegawai pemerintah yang dianggap simpatisan tokoh kharismatik tersebut.
Kepada awak pers di Ankara Menteri Kehakiman Bekir Bozdag menuntut AS untuk mengekstradisi Gulen tanpa syarat. "Apa yang terjadi seandainya ada percobaan pembunuhan terhadap Obama dan yang bertangggjawab atas itu semua berada di Turki?"
Bozdag mengakui meningkatnya sentimen negatif terhadap Amerika Serikat di Turki sejak percobaan kudeta yang gagal. "Semuanya bergantung pada AS untuk mencegah sentimen anti AS di Turki berkembang menjadi kebencian," imbuhnya.
Hubungan Turki dan AS meregang sejak perang melawan kelompok teror Islamic State di Suriah. Turki yang sekutu AS di NATO berulangkali melancarkan serangan terhadap kelompok Kurdi yang disokong Washington untuk memerangi ISIS.
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen